Share

Terbukanya Hati Mila

Penulis: KIKHAN
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-24 12:41:48

"Bunda ... " Mila melangkah malas-malasan ke bundanya yang sedang masak di dapur. Ia lapar dan butuh asupan seperti manusia normal pada umumnya.

Fila sengaja masak lauk seadanya karena tahu Mila tidak akan hidup jika tidak makan. Maksudnya dia akan lemas sepanjang hari, bukan mati. "Dihabisin makanannya." Dia hanya masak dua ekor ikan mujair.

Ketika Fila menghidangkan lauk, Mila keberatan. "Bunda ... kok aku makanannya disamain sama kucing sih? Ini mah kucing tetangga juga mau jadi anak Bunda," rengek Mila. Ia sering lihat Stephen memberi makan kucing peliharaannya pakai nasi dan ikan saja. Persis seperti menunya sekarang.

Fila duduk di kursi sebelah anaknya. Mila lucu sekali jika merengek seperti itu. "Ehh, bersyukur. Masih banyak di luar sana orang belum bisa makan ikan."

"Iya tapi semua kucing makan ikan, Bunda."

"Mau makan gak? Kalau gak mau, Bunda yang makan semua." Fila menarik piringnya.

"Jangan gitu lah, Bun." Mila nyengir lalu mengambil satu ekor ikan karena nasinya sudah disiapkan.

Menemani Mila makan, Fila sadar bahwa anaknya masih terlalu kekanakan untuk menikah. Segala pengajuan untuk membatalkan perjodohan juga sudah dilontarkan olehnya. Tetapi ini bukan permintaannya, melainkan permintaan almarhum suaminya, Raffa.

"Mila. Bunda minta maaf ya." Itulah kalimat yang ingin disampaikan Fila sejak melihat respons Mila kemarin.

Sedang menikmati gurihnya daging ikan mujair, Mila kaget mendengar Fila minta maaf padanya. "Bunda gak salah apa-apa." Ini semua salah Diaz, iya pria itu. Dia sendiri yang cari pasangan dan kebetulan sekali antara orang tua mereka pernah punya perjanjian. Kalau saja ikan yang ada di depannya adalah Diaz, akan ia makan sampai kepala dan durinya sampai bersih.

Fila tahu anaknya menyembunyikan perasaan yang sulit diartikan. Semua mengendap dalam hatinya. "Bunda mau kamu bahagia."

Semua orang tua ingin anaknya bahagia. Bagi Mila, tidak harus dengan menjodohkan di usia yang seharusnya digunakan untuk bermain dan senang-senang. "Bunda kenapa jadi mellow sih?" Dengan sangat berat hati, Mila tersenyum agar bundanya tidak murung lagi. Untuk saat ini ia akan tahan semuanya.

Fila tersenyum seperti apa yang Mila inginkan. "Bunda tau ini agak memaksa. Tapi Bunda cuma percaya sama Diaz."

Kalau begitu Mila akan menikah dengan Diaz dengan tujuan lain. Yaitu mencari tahu sisi buruknya untuk dijadikan senjata. Fila mempercayai Diaz, maka Mila akan membuatnya tidak percaya dia lagi.

Setelah makan mereka berpisah. Fila menyiram tanaman sedangkan Mila ke kamar untuk mengetik. Nasibnya hari ini sungguh bagus. Diaz tidak jadi datang karena ada rapat sepanjang hari.

"Biar meleduk otak lo, terus gila deh." Mila membayangkan kalau ucapannya terjadi langsung detik ini. Entah Diaz atau ia yang gila karena perjodohan ini.

Alur hidup Mila tidak indah, namun tidak buruk juga seperti ceritanya. Diaz tidak dingin, pelit, atau mes*m. Dia baik, cukup mengerti, dan ramah. Tapi sayangnya bukan tipe Mila.

Sudah bertahun-tahun sepuluh jarinya tidak putus walaupun sering mengetik dengan tempo cepat. Menurutnya, tidak ada pekerjaan yang lebih enak daripada mengarang cerita fiksi.

"Stephen?" Mila mendapat notifikasi pesan dari ruang chat w******p Stephen. Matanya memandang lurus ke luar jendela dimana Stephen melambai-lambaikan tangan dari kamarnya.

Rumah mereka berhadapan, hanya terpisah jalan. Kamar Mila juga menghadap langsung ke kamar Stephen. Apapun yang Stephen lakukan, Mila tahu. Ia pintar menjaga rahasia asal Stephen membantunya jika dibutuhkan.

"Muka lo biasa aja," ujar Mila membaca pesan dari tetangga depan. "Kurang ajar!" Mila menggeser jendela lalu menunjukkan jari tengahnya.

Stephen tertawa di seberang sana. Dia membalas dengan membelakangi Mila dan menepuk-nepuk bok*ngnya.

Kalau atap rumahnya ada jalan, ia pasti sudah menghampiri Stephen. "Ngomong apaan lo?" Mila lihat Stephen menunjuk telapak tangannya. Ia tertawa karena Stephen lucu sekali pakai bahasa isyarat. "Oh, liat pesan. Bentar!" Mila duduk di kursinya lagi dan membaca pesan Stephen.

"Gue kemarin mau datengin lo, tapi lo ketemu cowok. Jadi gue gak ke sana HAHAHA."

Mila membalas, "Kalo lo dateng juga telat!" Ia melihat jendela tapi Stephen sudah tidak ada. "Wih! Dia teleportasi ke mana tuh?" Ia fokus merevisi naskah.

"Assalamu'alaikum, Bunda yang cantik jelita rupawan mapan gak ada bandingnya." Stephen biasa datang menyapa Fila dengan kalimat pujian.

Mila bisa dengar suara anak kecil yang sudah dewasa dari kamar. "Ternyata dia ke sini," gumamnya.

Fila masih menyiram tanaman, lalu anak tetangganya datang bawa rantang. "Wa'alaikumsalam. Ehh, Stephen, udah lama gak mampir. Bawa apa kamu?" 

"Makanan. Aku masuk ya, Bun? Udah bilang Mila kok mau ke sini," ujar Stephen memberi senyum semangat di pagi hari.

Fila mempersilahkan Stephen. "Masuk, tapi ke ruang tamu. Jangan ke kamar."

Stephen tertawa malu. Siapa juga yang mau masuk kamar Mila kalau dari kamarnya saja kelihatan bagaimana keadaan di dalam sana. Kamar Mila lebih mirip rental komputer atau ruang karaoke. "Makasih, Bunda." Dia menggerakkan kaki masuk menuju ruang tamu.

Mila mematikan komputernya lalu turun menemui Stephen. Ia lihat rantang empat susun di meja, jelas matanya langsung muncul lampu hijau.

Stephen terkejut lihat Mila berlari hendak menyambar rantang yang dibawanya. Dia langsung tahan rantangnya sementara sebagai syarat give and take. "Ehh, berhenti! Duduk!"

Mila menekuk wajahnya lalu duduk dahulu demi dapat makanan dalam rantang. "Ada apa kesini jauh-jauh?" guraunya.

Stephen menjawab, "Jaraknya cuma 20 jengkal kaki."

"Bunda pagi ini cuma masak dua ikan, Phen. Gue masih laper. Itu rantang isinya lauk, kan?" Mila mengusap perutnya.

Stephen meringis melihat betapa mengenaskan nasib Mila. "Gue ngasih ini gak gratis."

"Berasa makan di warteg tapi VIP," gumam Mila.

"Bukan bayar pake duit. Tapi, lo harus cerita gue sebenernya ada apa kemarin," ujar Stephen. Dia menjunjung tinggi untuk balas budi kalau punya utang budi.

"Penasaran banget kayaknya." Mila beranjak ambil nasi dan jus mangga di dapur. Saat kembali ke ruang tamu, empat susun rantang sudah ditata Stephen. "Wah!" Ada tumis kangkung, gorengan tahu, sayur sop, dan semur daging. "Makasih, Stephen. Sayang banyak-banyak!"

"Ya ... sama-sama." 

Mila lupa belum ambil gelas untuk Stephen. "Bentar, gelasnya lupa." Ia ke dapur lagi.

Stephen menerima gelas dan menuang jus mangga dari botol kaca. "Buruan makan."

Mila makan dua kali di pagi hari. Tidak masalah jika kalorinya bertambah, yang penting ia kenyang.

Stephen melipat kakinya lalu bersedekap dada. "Cowok yang gue liat kemarin, siapa?" tanyanya dibuat serius.

"Lo bukan pacar gue tapi kepo banget," jawab Mila.

"Jawab aja."

Mila menatap Stephen, sangat serius. "Ya udah anggap aja lo gak liat cowok kemarin."

Stephen melihat Fila yang masuk dan tersenyum padanya. "Gue tanya Bunda aja ya, biar valid." Cukup lama Mila tidak jawab karena mengunyah makanan. Dia menyeruput jus mangganya.

"Calon suami gue," cetus Mila.

Stephen terbatuk-batuk hingga memukuli dadanya karena sangat terkejut. "Calon suami?" beonya.

Mila mengangguk santai walaupun reaksi sahabatnya begitu. "Iya, tapi dijodohin."

"Kok bisa?" bisik Stephen takut terdengar Fila walaupun dia tidak ada di dekat mereka.

"Susah buat jelasin," alibi Mila untuk menghindar.

"Cerita lo 280 episode aja punya sinopsis. Jangan coba-coba nyembunyiin sesuatu, gue gak rela dilangkahi lo."

Pria ini benar-benar menyebalkan. Kalau bukan karena wajah tampan, berbakat menulis, dan status tetangga, Mila ingin mengusir Stephen sekarang juga. Ini pembahasan menarik bagi pria yang hobi memakai outfit serba hitam macam Stephen, tapi sensitif bagi Mila yang mengalaminya.

"Intinya begini, Mas Stephen. Dengar baik-baik karena gue gak akan ulangi dua kali. Sebelum meninggal, Bokap gue mau ngejodohin sama anak sahabatnya. Nah pas Bokap gue meninggal, kebetulan anak sahabatnya lagi cari istri dan Ibunya ingat pesan Bokap gue. Menurut lo, ini salah anak sahabat Bokap gue, kan? Kalo dia gak lagi cari istri, mereka pasti udah lupa sama omongan Bokap gue."

Stephen menghentikan Mila agar tidak lanjut bicara. "Gue ngerti."

Mila antusias mendengar Stephen paham. "Salah dia, kan?"

"Bukan."

Jawaban yang sangat mengecewakan Mila. "Kenapa bukan?"

"Itu namanya takdir. Masa lo sering nulis genre perjodohan gak terima sama diri sendiri," ujar Stephen.

Dahi Mila berkerut. "Takdir?" 

"Lo mau nolak?"

"Iya lah."

"Tolak sesuka hati lo. Toh nanti bakal terjadi, gak perlu menghindar karena sifatnya sementara. Ini semua karena takdir kalian," kekeh Stephen. Mila tidak terima saat awal diberitahu akan dijodohkan, tapi mau bagaimana dia menghindar, calon suaminya akan tetap datang.

Stephen tidak salah, tapi mungkin saja perjodohan akan batal jika ia berontak.

"Lo udah terlalu lama butuh bimbingan, Mila. Lo gak bisa ngandelin Bunda terus. Tau sendiri Bunda cuma berharap sama lo sekarang," ujar Stephen seperti membaca pikiran Mila.

Mila melihat Fila keluar dari toilet dengan tangan yang masih basah, sepertinya habis cuci tangan. Fila hanya tersenyum singkat padanya. Ucapan Stephen ada benarnya. Bunda sekarang hanya bisa berharap padanya karena Ayah sudah tiada.

"Tapi kalo lo mau tolak, coba aja. Gue yakin lo gak bertahan lama karena Bunda bakal sedih kalo lo gak bisa turutin permintaan Om Raffa."

Mila hanya melihat kondisi dari sudut pandangnya, tidak yang lain. Itu sebabnya ia kekeh tidak terima karena merasa tidak diperlakukan adil. Namun setelah melihat Bunda, ia rasa dia lebih kecewa kalau pernikahan ini tidak terjadi. "Bunda gak mau gue nikah dulu, tapi ini permintaan Ayah."

Stephen rasa hati dan pikiran Mila sudah terbuka dilihat dari tatapannya yang sendu.

"Gue tambah laper," ujar Mila lalu menambah lauk lagi. Banyak berpikir membuat tenaganya terkuras.

"Habisin," ujar Stephen tersenyum hangat.

Setelah makan, Mila membawa rantang Stephen ke dapur untuk dicuci, lalu kembali lagi. "Lo baju rapi gini mau ke Rumah gue doang?"

Stephen berdiri. "Gue ada acara sama temen di luar."

"Oh, iya udah sana."

"Semangat, Mila."

"Hem."

Sepanjang malam Mila menghabiskan waktu di kamar menonton drama korea yang bukannya menghibur, malah membuat kepalanya pusing dengan segala plot twist menjelang akhir episode.

Besok mereka datang, setidaknya ia sudah punya jawaban.

Bab terkait

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Alur Kita Berbeda

    Mila hanya tidur 3 jam karena menonton drama dari pukul 8 malam sampai 4 subuh, lalu lanjut lagi sampai jam 10 setelah salat. Nasihat Stephen benar-benar masuk ke otak setelah lewat jalur telinga. Tetapi tenang saja wahai teman-teman, ia masih bisa istirahat setelah sarapan. Atau mungkin tidak karena akan kedatangan tamu.Mereka pasti datang untuk memastikan jawaban. Mila ingin sekali menolak, tapi takut dianggap durhaka. Kalau menerima pun jadi tekanan diri sendiri. Usaha untuk kabur pula sudah malas ia pikirkan. Biarlah mereka menikah, saat sudah bosan karena tidak saling cinta, pasti mereka mudah bercerai.Walaupun Stephen berpengalaman menulis segala genre, Mila heran mengapa dia belum punya kekasih. Cara pria itu bicara sudah seperti psikolog yang sedang memberi solusi pasien kena mental.Ia berkaca lalu membuka matanya walau mengantuk. "Bangun, Mila ... Udah pagi, harus hadapin mereka!" Ia tidak semangat bahkan setelah tidur selama 5 menit. "Apa gue harus

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Revan Tidak Peduli

    Diaz tahu Mila sedang usil menyuruh bicara pada kekasihnya. Mereka sudah ada di depan Rumah, tepatnya depan pintu. Mila mengetuk pintu rumah Revan. "Revan ... " Dia berteriak, sengaja.Diaz menoleh cepat, matanya memicing. Namun karena dilihat Mila juga, dia mencoba acuh."Kenapa lo? Gak suka?" tandasnya.Sebelum Diaz jawab, rupanya pintu terbuka memunculkan sosok pria dengan rambut cokelat klimis belah kanan sedang suntuk kurang tidur karena kantung matanya menghitam."Revan, kamu kenapa matanya sembab gini?" Mila menangkup wajah Revan.Revan menurunkan tangan Mila perlahan. "Kenapa? Gue lagi pusing, banyak tugas kuliah."Mila menyenggol Diaz. "Ayo ngomong," bisiknya.Revan menatap Diaz. "Lo bawa siapa, Mil?" tanyanya tertuju pada Mila dengan sedikit kekehan di akhir pertanyaannya."Saya Diaz. Saya disuruh Mila buat izin ke kamu.""Izin apaan?" Revan terkekeh lalu memijit pelipisnya yang pening."Menikah dengan M

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-29
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Obrolan Setelah Fitting Baju

    Fokus. Fokus. Fokus.Mila meregangkan jari-jari tangan, tak lupa ia menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan. Di atas laptop sudah ada note untuk menulis episode selanjutnya dalam novel "Menikah untuk Takhta". Ia mengetik alur yang ada di otaknya selama 3 jam penuh.Saat menulis, masalahnya hilang. Kalau sudah selesai, masalah kembali datang.Mila merebahkan tubuhnya menunggu jemputan. "Biarin aja lah. Selama gue diperlakukan kayak Princess, dianter jemput, dibukain pintu mobil, jalan duluan di depan, makan diambilin. It's okay," ucapnya untuk menyemangati diri sendiri. "Gue pasti bisa jalanin ini semua sesuai apa yang gue mau." Bukan Mila namanya kalau melakukan sesuatu apa yang tidak dia inginkan.Baginya, seorang Diaz yang sibuknya melebihi Presiden yang bolak-balik mengurus negara akan mudah dimanfaatkan. Kalau bisa, Mila akan hidup tenang setelah menikah.Stephen yang IQ-nya di bawah Mila pun setuju kalau dia men

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-02
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Harus Tahu Diri

    Sedang melihar-lihat dekorasi aula untuk resepsi pernikahan, mata Mila mulai pegal. Ia tak tahu harus apa lagi disini, maka dari itu ia memutuskan pulang. Lagipula ini urusan Diaz untuk menyelesaikan dan memastikan tidak ada kekurangan."Gue pulang dulu," pamitnya langsung di hadapan Diaz yang sedang melihat ke langit-langit."Kok cepet banget?" tanyanya entah bodoh atau apa."Mata gue bisa rusak liat beginian. Gue juga banyak urusan, nulis episode novel misalnya." Ia memberi contoh kesibukannya jika di rumah."Ya udah, silahkan kalo mau pulang."Mila tidak menjawab. Ia langsung undur diri dari hadapan Diaz untuk keluar gedung."Mila! Sebentar!"Mila membalikkan badan padahal belum mencapai pintu. "Kenapa lagi sih?" Entah kemasukan hantu atau otaknya terbalik, Diaz memberikan setangkai bunga mawar untuknya. "Ngambil dimana lo?" tanyanya menerima bunga itu."Mampir sebentar ke Toko Bunga," jawab Diaz tersenyum hangat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Satu Ranjang? NO!

    Hari pernikahan Mila dan Diaz diselenggarakan secara mewah. Para tamu undangan berasal dari pegawai berseragam formal, di tengah aula terdapat pancuran air tinggi yang diberi lampu biru dan putih. Mereka tampak bahagia datang memberi selamat kepada pengantin yang duduk bersanding di pelaminan. Meida dan Lisana pun turut menyambut tamu dan berbincang dengan mereka.Selama itu juga, mulut Mila kaku karena terpaksa senyum. Stephen menyaraninya agar terlihat bahagia daripada ketahuan dalam waktu kurang dari 3 jam setelah akad. Kalau bukan perjodohan konyol ini, Mila ogah berdiri di pelaminan apalagi di sebelahnya ada manusia paling ribet sedunia. Melihat Diaz tersenyum di depan tamu hampir membuat perutnya mual. Tapi biarkan saja, itu baik untuk reputasi pernikahannya.“Ini sampe jam 9 doang, kan?” tanya Mila sambil melirik jam dinding besar di dekat pintu utama aula yang menunjukkan pukul 8 malam. Gaun yang dipilih Fila memang bagus, tapi sayangnya ia tidak te

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Jangan Malas

    Diaz tidak bisa tidur, sungguh. Mila tidur dengan nyaman di atas kasur empuk sedangkan dia tidur di sofa yang panjangnya kurang dari panjang tubuhnya. Gadis itu sudah terlelap lebih dari setengah jam yang lalu. Diaz menatap langit-langit kamarnya yang bertabur bintang karena lampu hias.“Gapapa, ini sementara karena Mila belum nyaman satu kamar.” Sudah 30 kali kalimat itu ia ucapkan dalam hati untuk mengurangi rasa tidak nyaman tidur di sofa.Alasan Mila tidak mau satu ranjang dengan Diaz tidak lain adalah sadar diri, ia kalau tidur seperti jarum jam berputar alias tidak bisa diam. Selain Mila takut Diaz berbuat hal khilaf, ia juga tidak ingin aibnya terbongkar sekarang.Diaz menerima alasan Mila yang katanya tidak ingin dia kena tendang dan pukul selama gadis itu tidur, tapi bukankah kasurnya sangat luas bahkan bisa muat 3 orang? Apa ini sengaja?Mila mengulet saat mendengar azan subuh. Tangannya mencari-cari keberadaan guling walaupun matany

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   It's Okay

    Mila tidak ingin disebut penguntit karena mengikuti Diaz dari belakang. Langkah panjang pria itu sulit diimbangi oleh kaki mungilnya."Tungguin gue," ucap Mila menarik jas Diaz dari belakang agar dia berhenti.Diaz berhenti lalu melihat ke samping. Ternyata istrinya tertinggal.Mila mengerjap lihat gaya rambut Diaz sangat rapih dan licin. "Tega lo jalan cepet banget."Diaz tersenyum lalu menggandeng tangan Mila agar langkah mereka seimbang. Mila melihat tangannya tapi diam saja karena mereka bukan di tempat yang tepat untuk debat.Kantor yang dipimpin Diaz besar juga. Aktivitas tiap ruangan bisa terlihat karena hanya kaca saja. "Woah ... Keren.""Saya?" tanya Diaz sambil berhenti."Kantornya," jelas Mila. Ia tidak tahu kapan pria ini mulai percaya diri. "Kenapa kita naik tangga?" tanyanya begitu menaiki tangga ikut Diaz.Diaz jawab, "Kamu harus olahraga.""Gue juga gak bisa naik lift.""Kenapa?"Mila

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Terhuyung Dua Kali

    "Mila ... Itu HP kamu bunyi terus. Angkat coba," ujar Diaz yang kebisingan. Pagi-pagi begini istrinya sudah seperti artis yang dapat job. Mila sebenarnya dengar, tapi malas mengangkat panggilan. Rasa kantuknya mengalahkan dering ponsel. "Mila... " Diaz memanggil lagi namun sedikit mengeraskan suara. Jam 6 pagi harusnya dia sudah bangun dan sarapan, tapi habis salat malah tidur lagi. Tangan Mila meraba-raba nakas yang ada tepat di sebelah ranjang untuk mengambil ponsel. "Itu buka dulu penutup matanya," tegur Diaz. Mila berdecak dan mengangkat panggilan entah dari siapa. "Halo?" [Mila. Bunda mau ke sana jam 7 nanti. Udah lama Bunda gak liat kamu] Mila melepas penutup matanya dan dilempar begitu saja. "Aduh!" Mila meminta maaf karena penutup matanya mengenai wajah Diaz yang pas sekali sedang balik badan. "Bunda mau ke sini? Jam 7?" Sekarang ia bahkan belum apa-apa. Mendengar kabar setengah baik dan setengah

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   TAMAT

    Thank youuuu buat teman-teman yang sempat mampir ataupun tetap bertahan masukin novel ini ke rak bacaan kaliaann. Congrats buat aku sendiri yang udah tamatin kisah mereka dengan jangka waktu sangat panjang, bab absurd, dan ending membagongkan dan ngambang.Kalian bisa anggap akan ada sekuel dari Diaz dan Mila entah itu kehidupan anak mereka atau lainnya. Tapi so far, belum ada rancangan gimana gambaran cerita selanjutnya karena masih terjebak genre Teen.Semoga kalian tetap dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa dan selalu sehat baik mental maupun fisik karena hidup tidak seringan pilus gais.Sekali lagi thank you so much!And bye bye~

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Adil

    "Ha? Hahaha ... Gue bayangin muka mereka bingungnya gimana."Vio tertawa puas di meja makan saat Diaz menceritakan apa yang terjadi di rumah Monica semalam.Meida menyuruh anaknya berhenti tergelak dan dengarkan saja kakaknya bicara. "Kamu tuh ya, orang lagi ngomong malah ketawa terus.""Yailah, Ma. Bayangin dong muka mereka. Apalagi Mas Agam sama istrinya yang naudzubillah, Haha." "Kapan Monica ketemu Pak Louis?" Diaz bertanya-tanya sebab sebelumnya Monica sibuk bolak-balik ke rumahnya dengan rencana balas dendam.Walaupun balas dendamnya berubah menjadi kasih sayang tak terduga. Kekeluargaan mereka sangat erat."Monica mungkin udah menduga ini bakal terjadi. Dia kan ngomong sendiri sering berdoa ketemu orang tuanya.""Vio!" Meida geram sekali dengan anaknya sampai ingin melempar sendok garpu."Mama kenapa sih sensi banget?" balas Vio."Omongan kamu itu!" "Orang Monica-nya yang bilang ke aku.""Diaz mau minta tolong, Mah."Meida menatap Vio sebab Diaz meliriknya. "Mama?" "Monica m

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Pengacara Monica

    Sebagai CEO yang memiliki waktu senggang banyak, Diaz memberanikan diri menemui pengacara Monica. Tepat hari sebelumnya mereka bicara serius melalui telepon untuk menentukan pukul berapa akan diskusi sebab pengacara pun punya acara lain.Diaz sangat terkejut rupanya ada kakak serta adik dari orang tua Monica turut datang ke rumah anak malang itu dengan raut tidak sabaran."Semuanya kenapa di sini?" Perasaan Diaz menghubungi pengacaranya saja, tidak mereka juga. Total ada 5 orang, termasuk dirinya.Akhirnya ia bergabung dengan mereka dan itu diperdebatkan."Kenapa ada dia di sini?" sahut Winda, adik terakhir dari Ibu Monica sembari menunjuk Diaz duduk.Diaz lantas menoleh tanpa ekspresi. Bukankah seharusnya ia yang memberi pertanyaan pada mereka?"Monica secara khusus meminta tolong saya untuk panggil Pak Diaz," jawab Louis tak kalah datar dari padang pasir."Hah! Kayaknya sih dia ngerayu Monica biar dikasih beberapa persen asetnya," timpal suami Winda, Agam.Kelihatan dari tampang mer

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Harus Ikhlas

    "Mama tetap gak nyangka, Mila.""Apalagi Mila, Bun."Mereka duduk besandar di ruang tamu setelah menghadiri pemakaman. Mila menatap langit-langit rumahnya seraya berkata, "Monica udah maafin Diaz belum ya, Bun? Kasihan mereka."Fila lantas menjawab, "Sebenarnya Monica pasti udah maafin Diaz dari dulu. Cuma karena mereka kurang akrab dan Monica sempat salah paham juga, dia agak canggung.""Aku padahal mau ke rumahnya lagi.""Nanti kalau Diaz ke sana aja. Dia pasti harus urus semuanya karena walinya Monica."Mila mengusap wajahnya, belum menyesuaikan kenyataan. "Mila mau mandi, Bun. Abis itu ke rumah Diaz lagi, dia harus ditemenin.""Iya sana. Bunda gapapa sendiri di sini."***Vio melihat Diaz berdiri di tengah pintu menghadap halaman belakang sembari memasukkan tangan ke saku celana. Kakaknya diam dengan deru napas teratur yang terdengar berat."Lo lagi ngapain?" Vio memberanikan diri mendekat dan berhenti di belakang Diaz."Bukan apa

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Pemakaman Monica dan Eric

    Suara langkah Diaz memenuhi lorong yang dihampiri suara petir dan cahaya kilat lewat celah jendela. Sesaat dia memperlebar jarak kaki supaya cepat sampai ruang jenazah yang terletak di bagian belakang rumah sakit.Di belakang Diaz, ada Mila yang juga berusaha mempercepat langkah agar bisa mengiringi suaminya. Kesekian kalinya sudut mata mereka meneteskan bulir bening atas perasaan berkecamuk.Ada-ada saja, diwaktu kurang tepat Diaz dihubungi Bayu, sekretarisnya. "Maaf, saya lagi ada urusan. Nanti saya telepon lagi, Pak." Masalah klien tidak jadi datang besok bukan hal besar. Bayu masih bisa menangani dikarenakan situasi mendesak.Begitu masuk ke kamar jenazah, Diaz sempat menjeda nafas beberapa detik untuk meyakinkan hatinya bahwa yang terjadi sekarang ini bukan bunga tidur. Di atas dua brankar terdapat dua tubuh terbujur kaku diselimuti kain putih. Petugas yang menjaga kamar jenazah malam ini hanya satu berjenis kelamin laki-laki. Dia terlihat sedang memeriksa

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Sulit Diterima

    Guyuran hujan secara tiba-tiba membasahi tanah dan jalan sejak tengah hari. Rencana Mila pergi ke Taman depan kantor jadi urung. Apalagi niatnya mau hujan-hujanan selagi deras.Diaz menyibukkan diri di depan laptop. Liburnya tetap bekerja. Bahkan lebih pusing dia daripada Mila yang suka mengarang cerita. Omong-omong, sudah 2 hari Mila tidak update bab novel. Apa kabar komentar pembacanya?"Kamu daripada berdiri terus di jendela, mendingan bantu saya beresin ini nih." Diaz menunjuk map-map miliknya yang kurang rapi di dekat meja satunya. Saking banyaknya yang belum tuntas, dia bingung mau membereskan yang mana."Ogah. Kamu kan udah kerjain bareng sekretaris kamu," cebik Mila.Diaz melirik layar laptopnya. Benar, dia sedang melakukan panggilan video dengan sekretarisnya demi mengurus berkas baru maupun yang diarsip bulan lalu."Barangkali mau," balas Diaz.Suara petir menggelegar langsung mengejutkan Mila karena berdiri di dekat jendela.

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Damailah Kalian

    "Udah pasang sabuk pengaman?" tanya Eric barangkali Monica menyepelekan betapa pentingnya menggunakan sabuk pengaman saat berkendara, baik pengemudi maupun penumpang.Satu dehaman menjawab pertanyaan Eric. Asisten keluarga Monica tersenyum kecil dan menjalankan mobil menuju MJ Coffe untuk mengopi santai sambil mengurus jadwal-jadwal tak beraturan dan kurang sesuai dengan keinginan Bosnya.Suasana ramai lancar kendaraan roda empat dan dua masih tampak asing di mata Monica. Bolak-balik antarkota mengakibatkan ia tak dapat lihat perkembangan kota kelahiran secara bertahap. Setiap tahun terdapat penaikan penduduk di Kepulauan Seribu. Syukurlah, pulau wisata itu masih terjaga keasriannya.Pernah satu, dua kali laut sekeliling pulau tercemar akibat pembuangan minyak ilegal. Saat itu penduduk kesulitan mendapat air. Pemerintah kota berbondong-bondong meminta pasokan air bersih walaupun kurang maksimal."Ini kalau urbanisasi dikurangi mungkin 5 tahun ke depan bak

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Sudah Biasa

    "Gimana jadwalnya? Gak bisa diubah?"Ekspresi datar yang sering ditampilkan gadis berusia 18 tahun itu bukan lagi hal baru untuk asistennya, Eric. Masalah perubahan jadwal dadakan yang dibuat Eric memang tidak disarankan jika bosnya seperti Monica.Umpatan, tatapan tajam, atau keduanya selalu didapat Eric sekali pun hubungan mereka dekat."Udah saya ubah. Jadi gak bisa diubah dua kali."SRRKKMap berwarna merah di atas meja dihempaskan begitu saja hingga lembaran di dalamnya berserakan di lantai."Astaga... " Suka tak suka Eric harus memungut tiap lembaran dan menyusunnya asal untuk diletakkan ke dalam map. "Ini ada kontrak, jangan dibuang-buang.""Lo tau sendiri kan tanggal 25 kita harus ke Sumatera buat baksos. Harusnya tanggal 26 kosongin jadwal. Bukannya malah ada kegiatan! Lo pikir gue gak butuh istirahat?""Iya tau. Tapi klien yang dari Jawa bilang tanggal 26 bisanya," bela Eric."Ya lagian lo sejak kapan mentingin

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Panggilan Terputus

    Tirai berwarna merah menghalangi sinar yang menembus masuk. Wanita berbadan dua itu tengah membaca buku tentang bisnis milik suaminya sambil merebahkan tubuh. Setelah kontrol bulanan ke dokter kandungan, hasilnya janin berkembang baik. Belum begitu buncit perutnya lantaran masih 3 bulan mengandung.Aktivitas menulis novel berkurang, bukan suruhan Diaz melainkan secara inisiatif Mila lakukan. Ia sering tertidur jika menempel kasur, lalu bangun untuk makan dan jalan-jalan di dalam rumah untuk peregangan badan.Seringkali Diaz memergoki Mila bicara dengan perutnya sambil tersenyum riang di bangku teras rumah, apalagi sebelum berangkat bekerja. Sebisa mungkin Diaz turuti keinginan Sang Istri untuk meredam amarah satu sama lain. Selagi Mila tidak meminta rumah di planet Mars, Diaz mau saja tunduk di kakinya."Lagi apa?""Gak liat? Lagi nonton video."Pertama kalinya Mila memutar dokumentasi video pernikahan mereka, sebelumnya ia mengecam Diaz agar tidak

DMCA.com Protection Status