Beranda / Pernikahan / Terpaksa Menikah karena Wasiat / Obrolan Setelah Fitting Baju

Share

Obrolan Setelah Fitting Baju

Penulis: KIKHAN
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-02 08:35:37

Fokus. Fokus. Fokus.

Mila meregangkan jari-jari tangan, tak lupa ia menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan. Di atas laptop sudah ada note untuk menulis episode selanjutnya dalam novel "Menikah untuk Takhta". Ia mengetik alur yang ada di otaknya selama 3 jam penuh.

Saat menulis, masalahnya hilang. Kalau sudah selesai, masalah kembali datang. 

Mila merebahkan tubuhnya menunggu jemputan. "Biarin aja lah. Selama gue diperlakukan kayak Princess, dianter jemput, dibukain pintu mobil, jalan duluan di depan, makan diambilin. It's okay," ucapnya untuk menyemangati diri sendiri. "Gue pasti bisa jalanin ini semua sesuai apa yang gue mau." Bukan Mila namanya kalau melakukan sesuatu apa yang tidak dia inginkan.

Baginya, seorang Diaz yang sibuknya melebihi Presiden yang bolak-balik mengurus negara akan mudah dimanfaatkan. Kalau bisa, Mila akan hidup tenang setelah menikah.

Stephen yang IQ-nya di bawah Mila pun setuju kalau dia menerima perjodohan dadakan ini. Pria itu mengatakan lewat pesan singkat, selama Diaz tidak selingkuh, dia pasti dihormati dan diperlakukan baik. Itu berlaku kalau Mila berperilaku baik juga.

Mila melihat jam dinding. "Ck, tumben lama." Ini lebih dari 10 menit dari waktu yang ditentukan.

TIN TIN

Mila membiarkan klakson mobil. Sengaja ia ulur waktu, gantian.

"Milaaaa ... turun cepetan!" Fila yang sedang masak di dapur langsung meneriaki anaknya karena banyak orang masuk rumah membawa 4 stan hanger yang digantungi gaun pernikahan berbeda warna. Ada warna putih, merah muda, biru, dan cokelat muda.

Mila akan menggetok kepala pria itu karena tidak mau ke atas menemuinya dahulu. Terpaksa dia turun malas-malasan masih pakai piyama lengan panjang dan sandal tidurnya.

"Mila. Liat ini ... " 

"Apaan sih, Bun. Heboh bang--" S*t, lanjutnya mencela dalam hati. mengapa rumahnya seperti butik dadakan? "Bentar, bentar. Ini mengapa banyak gaun gini?" Ia buru-buru ke ruang tamu di mana banyak perempuan modis yang menjaga tiap stand hanger.

Fila yang habis bicara dengan salah satu wanita  itu menghampiri Mila. "Diaz gak bisa kesini, dia ada meeting. Makanya bawa ini semua supaya kamu bisa pilih salah satu dari 4 warna ini."

"Apa? Dia gak dateng?" ulang Mila berkacak pinggang, marah.

Fila mendorong punggung anaknya agar segera memilih baju pernikahannya. "Ayo, Bunda nilai penampilan kamu."

Begini kah riwayat hidup Mila?

"Harus banget pilih, Bun? Dia gak dateng kan bisa pilihin sendiri. Kalau gini aku yang bingung," protesnya.

"Udah, cobain aja semuanya." Fila tersenyum ramah pada mereka.

Dengan kesabaran yang masih tertahan di ubun-ubun, Mila akhirnya mencoba satu per satu gaun yang dibawa pria bermuka dua itu.

Fila yang menentukan mana yang bagus dipakai anaknya. Kalau dia rasa belum pas ya menyuruh Mila ganti lagi, terus sampai ada yang cocok.

"Bunda. Aku itu mau nikah, bukan jadi brand ambassador. Kenapa ribet banget sih? Tinggal ngangguk aja susah banget," omelnya yang kelelahan melepas dan memakai gaunnya.

"Lho, karena kamu mau nikah penampilannya harus bagus supaya cocok bersanding sama Diaz," ujar Fila.

"Gue males banget bersanding sama cowok carmuk," gumamnya.

"Bilang apa kamu?" tanya Fila melihat mulut anaknya menye-menye.

"Gak bilang apa-apa," celetuk Mila kembali mencoba gaun satu per satu.

Setelah hampir 1 jam Mila memilih gaun, akhirnya selesai juga. "Gue yang nikah, Bunda yang milih. Mantul gak tuh?" lirihnya menjatuhkan bokong ke sofa dan tidur selonjoran.

"Makasih banyak ya, Mbak." Fila menunggu di pintu karena perempuan-perempuan suruhan Diaz gila itu hendak kembali ke habitatnya.

Baru memejamkan mata, Fila menghampiri Mila untuk bertanya. "Gimana? Bagus kan yang Mama pilih?"

"Itu yang Mila pake pertama, mengapa gak langsung iyain aja sih, Bun. Badan aku remuk," jawab Mila.

Fila tertawa. "Maaf deh. Bunda kan mau yang terbaik buat kamu."

"Baik sih baik, Bun."

"Bunda mau lanjut masakin makanan buat kamu. Kamu gak mandi?"

"Males. Diaz juga gak jadi kesini, ngapain rapi-rapi di rumah."

"Terserah kamu, yang penting kamar harus bersih gak ada sampah satu pun."

"Oke, Bunda."

Mata Mila terpejam lagi. Selepas hal bahwa bunda pemilih, dia juga perhatian. Itu yang membuat Mila merasa adil hidup berdua dengan Fila.

"Lo liat aja, Baj*ngan. Lo nyiksa gue hari ini," hardiknya dalam hati.

Mila hanya bersikap baik pada Fila, Stephen, dan Revan. Mereka orang yang paling mengenalinya, sulit bagi Mila untuk dekat dengan yang lain selain mereka bertiga. tetapi berhubung hubungan asmaranya kandas, dia jadi malu bertemu Revan.

Ponsel Fila yang ada di meja bergetar panjang. Mila melihat nama tertera dan terkikik sendiri. Ternyata Bunda belum sadar.

'Menantu yang Tak Diharapkan'

Mila menggeser tombol hijau dan mengeraskan suara karena malas memegang ponsel.

[Halo, Bun. Gimana? Mila suka gak?]

Sejak kapan Diaz memanggil Fila dengan 'Bunda' juga?

"Gak sekalian lo bawa butiknya masuk ke rumah gue?" cetusnya.

Diaz tertawa, membuat dahi Mila berkerut.

[Niat saya gitu. Tapi itu aja udah banyak pilihan]

"Ya, udah dipilih sama Bunda."

[Bagus kan?]

"Gue mau cabut ke kamar. Bye--"

[Mau mahar apa?]

"Mahar?" Mila berpikir untuk meminta yang agak berat. "Terserah lo aja. Yang penting hidup gue makmur, sentosa, tanpa utang."

[Siap]

"Kapan kesini? Ada yang mau gue bahas."

[Besok, mungkin]

Mila menghela napas sampai suaranya mengeras sedikit. "Hm. Cuma lo mungkin yang mau nikah tetapi masih kerja. Semoga kepala lo aman pas resepsi seharian."

"MILA! KOK NGOMONGNYA LA-LO-LA-LO SAMA DIAZ?"

Mila terlonjak. "maaf, BUN. SENGAJA --EH MAKSUDNYA GAK SENGAJA." Nah kan, ketahuan tidak sopan dengan menantunya saja dia dikritik.

Fila menasihati anaknya dari dapur. "Panggilny, Mas, dong. Apa nama langsung, jangan pake lo-lo, gak sopan sama calon suami."

"Geli ah, Bun. Masa manggil 'Mas' ?" Membayangkan saja dia malas

[Nama aja, Diaz]

"Gak usah nyamber kayak tiang listrik deh," sahut Mila. "Jadi tau kan, Bunda."

[Saya udah minta dekorasi gedung samping kantor. kalau mau liat kesana aja]

"Kalau gak bagus, gue protes."

[Iya..]

"Gak ada acara minum-minum kan?"

[Minum sirup]

"Ohh, iya." 

[Bunda mana?]

"Masak. HP-nya di sini, jangan suruh gue ke dapur. Lagi mager."

[Jarak dari ruang tamu ke dapur gak ada 5 meter, kan?]

Memang benar. Lalu mengapa? Orang malas ya mau dekat pun malas pindah.

"Situ katanya lagi meeting?"

[Istirahat, sebentar lagi ada meeting lanjutan]

"Wahhh, ngobrolnya lama ya." Fila datang membawa nasi goreng telur mata sapi favorit anaknya.

Mila langsung duduk dan menyantap makanannya. Fila mengambil ponselnya dan melotot ketika lihat nama di layar hapenya.

"Mila ... ini siapa ya yang ganti ... ?" tanya Bundanya dengan nada merendah padahal ingin marah.

Mila memperlambat kunyahannya. "Gak tau," jawabnya melihat sendoknya sendiri untuk mengalihkan tatapan.

"Kamu kan?" tunjuk Fila.

"Bukan aku, tapi jari aku yang ganti namanya."

"Alasan kamu."

[Kenapa, Bun?]

"Gapapa. Gimana kabar kamu?"

[Baik, Bun. Alhamdulillah]

"Bunda senang kalian mulai banyak ngobrol sekarang."

[Sedikit-sedikit harus ada perkembangan]

"Kalau Mila gak sopan manggil kamu, kasih tau Bunda ya."

[Iya, hehe]

"Kayaknya kalian bahagia deh. Bunda harap kalian sampai tua ya."

Tidak ada yang menjawab baik Diaz maupun Mila.

[Maaf, Bun. Diaz harus meeting lagi, nanti Diaz telepon lagi]

"Ohh, iya, iya. Makasih ya, Diaz."

[Sama-sama, Bunda, Calon Istriku juga]

Mila tersedak nasi yang sedang dia kunyah sampai batuk dan muncrat.

Fila memukul lengan anaknya, mendengar Diaz menyebut Mila "calon istriku" malah batuk-batuk. "Denger gak tuh? Diaz udah suka sama kamu."

"Bukannya itu pencitraan, Bun?"

Bab terkait

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Harus Tahu Diri

    Sedang melihar-lihat dekorasi aula untuk resepsi pernikahan, mata Mila mulai pegal. Ia tak tahu harus apa lagi disini, maka dari itu ia memutuskan pulang. Lagipula ini urusan Diaz untuk menyelesaikan dan memastikan tidak ada kekurangan."Gue pulang dulu," pamitnya langsung di hadapan Diaz yang sedang melihat ke langit-langit."Kok cepet banget?" tanyanya entah bodoh atau apa."Mata gue bisa rusak liat beginian. Gue juga banyak urusan, nulis episode novel misalnya." Ia memberi contoh kesibukannya jika di rumah."Ya udah, silahkan kalo mau pulang."Mila tidak menjawab. Ia langsung undur diri dari hadapan Diaz untuk keluar gedung."Mila! Sebentar!"Mila membalikkan badan padahal belum mencapai pintu. "Kenapa lagi sih?" Entah kemasukan hantu atau otaknya terbalik, Diaz memberikan setangkai bunga mawar untuknya. "Ngambil dimana lo?" tanyanya menerima bunga itu."Mampir sebentar ke Toko Bunga," jawab Diaz tersenyum hangat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-04
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Satu Ranjang? NO!

    Hari pernikahan Mila dan Diaz diselenggarakan secara mewah. Para tamu undangan berasal dari pegawai berseragam formal, di tengah aula terdapat pancuran air tinggi yang diberi lampu biru dan putih. Mereka tampak bahagia datang memberi selamat kepada pengantin yang duduk bersanding di pelaminan. Meida dan Lisana pun turut menyambut tamu dan berbincang dengan mereka.Selama itu juga, mulut Mila kaku karena terpaksa senyum. Stephen menyaraninya agar terlihat bahagia daripada ketahuan dalam waktu kurang dari 3 jam setelah akad. Kalau bukan perjodohan konyol ini, Mila ogah berdiri di pelaminan apalagi di sebelahnya ada manusia paling ribet sedunia. Melihat Diaz tersenyum di depan tamu hampir membuat perutnya mual. Tapi biarkan saja, itu baik untuk reputasi pernikahannya.“Ini sampe jam 9 doang, kan?” tanya Mila sambil melirik jam dinding besar di dekat pintu utama aula yang menunjukkan pukul 8 malam. Gaun yang dipilih Fila memang bagus, tapi sayangnya ia tidak te

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Jangan Malas

    Diaz tidak bisa tidur, sungguh. Mila tidur dengan nyaman di atas kasur empuk sedangkan dia tidur di sofa yang panjangnya kurang dari panjang tubuhnya. Gadis itu sudah terlelap lebih dari setengah jam yang lalu. Diaz menatap langit-langit kamarnya yang bertabur bintang karena lampu hias.“Gapapa, ini sementara karena Mila belum nyaman satu kamar.” Sudah 30 kali kalimat itu ia ucapkan dalam hati untuk mengurangi rasa tidak nyaman tidur di sofa.Alasan Mila tidak mau satu ranjang dengan Diaz tidak lain adalah sadar diri, ia kalau tidur seperti jarum jam berputar alias tidak bisa diam. Selain Mila takut Diaz berbuat hal khilaf, ia juga tidak ingin aibnya terbongkar sekarang.Diaz menerima alasan Mila yang katanya tidak ingin dia kena tendang dan pukul selama gadis itu tidur, tapi bukankah kasurnya sangat luas bahkan bisa muat 3 orang? Apa ini sengaja?Mila mengulet saat mendengar azan subuh. Tangannya mencari-cari keberadaan guling walaupun matany

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-05
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   It's Okay

    Mila tidak ingin disebut penguntit karena mengikuti Diaz dari belakang. Langkah panjang pria itu sulit diimbangi oleh kaki mungilnya."Tungguin gue," ucap Mila menarik jas Diaz dari belakang agar dia berhenti.Diaz berhenti lalu melihat ke samping. Ternyata istrinya tertinggal.Mila mengerjap lihat gaya rambut Diaz sangat rapih dan licin. "Tega lo jalan cepet banget."Diaz tersenyum lalu menggandeng tangan Mila agar langkah mereka seimbang. Mila melihat tangannya tapi diam saja karena mereka bukan di tempat yang tepat untuk debat.Kantor yang dipimpin Diaz besar juga. Aktivitas tiap ruangan bisa terlihat karena hanya kaca saja. "Woah ... Keren.""Saya?" tanya Diaz sambil berhenti."Kantornya," jelas Mila. Ia tidak tahu kapan pria ini mulai percaya diri. "Kenapa kita naik tangga?" tanyanya begitu menaiki tangga ikut Diaz.Diaz jawab, "Kamu harus olahraga.""Gue juga gak bisa naik lift.""Kenapa?"Mila

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Terhuyung Dua Kali

    "Mila ... Itu HP kamu bunyi terus. Angkat coba," ujar Diaz yang kebisingan. Pagi-pagi begini istrinya sudah seperti artis yang dapat job. Mila sebenarnya dengar, tapi malas mengangkat panggilan. Rasa kantuknya mengalahkan dering ponsel. "Mila... " Diaz memanggil lagi namun sedikit mengeraskan suara. Jam 6 pagi harusnya dia sudah bangun dan sarapan, tapi habis salat malah tidur lagi. Tangan Mila meraba-raba nakas yang ada tepat di sebelah ranjang untuk mengambil ponsel. "Itu buka dulu penutup matanya," tegur Diaz. Mila berdecak dan mengangkat panggilan entah dari siapa. "Halo?" [Mila. Bunda mau ke sana jam 7 nanti. Udah lama Bunda gak liat kamu] Mila melepas penutup matanya dan dilempar begitu saja. "Aduh!" Mila meminta maaf karena penutup matanya mengenai wajah Diaz yang pas sekali sedang balik badan. "Bunda mau ke sini? Jam 7?" Sekarang ia bahkan belum apa-apa. Mendengar kabar setengah baik dan setengah

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Belum Jalan-Jalan

    "Hari ini Diaz betul-betul libur, kan?" tanya Fila. "Ini yang masak siapa? Kamu, Mei?" Dia bertanya karena Mila tidak mungkin memasak masakan enak apalagi sangat rapi hidangannya.Meida menggelengkan kepala. "Bukan aku.""Terus siapa?"Mila menyuapi makanan ke mulutnya. Ia menutupi sisi wajah dengan tangan kiri. Apa yang terpikir oleh Fila tidak salah. Bukan Mila yang memasak dan tidak mungkin hanya karena sudah menikah ia menjadi rajin."Diaz, Bun.""Apa?!" batin Mila. Matanya melotot pada Diaz yang sekarang tebar senyum pada Fila dan Meida.Diaz melihat keterkejutan Mila, namun hanya tersenyum sampai matanya menyipit. Dia menarik pipi kanan Mila dengan gemas. "Mila ini ... Mau dimasakin katanya, Bun. Diaz gak bisa nolak," katanya.Pria itu benar-benar tahu cara menarik perhatian mereka. Untuk menyambung sandiwara ini Mila ikut tersenyum bangga untuk masakan Diaz. "Oh iya, Bun. Diaz pernah cerita bisa masak, tapi aku gak percay

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-26
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Latihan Taekwondo

    Diaz tetap dalam posisinya. Revan yang melihat mereka tidak jadi memanggil Mila karena takut ganggu. Dia menyuruh kekasihnya untuk lanjut jalan. "Udah pergi?" tanya Mila dengan suara pelan. Ia menoleh ke atas, tingginya hanya sedada Diaz. "Tinggi lo berapa, Diaz?" Mila dengan polosnya mengukur ujung kepala dan dada Diaz menggunakan tangan. "Lo tinggi banget, mungkin Oppa Chanyeol segini kali ya?" Mila terkekeh lalu menoleh ke belakang untuk melihat Revan sudah pergi atau belum. Begitu tahu tidak ada Revan, ia langsung memisahkan diri. "Lo ngambil kesempatan dalam kesempitan. Dasar!" "Jangan samain saya sama orang lain," lirik Diaz tidak suka. Mila memang mengira tinggi Diaz sekitar 180cm lebih, melihat pria itu saja harus mendongak kalau ingin menatap. Kali ini, mata Diaz menyipit sebab berhadapan dengan sinar matahari. Membuat kulit wajah putih bersihnya makin berkilau, atau biasa kalian sebut ... Glowing. "Lo gak masuk?" Mila dengar Diaz mau k

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-02
  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Tidak Punya Hak Untuk Melarang

    "Dari saya?" beo Diaz. Dia tidak akan membahayakan Mila dalam hal apa pun karena perempuan itu menakutkan kalau tidak sengaja tersentuh."Lo tau ... Cowok biasanya dikelilingi banyak setan," ujar Mila misterius."Kata siapa?" Diaz menertawakan ucapan Mila."Kata gue lah! Siapa tau pas malam-malam lo nelusup buat apa-apain gue. Bisa jadi, kan?!" Mila jadi ngeri membayangkan sendiri.Diaz bahkan tidak pernah berniat seperti itu. "Saya gak akan apa-apain kamu.""Tapi kan gak berlaku selamanya. Ngaku lo?"Ucapan Mila membuat Diaz terjengat. "Berarti kamu yang berharap saya apa-apain," tunjuknya langsung."Gue?!" Mulut Mila komat-kamit hendak menyumpahi Diaz. "Sama sekali gak minat. Dari awal juga lo yang mau nikahin gue."Diaz membalas, "Saya memang cari istri, tapi saya gak berharap itu kamu." Tunggu, kenapa mereka jadi bertengkar?Mila mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh. "Berarti gak cuma gue yang nyesel, lo juga ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-02

Bab terbaru

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   TAMAT

    Thank youuuu buat teman-teman yang sempat mampir ataupun tetap bertahan masukin novel ini ke rak bacaan kaliaann. Congrats buat aku sendiri yang udah tamatin kisah mereka dengan jangka waktu sangat panjang, bab absurd, dan ending membagongkan dan ngambang.Kalian bisa anggap akan ada sekuel dari Diaz dan Mila entah itu kehidupan anak mereka atau lainnya. Tapi so far, belum ada rancangan gimana gambaran cerita selanjutnya karena masih terjebak genre Teen.Semoga kalian tetap dalam lindungan Tuhan yang Maha Esa dan selalu sehat baik mental maupun fisik karena hidup tidak seringan pilus gais.Sekali lagi thank you so much!And bye bye~

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Adil

    "Ha? Hahaha ... Gue bayangin muka mereka bingungnya gimana."Vio tertawa puas di meja makan saat Diaz menceritakan apa yang terjadi di rumah Monica semalam.Meida menyuruh anaknya berhenti tergelak dan dengarkan saja kakaknya bicara. "Kamu tuh ya, orang lagi ngomong malah ketawa terus.""Yailah, Ma. Bayangin dong muka mereka. Apalagi Mas Agam sama istrinya yang naudzubillah, Haha." "Kapan Monica ketemu Pak Louis?" Diaz bertanya-tanya sebab sebelumnya Monica sibuk bolak-balik ke rumahnya dengan rencana balas dendam.Walaupun balas dendamnya berubah menjadi kasih sayang tak terduga. Kekeluargaan mereka sangat erat."Monica mungkin udah menduga ini bakal terjadi. Dia kan ngomong sendiri sering berdoa ketemu orang tuanya.""Vio!" Meida geram sekali dengan anaknya sampai ingin melempar sendok garpu."Mama kenapa sih sensi banget?" balas Vio."Omongan kamu itu!" "Orang Monica-nya yang bilang ke aku.""Diaz mau minta tolong, Mah."Meida menatap Vio sebab Diaz meliriknya. "Mama?" "Monica m

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Pengacara Monica

    Sebagai CEO yang memiliki waktu senggang banyak, Diaz memberanikan diri menemui pengacara Monica. Tepat hari sebelumnya mereka bicara serius melalui telepon untuk menentukan pukul berapa akan diskusi sebab pengacara pun punya acara lain.Diaz sangat terkejut rupanya ada kakak serta adik dari orang tua Monica turut datang ke rumah anak malang itu dengan raut tidak sabaran."Semuanya kenapa di sini?" Perasaan Diaz menghubungi pengacaranya saja, tidak mereka juga. Total ada 5 orang, termasuk dirinya.Akhirnya ia bergabung dengan mereka dan itu diperdebatkan."Kenapa ada dia di sini?" sahut Winda, adik terakhir dari Ibu Monica sembari menunjuk Diaz duduk.Diaz lantas menoleh tanpa ekspresi. Bukankah seharusnya ia yang memberi pertanyaan pada mereka?"Monica secara khusus meminta tolong saya untuk panggil Pak Diaz," jawab Louis tak kalah datar dari padang pasir."Hah! Kayaknya sih dia ngerayu Monica biar dikasih beberapa persen asetnya," timpal suami Winda, Agam.Kelihatan dari tampang mer

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Harus Ikhlas

    "Mama tetap gak nyangka, Mila.""Apalagi Mila, Bun."Mereka duduk besandar di ruang tamu setelah menghadiri pemakaman. Mila menatap langit-langit rumahnya seraya berkata, "Monica udah maafin Diaz belum ya, Bun? Kasihan mereka."Fila lantas menjawab, "Sebenarnya Monica pasti udah maafin Diaz dari dulu. Cuma karena mereka kurang akrab dan Monica sempat salah paham juga, dia agak canggung.""Aku padahal mau ke rumahnya lagi.""Nanti kalau Diaz ke sana aja. Dia pasti harus urus semuanya karena walinya Monica."Mila mengusap wajahnya, belum menyesuaikan kenyataan. "Mila mau mandi, Bun. Abis itu ke rumah Diaz lagi, dia harus ditemenin.""Iya sana. Bunda gapapa sendiri di sini."***Vio melihat Diaz berdiri di tengah pintu menghadap halaman belakang sembari memasukkan tangan ke saku celana. Kakaknya diam dengan deru napas teratur yang terdengar berat."Lo lagi ngapain?" Vio memberanikan diri mendekat dan berhenti di belakang Diaz."Bukan apa

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Pemakaman Monica dan Eric

    Suara langkah Diaz memenuhi lorong yang dihampiri suara petir dan cahaya kilat lewat celah jendela. Sesaat dia memperlebar jarak kaki supaya cepat sampai ruang jenazah yang terletak di bagian belakang rumah sakit.Di belakang Diaz, ada Mila yang juga berusaha mempercepat langkah agar bisa mengiringi suaminya. Kesekian kalinya sudut mata mereka meneteskan bulir bening atas perasaan berkecamuk.Ada-ada saja, diwaktu kurang tepat Diaz dihubungi Bayu, sekretarisnya. "Maaf, saya lagi ada urusan. Nanti saya telepon lagi, Pak." Masalah klien tidak jadi datang besok bukan hal besar. Bayu masih bisa menangani dikarenakan situasi mendesak.Begitu masuk ke kamar jenazah, Diaz sempat menjeda nafas beberapa detik untuk meyakinkan hatinya bahwa yang terjadi sekarang ini bukan bunga tidur. Di atas dua brankar terdapat dua tubuh terbujur kaku diselimuti kain putih. Petugas yang menjaga kamar jenazah malam ini hanya satu berjenis kelamin laki-laki. Dia terlihat sedang memeriksa

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Sulit Diterima

    Guyuran hujan secara tiba-tiba membasahi tanah dan jalan sejak tengah hari. Rencana Mila pergi ke Taman depan kantor jadi urung. Apalagi niatnya mau hujan-hujanan selagi deras.Diaz menyibukkan diri di depan laptop. Liburnya tetap bekerja. Bahkan lebih pusing dia daripada Mila yang suka mengarang cerita. Omong-omong, sudah 2 hari Mila tidak update bab novel. Apa kabar komentar pembacanya?"Kamu daripada berdiri terus di jendela, mendingan bantu saya beresin ini nih." Diaz menunjuk map-map miliknya yang kurang rapi di dekat meja satunya. Saking banyaknya yang belum tuntas, dia bingung mau membereskan yang mana."Ogah. Kamu kan udah kerjain bareng sekretaris kamu," cebik Mila.Diaz melirik layar laptopnya. Benar, dia sedang melakukan panggilan video dengan sekretarisnya demi mengurus berkas baru maupun yang diarsip bulan lalu."Barangkali mau," balas Diaz.Suara petir menggelegar langsung mengejutkan Mila karena berdiri di dekat jendela.

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Damailah Kalian

    "Udah pasang sabuk pengaman?" tanya Eric barangkali Monica menyepelekan betapa pentingnya menggunakan sabuk pengaman saat berkendara, baik pengemudi maupun penumpang.Satu dehaman menjawab pertanyaan Eric. Asisten keluarga Monica tersenyum kecil dan menjalankan mobil menuju MJ Coffe untuk mengopi santai sambil mengurus jadwal-jadwal tak beraturan dan kurang sesuai dengan keinginan Bosnya.Suasana ramai lancar kendaraan roda empat dan dua masih tampak asing di mata Monica. Bolak-balik antarkota mengakibatkan ia tak dapat lihat perkembangan kota kelahiran secara bertahap. Setiap tahun terdapat penaikan penduduk di Kepulauan Seribu. Syukurlah, pulau wisata itu masih terjaga keasriannya.Pernah satu, dua kali laut sekeliling pulau tercemar akibat pembuangan minyak ilegal. Saat itu penduduk kesulitan mendapat air. Pemerintah kota berbondong-bondong meminta pasokan air bersih walaupun kurang maksimal."Ini kalau urbanisasi dikurangi mungkin 5 tahun ke depan bak

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Sudah Biasa

    "Gimana jadwalnya? Gak bisa diubah?"Ekspresi datar yang sering ditampilkan gadis berusia 18 tahun itu bukan lagi hal baru untuk asistennya, Eric. Masalah perubahan jadwal dadakan yang dibuat Eric memang tidak disarankan jika bosnya seperti Monica.Umpatan, tatapan tajam, atau keduanya selalu didapat Eric sekali pun hubungan mereka dekat."Udah saya ubah. Jadi gak bisa diubah dua kali."SRRKKMap berwarna merah di atas meja dihempaskan begitu saja hingga lembaran di dalamnya berserakan di lantai."Astaga... " Suka tak suka Eric harus memungut tiap lembaran dan menyusunnya asal untuk diletakkan ke dalam map. "Ini ada kontrak, jangan dibuang-buang.""Lo tau sendiri kan tanggal 25 kita harus ke Sumatera buat baksos. Harusnya tanggal 26 kosongin jadwal. Bukannya malah ada kegiatan! Lo pikir gue gak butuh istirahat?""Iya tau. Tapi klien yang dari Jawa bilang tanggal 26 bisanya," bela Eric."Ya lagian lo sejak kapan mentingin

  • Terpaksa Menikah karena Wasiat   Panggilan Terputus

    Tirai berwarna merah menghalangi sinar yang menembus masuk. Wanita berbadan dua itu tengah membaca buku tentang bisnis milik suaminya sambil merebahkan tubuh. Setelah kontrol bulanan ke dokter kandungan, hasilnya janin berkembang baik. Belum begitu buncit perutnya lantaran masih 3 bulan mengandung.Aktivitas menulis novel berkurang, bukan suruhan Diaz melainkan secara inisiatif Mila lakukan. Ia sering tertidur jika menempel kasur, lalu bangun untuk makan dan jalan-jalan di dalam rumah untuk peregangan badan.Seringkali Diaz memergoki Mila bicara dengan perutnya sambil tersenyum riang di bangku teras rumah, apalagi sebelum berangkat bekerja. Sebisa mungkin Diaz turuti keinginan Sang Istri untuk meredam amarah satu sama lain. Selagi Mila tidak meminta rumah di planet Mars, Diaz mau saja tunduk di kakinya."Lagi apa?""Gak liat? Lagi nonton video."Pertama kalinya Mila memutar dokumentasi video pernikahan mereka, sebelumnya ia mengecam Diaz agar tidak

DMCA.com Protection Status