Masih berada di Pulau Perak, hingga malam mereka mendirikan tenda dan api unggun untuk membakar ikan. Monica duduk menekuk kakinya menunggu Eric memilah daging ikan agar durinya tidak ikut termakan.
Suasana sepi sama sekali tidak membuat mereka takut. Vio yang sangat benci gelap karena membayangkan adanya makhluk gaib, entah hilang ke mana pikiran itu sebab bermain-main bersama Mila. Mereka berdua bekerja sama membakar ikan karena percobaan pertama gagal, alias gosong sebelah.
"Lo harus makan juga." Monica menyodorkan piring kecil untuk Eric.
Eric mengangguk dan mulai makan bersama mereka. "Kalian berniat tinggal di sini?" tanyanya tertuju pada Mila dan Vio yang sibuk menikmati ikan bakar yang dibawa mentah dari rumah menggunakan cooler box.
Tingkah mereka yang meramaikan tiap percakapan tidak pernah terbayang oleh Monica setelah orang tuanya tiada. Monica tidak ingin meminta hal aneh pada Eric untuk berbuat hal semacam ini karena pasti merepotkan.
Mila tidak sengaja masuk kamar Monica yang pintunya terbuka lebar. Akibat ulahnya, Monica terkejut hingga menoleh tak ramah."Gue keluar ya... " Mila hampir menutup pintu, namun tidak jadi. Ia justru masuk dan mengunci kamar."Ngapain lo masuk tanpa izin?" sarkas Monica melihat gerak-gerik Mila yang aneh.Mila takjub dengan isi kamar Monica, tampak seperti kamar putri kerajaan dengan pintu khas ukiran kayu berwarna emas. Sejajar dengan tempat tidur terdapat lampu hias dengan cahaya normal, tidak akan menyakiti mata.Anehnya, hanya ada foto Monica sedang duduk di kursi dan Eric yang berdiri di sampingnya dengan background taman berwarna gelap. Mirip keadaan sesungguhnya."Lo suka sama Eric?" Mila bertanya tiba-tiba.Monica berdecak malas. "Kalau gak suka, gue memperlakukan dia persis gue memperlakukan lo.""Berarti ada kemungkinan lo jatuh cinta sama Eric dong!" pekik Mila ikut senang mendengarnya entah mengapa."Jan
Vio tidak ingin pulang ke Jakarta, dia betah hidup di pulau ini apalagi Eric seperti menggantikan peran Diaz sebagai kakak di rumah. Pria itu kalau tidak disindir mana peka sudah menelantarkan adiknya hingga tumbuh bar-bar.Mila mengemut permen sambil mengemas barang-barang ke dalam koper, mereka akan pulang nanti siang."Lo kenapa ngelamun? Bukannya beresin baju segala macam, malah buang-buang pikiran.""Gue gak mau pulang ah, nginep sebulan lagi. Lo pulang sendiri sana.""Lo yang bener aja, masa gue pulang sendiri.""Kenapa? Gak berani?""Lagi musim penculikan, jelas gue takut."Vio tertawa remeh. "Gue lebih khawatir Diaz diminta uang 100 milyar cuma buat nebus lo.""Menurut lo, dia mau nebus uang kalau gue diculik beneran?""Tergantung keuangan.""Ck, gue gak bisa percaya sama lo, apalagi Diaz. Sama aja."Vio menarik kopernya malas-malasan. "Gue baru sadar Eric lebih segala-galany
Mila menggigiti kuku jarinya di dalam mobil yang melaju menuju rumah. Apa alasan Eric memeriksa cctv saat Raffa dan Dani kecelakaan? Mengapa Monica mengkhawatirkan perbuatannya seperti akan terjadi hal buruk jika Eric terus mencampuri urusan keluarganya?Di belakang, Vio bergulat dengan pertanyaan di hatinya. Dia tidak mau tahu lebih lanjut bagaimana kesimpulan Eric walaupun berbeda dengan prakiraannya dan Mila."Diaz pernah kepikiran gak ya?" batin Mila lantas menoleh sekilas pada pria yang mendadak bisu saat menjemput mereka.Mila menepis pikiran negatif yang hinggap di kepalanya. "Itu murni kecelakaan. Gak mungkin lain-lain. Bisa aja orang itu kebetulan ada di sana, iya kan?" Sekali lagi ia tidak bisa mengutarakan lewat mulut.Eric adalah pria yang memedulikan banyak orang, sekalipun tidak kenal, dia akan membantu dengan senang hati. Itulah alasan yang tepat supaya Mila tidak berpikir konyol."Gimana liburannya?"M
Sudah 15 menit Diaz merelakan perutnya ditimpa kaki Mila yang sedang tidur.Berulang kali Diaz menerima panggilan masuk dari dewan direksi, dengan terpaksa dia bicara dalam posisi yang sama sekali tidak nyaman karena perutnya tertekan."Mila.""Bangun, Mila."Diaz menyingkirkan kaki Mila pelan-pelan lalu bangun untuk segera mandi. Tak disangka-sangka Mila sudah bangun setelah Diaz keluar dari kamar mandi."Kamu udah bangun?"Diaz menggosok rambutnya dengan handuk kecil berwarna abu-abu lantas duduk di tepi kasur.Mila menepuk punggung Diaz karena sprei belum rapi. Tahu sendiri dia sering mengomel kalau tidak sejajar."Mila, teman kamu ada yang udah nikah juga. Kamu tau?"Entahlah. Mila tidak ingat ada berapa temannya selain Stephen."Namanya siapa dulu?" Tidak ingin bohong, Mila akan mengingatnya."Gita Lusiana," jawab Diaz sembari menyemprot rambutnya menggunakan hair spray setelah disisi
TOK TOK TOK"Mila ... Main yuk!"Stephen mendatangi rumah tetangga seberang karena 1 minggu lebih tidak ada kabar. Dia takut Mila ditelan bumi atau paling parah sedang meratapi hidupnya yang semakin datar dari terakhir mereka komunikasi.Senyumnya terbit begitu pintu terbuka walau yang muncul adalah Fila. "Bunda... " sapanya seperti biasa, riang."Ada apa, Stephen? Kamu kemarin halu Mila ada di rumah, sekarang alasan apa lagi?""Ya ampun, Bunda. Mila gak kasih kabar seminggu lebih, Stephen takut Mila hilang tanpa jejak.""Kamu tuh berlebihan. Bunda kasih tau ya, Mila gak ngabarin kamu karena lagi pergi honeymoon kedua sama Diaz."Stephen terperanjat mendengar mereka bulan madu kedua. "Yang pertama, kapan?" batinnya tertinggal informasi."Kok diem? Kaget ya kamu?" tanya Fila lantaran Stephen diam dengan mata melotot.Stephen mengangguk. "Kaget banget, Bund." Dia terkejut karena tidak tahu kapan bul
Masih tidak percaya, Stephen mendatangi kediaman Diaz untuk memastikan mereka sedang sandiwara atau benar-benar bulan madu."Permisi... "TOK TOK TOKResiko terbesar jika ucapan Fila benar, Stephen akan ditendang oleh penghuni rumah yang lain. Namun, dia harap mereka benar pergi. Itu artinya, Mila sudah menerima Diaz.TOK TOK"Per- " Stephen menarik tangannya dan meminta maaf telah mengetuk jidat seorang perempuan yang tiba-tiba membukakan pintu rumah. "Eh, sorry. Gak sengaja. Aduh, maaf, maaf."Vio meniup poni depannya lantas membatasi pintu. "Lo siapa?""Stephen. Lo dateng ke acara tunangan gue sama Mila. Inget?" Tidak mungkin ada orang yang lupa dengan wajahnya, walaupun tephen sadar dia tidak cukup tampan seperti Diaz."Iya, gue inget." Vio rasa banyak orang aneh yang mengganggu ketenangannya belakangan ini. "Lo mau apa ke sini?"Stephen berjinjit agar bisa melongok ke dalam. "Mila di rumah ga
"Jadi, kalian mampir ke sini setelah sewa pulau pribadi?"Monica meregangkan otot lehernya ke kanan dan kiri setelah Diaz dan Mila ke rumahnya tak lama setelah Mila dan Vio berlibur."Kalian gak lupa, kan? Rumah yang harusnya gak didatangi siapa-siapa, jadi banyak pengunjung 2 minggu terakhir. Lo, Diaz, Vio... " Monica menyebutkan nama mereka lalu menghela napas malas. "Besok lagi sewa pulau lain," tukasnya dalam artian tidak akan menerima mereka lain hari, sekalipun mendesak."Tapi, gue seneng bisa ke rumah lo lagi, Monica." Mila selalu antusias mendatangi rumah Monica yang bernuansa putri kerajaan, terlebih mereka hidup berdua saja seperti Raja dan Ratu yang memimpin wilayah."Gue gak seneng." Monica menatap Diaz, dia tersenyum sendiri sambil melihat langit-langit rumahnya. Tidak ada perbedaan lebih, Monica membiarkan isinya sama seperti tahun-tahun sebelumnya."Rumah kamu makin bagus, Monica." Diaz memuji saudaranya yang pandai menjaga int
Mila sudah membicarakan bersama Eric alasan yang mendukung dia ingin pergi melihat pria yang diduga saksi kuat atas kecelakaan yang menimpa Dani dan Raffa.Eric mengatakan, dia ingin membantu mereka jika betul ada sesuatu di balik insiden mengerikan itu. Dia mengimbuhkan, tidak baik juga jika kepikiran terus-terusan. Lebih baik temui dan tanya langsung. Mereka hanya perlu bersiap jika kesaksiannya berbeda dengan hasil olah TKP.Jujur saja Mila tidak begitu ingin mendengar jawaban pria yang membuat Eric penasaran setengah mati. Lebih baik ia mengetahui kalau mereka murni kecelakaan. Jika tidak, Mila akan rapuh dan mungkin lepas kendali.Tak dipungkiri, Eric memang punya banyak relasi dan cukup pandai menyelidiki hal demikian karena lulusan dari perusahaan keamanan.Masalah seriusnya adalah Diaz belum tahu apa yang diketahui mereka berempat. Baik Mila atau Vio tidak ada yang ingin buka suara, apalagi Monica dan Eric. Tanpa perjanjian mereka tela