Angga menghampiri Reina yang kebetulan sibuk mencuci pakai didalam kamar mandi. Suasana di ruangan itu terlihat begitu hening. Sedangkan kedua putrinya sedang berada di taman kanak-kanak, menikmati proses bermain dan belajar sebelum memasuki usia sekolah dasar. Singkat cerita, Angga mengetuk pintu dan membukanya secara perlahan-lahan.
Reina tersenyum kearahnya dengan wajah yang memucat. Mungkin saja Angga mengira Reina kecapean melakukan rutinitas selayaknya ibu rumah tangga lainnya. Padahal, dirumah mereka sudah ada dua pembantu dan satu satpam. Hanya saja, ketiga orang tersebut seringkali meminta izin untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Entah karena ada alasan upacara, anak sakit atau lain sebagainya.“Maaf Reina, saya telah mengganggu aktivitas kamu” ujar Angga. Ia berdiri sedangkan Reina masih berjongkok.Reina mulai berdiri dan kini tepat sekali berhadapan dengan Angga. Keduanya saling bertatapan.“Nanti sore apa kamu sibuk?”tanya Angga."Tidak, memangnya ada apa Pak Angga menanyakan hal itu?" tanya Reina."Nanti sore ikutlah denganku ke pesta dan pakai pakaian yang sesuai dengan konteks" ujar Angga sambil memberikan beberapa uang merah pada Reina.“Uang ini untuk saya Pak?” tanya Reina kebingungan.“Iya, anggap saja itu bonus atas kesiapanmu! Jangan membuat saya kecewa” ujar Angga sembari berlalu.Wajah Reina mulai memerah, detak jantungnya terasa berdenyut lebih kenyang dari biasanya. Merasa hari ini adalah kesempatan emas untuknya lebih dekat dengan Angga, Reina pun mencoba prepare lebih awal. Masuk kedalam kamar tidur lalu membuka lemari pakaian."Aku baru ingat, aku tidak punya pakaian untuk acara-acara kayak begituan” gumamnya pelan.Akhirnya siang ini Reina langsung menuju ke arah toko yang jarak lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal Angga. Cukup hanya mengendarai kendaraan motor kesayangannya itu kini ia telah sampai ke tempat tujuan. Toko pakaian yang cukup terkenal. Sejujur tubuhnya bergetar karena seumur-umur belum pernah memasuki toko mewah seperti ini. Paling maksimal Reina hanya menginjakkan kakinya ke pasar Minggu saja. Di sana pun ia harus pandai-pandai mengatur keuangannya agar tidak habis hanya untuk berbelanja saja.“Selamat datang di Toko Mutiara Cinta” sapa salah satu karyawan di toko tersebut.Reina membalas dengan senyuman manis lalu mulai fokus ke beberapa pakaian yang telah ada didepan matanya. Semua terkesan mewah dan bagus-bagus. Reina seketika sumringah ada rasa senang luar biasa yang kini ia rasakan dari lubuk hati. Reina mencoba memilih pakaian yang dirasa cocok untuknya, “Rasanya gaun ini cocok untuk nanti malam” gumamnya ketika melihat pakai dress berwarna merah merekah.Ketika Reina tengah berbunga-bunga, Centini juga ada ditempat yang sama. Reina memang tidak melihat kehadiran Centini, akan tetapi Centini melihat Reina di sana!“Ah? Si miskin itu berbelanja di toko semahal ini? Tidak-tidak! Ini pasti mataku yang bermasalah!" gerutunya.Centini membawa pakaian yang ia pilih menunju ke arah kasir. Centini mengikutinya dari kejauhan, ”Gila... Dia beneran Reina!" serunya tak menyangka.Reina yang sudah membayar kini mulai menuju ke arah parkiran. Centini tidak mau ketinggalan informasi dan ia juga ikut mengikuti Reina dari arah belakang. Reina mengendarai motornya sementara dari belakang Centini mengendarai mobil yang baru ia beli. Sehingga Reina tidak akan bisa mengetahui siapa yang sedang berada dibelakang kendaraannya. Reina turun dari motor saat sudah berada di depan rumah.Terlihat, Angga sedang duduk bersantai di teras rumahnya. Tidak ingin berlama-lama, Reina langsung menghampirinya dan mulai menunjukkan barang yang telah ia beli barusan kepada Angga, “Bagaimana Pak? Apa pakaian ini cocok untuk nanti malam? Jika tidak, saya akan membeli pakaian yang lain” ujar Reina.“Tidak perlu, itu saja sudah bagus” ujar Angga.Melihat pemandangan yang tidak mengenakan, membuat perasaan Centini mendadak berapi-api, “Tidak mungkin Angga semudah itu move on dari Yuna? Apa jangan-jangan... Reina memakai susuk biar Angga tergila-gila!” serunya sembari berlalu.Disaat Reina tengah mengobrol dengan Angga, Pinky pun datang menghampiri mereka. Kebetulan sekali, Pinka dan Pinky sudah pulang dari sekolahnya yang diantarkan oleh satpam pribadi Angga. Wajah Pinky tampak cemberut dan matanya mulai berair. Melihatnya seperti itu membuat Angga dan Reina menjadi khawatir dengan putri mereka tersebut.“Kamu kenapa?” Tanya Angga.“Papa, aku kangen sama Mama. Kapan Pinky bisa jenguk Mama lagi?” tanya Pinky.Angga terdiam, sementara Reina berusaha untuk mencari cara agar Pinky tidak membahasnya lagi. “Mama kamu lagi istirahat jadi tidak bisa diganggu. Sebagai gantinya, Ibu Reina kasih permen coklat buat Pinky” ujar Reina sambil mengarahkan permen coklat lolipop.Pinky menganggukkan kepalanya lalu mengambil permen tersebut dan masuk ke dalam ruangan. Detik itu juga, Angga meraih tangan Reina dengan rahang wajah yang mengeras.“Mengapa kamu berbohong?” tanya Angga.“Aku tidak tega melihat Pinky...” lirih Reina.“Tapi kau telah memberikan harapan yang tidak akan pernah terwujud dan bukanlah hal itu akan membuatnya semakin sakit?! Kamu memang berbeda dengan Yuna, nasib apa yang menimpaku harus menikah dengan wanita sepertimu!” seru Angga sembari berlalu.Reina menghela nafas, ia tidak ingin menangis hanya karena ditegur. Sambil berusaha menghusap air matanya, Reina pun memilih untuk menyimpan pakaian dress tersebut ke dalam kamar tidur dan memilih untuk tidur. Hingga siang telah berganti dengan sore dan Angga telah berpakain dengan rapih sementara kedua putri kecilnya telah dititipkan ke rumah ibunya, nenek dari Pinka dan Pinky. Reina terbangun dari tidur nyenyaknya, dengan cepat ia masuk kedalam kamar mandi. Dengan persiapan yang belum matang, hanya bermodalkan berpakaian kasual dan memakai lipstik saja, terlihat Reina tidak terlalu mencolok. Angga sendiri tidak memperhatikan Reina yang belum menyisir rambutnya yang panjang itu karena sibuk melirik jam arloji dipergelangan tangan kirinya.“Maaf, aku terlambat” ujar Reina saat turun dari lantai atas menghampiri Angga di sofa.“Tidak apa-apa, ayo ikut saya” ujar Angga.Mereka masuk ke dalam mobil dan melakukan perjalanan selama dua jam lebih. Saat sampai, banyak orang yang menyapa Angga dan begitupun juga sebaliknya. Reina sama sekali tidak mengenal mereka hingga ia terlihat kebingungan sendiri. Untungnya Angga tidak Setega itu membiarkan Reina sendirian, ia menggandeng tangan Reina tanpa persetujuan Reina sendiri. Disisi lain, Centini juga hadir di acara yang didatangi oleh Angga. Namun ia memilih untuk tidak menampakkan diri dihadapan mereka. Matanya memerah itu selalu melirik ke arah Reina. Seakan, ia ingin menghabisi Reina detik ini juga.Acara di pesta itu terlihat begitu mewah, para tamu undangan juga tidak kalah mewahnya. Mereka memakai kostum yang elegan dan juga menatap rambutnya semenarik mungkin. Karena jomplang, banyak pasang mata yang melirik ke arah Reina. Bukan... Bukan karena Reina tidak cantik, melainkan mereka fokus ke arah rambut Reina yang masih berkepang dua dengan kondisi berantakan.“Kamu tunggu saya disini, saya ada urusan sebentar” bisik Angga pada Reina.Reina hanya mengangguk pelan, tanpa sengaja ia lupa bahwa Angga telah mulai menjauh darinya. Hingga ia sendirian, di kerumunan orang banyak. Reina yang memakai separuh tinggi membuat langkah kakinya menjadi kurang nyaman. Sesekali ia melepas sepatunya lalu di pakai lagi karena tidak ingin dilihat banyak orang. Sementara itu, Angga belum juga datang menemuinya yang mulai canggung.“Mau minum?” tanya seseorang yang mendekati Reina. Terlihat wanita muda memakai kacamata bulat, wajahnya oval dan terlihat imut itu memberikan minuman kepada Reina.“Terimakasih, tapi... Tapi saya tidak suka alkohol” ujar Reina menolak secara halus.“Minumlah sedikit saja karena tidak boleh loh menolak pemberian orang” ujar wanita asing tersebut.Reina tidak enak hati dan meraih minuman alkohol tersebut. Dengan raut wajahnya yang tertekan, Reina berusaha untuk menelan alkohol itu hingga habis. Wanita muda disampingnya langsung mengenalkan dirinya pada Reina, setelah itu ia pergi begitu saja. Beberapa detik kemudian, Angga datang sambil tersenyum ke arah Reina, “Maaf menunggu lama” bisik Angga.Reina menggelengkan kepalanya, sesekali tangannya mengucek kedua bola matanya, “Kita kesana yuk!” seru Angga ketika melihat Centini yang tengah asyik mengobrol dengan para undangan yang lain.Reina mengangguk lalu mereka berjalan dengan pelan. Hanya saja, ke fokusan Reina mendadak menurun ditambah lagi sepatunya yang tinggi membuat Reina kehilangan keseimbangan. Hingga ia jatuh dan menubruk orang disampingnya yang dekat dengan kolam renang. Halhasil, baik orang yang tabrak dan Reina sendiri kecebur ke kolam renang.“Reina!” teriak Angga, dengan refleks menolong Reina dan wanita lain yang ikut terjatuh tersebut.Wanita itu tidak terima lalu memaki-maki Reina dihadapan orang banyak. Seketika Centini datang dan berusaha mererai mereka. Dengan tegasnya Centini meminta maaf pada wanita tersebut. Angga sendiri benar-benar merasa malu, malu telah membawa Reina ketempat yang tidak cocok untuk istrinya tersebut.“Ikut aku!” Angga meraih tangan Reina untuk keluar dari lokasi dan membawanya masuk ke dalam mobil. Selama diperjalanan pulang, Angga memilih untuk diam namun wajah dan sorotan matanya tidak dapat berbohong. Ia benar-benar kesal dengan kejadian barusan.Sesampainya di rumah, Reina meminta maaf karena ulahnya, Angga menjadi pulang lebih awal. Permintaan maaf itu sia-sia, Angga tidak menggubrisnya dan memilih masuk ke dalam kamar tidur.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Pintunya dikunci, aku tidak bisa masuk...” lirih Reina.Reina terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Merasa hawa terlalu dingin, membuatnya tidak bisa tidur dengan nyaman. Reina meraih ponsel Android yang telah menemaninya sedari ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Jam masih menunjukkan pukul setengah tiga, sedangkan Reina tidak dapat melanjutkan tidurnya. Ia menghela nafas, lalu memilih untuk memasak.jam telah menunjukkan pukul setengah enam, Reina telah menyiapkan masakannya di atas meja. Wajahnya menegang, ia masih memikirkan kejadian semalam, ”Uuh... Semoga saja Pak Angga tidak marah lagi” gumamnya dalam hati.Terlihat dari kejauhan, Pinka dan Pinky sudah terbangun dari tidurnya. Mereka keluar dari kamar tidur karena mencium aroma masaka. Reina melihatnya dan memanggil mereka untuk duduk duduk bersama. Kedua bocah itu memintanya untuk mengambilkan nasi dan lauk pauk, Reina tersenyum dan menuruti kemauan putri sambungnya tersebut.“Ibu Reina, sekarang Ibu Reina mau mandi ya?” tanya Pinka.”Iya, setelah selesai bersih-be
"Apa? Tidak mungkin ini terjadi!" seru Reina, Ia menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, hasil telah menunjukkan hal yang sebenarnya. Sebaiknya Ibu harus ikhlas dan jaga putri Ibu dengan lebih hati-hati" ujar dokter. Reina langsung membayar sesudah dokter selesai memeriksa keadaan Pinky. Ia mengajak kedua putri kembarnya untuk masuk kedalam mobil. Tidak ada sepatah apapun yang dapat Reina ucapkan, hanya bayangannya kini dipenuhi dengan rasa bersalah, "Tuhan, apa yang mesti saya lakukan? Jika Angga mengetahuinya, dia pasti tidak akan memaafkanku..." lirih Reina dalam hati. Tak terasa butiran air mata mulai jatuh membasahi pipinya yang mulus, disisi lain Pinka melihatnya dan dengan polosnya ia bertanya, "Ibu Reina kok menangis?" Tangan mungilnya itu dengan reflek menghusap air mata di pipi Reina, "Ibu hanya sedikit mengantuk" ujar Reina dengan berbohong. Tak berselang lama, terdengar suara handpone yang berdering cukup keras. "Kok gak diangkat Bu?" tanya Pinka. "Sayang, bahaya bil
"Reina, tidak sia-sia kita bekerja! Uang gajih ini telah membayar rasa lelahku selama satu bulan lamanya'' ujar Agustina dengan sumringah.Reina menatap wajah beberapa karyawan yang juga terlihat begitu bahagia kecuali dirinya. Disaat yang lain mendapatkan bayaran di akhir bulan, mengapa ia belum mendapatkannya? Ingin protes tapi ia malu tuk mengatakannya. Ditambah Reina merasa malas harus berhadapan dengan orang kepercayaan suaminya itu. "Ayo kita ke kafe malam ini buat merayakan!" ajak Agustina pada Reina."A-aku belum bisa ikut..." lirih Reina. Agustina menatap wajah Reina dengan rasa heran, tak seperti biasannya Reina menolak ajakannya itu. Dengan rasa penasaran, Agustina mencoba menanyakan alasan Reina menolak ajakannya tersebut. Dengan jujur Reina mengaku bahwa ia belum menerima haknya. Agustina terkejut dan sesekali menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kamu harus tegas sama Centini! Biar dia tak seenaknya kayak gitu. Apalagi kamu kan istri Ceo, pasti dia gak akan berani memecat ka
“Tutup mulutmu!” seru Agustina.”Kenapa kalian tega dengan Reina? Apa salahnya pada kalian sehingga Reina harus dipecat seperti itu!” seru wanita muda berkemeja putih dengan rambut pendek tergerai.Rosa langsung meraih tangannya dan menyisipkan beberapa selembar uang merah, “Kau butuh ini juga kan?” Seketika wanita muda itu melempar uangnya hingga uang-uang tersebut berjatuhan di lantai, ”Saya tidak seperti kalian!” tegasnya sembari berlalu.Rosa langsung cemas, wajahnya mulai memerah! Ia takut jika kejahatannya terbongkar detik ini juga. Rosa melirik Agustina yang masih terpaku, ”Bagaimana ini? Jika Intan mengadu pada Pak Angga, maka habislah kita!!!” “Kita harus berbuat sesuatu!" tegas Agustina.“Apa rencanamu? Cepatlah, beritahu aku!” seru Rosa.***“Hallo? Reina, ada hal penting yang ingin saya sampaikan ke kamu. Tapi saat ini saya mau menyelesaikan pekerjaanku dulu, nanti setelah pekerjaan ini sudah selesai, saya akan mampir ke rumah kamu” Intan mematikan telepon dan kembali bek
"Nihhh uangnya sudah saya bagi rata! Selebihnya silahkan dihitung sendiri!" seru Agustina.Rosa meraih uang itu dan mulai menghitung, "Sudah pas!" serunya. Lalu Rosa menaruh uangnya ke dalam tas dengan raut wajah tak senang."Apa dia bakalan ngelaporin kita ke polisi?" tanya Rosa.Agustina terkekeh mendengar pertanyaan Rosa yang masih ragu. Agustina menenggak minuman manis ia baru saja mereka beli di Indomaret terdekat. Merasakan rasa yang enak, Agustina memilih untuk menikmatinya. Sementara Rosa, ada perasaan takut yang tengah menghantui pikirannya. Terlebih, ia tidak ingin masuk penjara dan meninggalkan anaknya yang masih berumur tiga bulanan."Sebaiknya kau buang jauh-jauh sifat pengecutmu itu Rosa! Lagian kita sudah memegang ini, dia tak akan berani macam-macam" ujar Agustina, ia menunjukkan sebuah kamera Canon yang sedari tadi ada didalam tas kerjanya."Benar juga! Kamu memang cerdik" puji Rosa.Keduanya tertawa atas penderitaan orang lain. Mereka bahkan tak memiliki rasa kasihan
“Anakku, Mama sangat khawatir melihat kamu terbaring lemah seperti ini. Mama tidak bisa membayangkan bila kamu pergi meninggalkan Mama seorang diri...” lirih Anum mama dari Reina.Ujang berada disamping sang istri dengan wajah tak kalah cemas. Terlebih saat ia mendapatkan sebuah fakta yang sangat sulit untuk diterima. Dokter telah memvonis Reina, bahwa ada tumor yang mencurigakan tengah berada di dalam tubuh beberapa putri semata wayangnya itu. Hanya saja dokter belum dapat memastikan seberapa berbahayanya tumor-tumor tersebut karena proses mendiagnosis harus memerlukan beberapa rangkaian pemeriksaan. Karenanya Dokter menyarankan kepada kedua orang tua Reina untuk memberikan kondisi Reina secara rutin.Dokter, kira-kira berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk pengobatan putri kami?” tanya Ujang.“Untuk informasi pembayaran silahkan bapak bertanya pada penjaga administrasi” ujar dokter sembari berlalu.Anum tak henti-henti memeluk tubuh Reina yang tak sadarkan diri. Ia tak ingin pu
“Kalian mau ngapain sih!” pekik Intan saat Agustina dan dan Rosa menarik tangannya dengan kasar. “Mau apa? Ha! Kami ingin meminta uang!” bentak Agustina.”Uang? Apa maksudmu? Perasaan saya tidak memiliki hutang pada siapapun. Apalagi sama setan-setan macam kalian!” seru Intan.PLAKTamparan keras mengenai pipi Intan, rasa yang begitu perih membuatnya merintih. Intan merasa heran dengan perbuatan mereka yang tidak masuk akal kepadanya, “Kalian jahat!” teriaknya sembari mengusap pipinya yang masih sakit.“Kami itu tidak jahat tapi kami butuh uang! Kau mau video itu kesebar? Mau dibawa kemana wajahmu yang dekil kek gitu!” seru Agustina.“Sudah deh... Lebih baik kamu lihat video ini dulu biar bisa berpikir cepat” Rosa menunjukkannya ponselnya di dekat Intan. Bola matanya terbelalak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Sebuah adegan panas diperankan oleh wanita muda berambut pendek sedang bergulat pada om-om di atas ranjang. Adegan demi adegan terpampang dengan jelas! Tak bisa Intan pung
Hari ini tepat tanggal merah menjadi hari yang baik untuk Reina karena akan segera cabut dari rumah sakit yang telah membuatnya tak nyaman berada di sana. Selalu mencium bau obat-obatan, mendapatkan bubur yang rasanya tawar bukanlah hal menyenangkan bagi siapapun yang tengah sakit. Kini, Reina bisa kembali menatap langit dengan bebas tanpa mencium lagi aroma obat-obatan..“Mari Bu, biar saya yang menaruhnya" terlihat seorang bapak-bapak paruh baya berpakaian kemeja dan dasi. Wajahnya sudah tak lagi muda, namun terlihat begitu cekatan. Ia mengangkat semua barang-barang milik Reina dan menaruh semua barang tersebut ke bagasi mobil.“Terimakasih Pak Kasim” ujar Reina.“Sama-sama Bu. Awas hati-hati!” Pak Kasim membantu Reina untuk masuk ke dalam mobil.Reina duduk di depan berdampingan dengan kursi pengemudi. Setelah dirasa aman, Pak Kasim langsung masuk ke dalam mobil dan mulai mengemudi dalam kecepatan normal. Reina yang baru membaik tak terlalu banyak bergerak atupun berbicara dan memi
Dirgantara sudah mulai terbiasa dengan lingkungan baru di sekitarnya. Bahkan, sekarang ia menjadi akrab dengan beberapa rekan kerja yang laki-laki. Saat dirgantara dan yang lainnya asyik mengobrol tanpa ada angin tiba-tiba Reina datang. Hal ini membuatnya terkesima dan tak percaya! Begitupun dengan Reina yang tak kalah terkejut.“Kamu...?” Anya menunjuk dirgantara yang masih terpaku.Rosa berpura-pura batuk dan berbarengan dengan itu, Angga datang dan lalu mencairkan suasana. Ternyata, Reina datang ke kantor hanya memberikan sarapan siang untuk suaminya.“Apa? Kalian suami istri?” ucap Dirgantara tak percaya.“Benar! Reina adalah istri saya dan Reina perkenalkan dia adalah Dirgantara, karyawan baru yang berhasil mengembangkan proyek kita” ucap Rangga dengan penuh kekaguman.Mendengar hal itu Reina tersenyum. Sebuah senyuman tulus yang mampu menusuk perasaan Dirgantara saat ini. “P–permisi Pak! Saya ingin kebelakang–” ucap Dirgantara dengan terburu-buru.Tak ada yang menaruh curiga ap
Di ruang tunggu perusahaan, Dirgantara menunggu dengan tegang. Namun, ketika dia dipanggil untuk wawancara, dia mengubah ketegangan menjadi semangat. Dia memasuki ruang wawancara dengan percaya diri dan senyuman di wajahnya, "Saya pasti bisa hidup mandiri" gumamnya dalam hati. Selama wawancara, Dirgantara mengesankan Centini dengan pengetahuannya yang luas tentang teknologi dan trik-trik berbinis. pengalaman proyek yang relevan, dan keinginannya yang tulus untuk berkontribusi pada perusahaan. Dia menjawab setiap pertanyaan dengan percaya diri dan memberikan contoh konkret tentang kemampuannya. Setelah wawancara selesai, Dirgantara meninggalkan ruang wawancara dengan perasaan puas. Dia percaya bahwa dia telah memberikan yang terbaik dari dirinya dan langsung diterima! Beberapa karyawan mulai mendekatinya terutama para wanita. Mereka terpesona melihat rupa dari seorang Dirgantara. Bahkan, Rosa pun secara blak-blakan mendekatinya dan meminta nomor whatsaapnya. Hanya saja, Dirgantara men
Seiring berjalannya waktu, Reina dan Angga mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Reina dengan kepolosannya dan Angga dengan kerentanannya membuka diri satu sama lain. Mereka menemukan kesamaan dalam mimpi dan aspirasi mereka, dan lambat laun, Angga mulai merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan hubungan mereka.Walau awalnya ragu, Angga terkejut dengan bagaimana Reina mampu melihat kebaikan dalam dirinya bahkan ketika dia tidak bisa melihatnya sendiri. Melalui setiap cerita yang mereka bagikan, setiap senyuman yang mereka berikan, Angga mulai merasakan dirinya terhubung dengan Reina lebih dari yang pernah dia bayangkan."Apakah saya telah jatuh hati padanya?" gumam Angga dalam hatinya."Nanti malam akan aku utarakan perasaan ini. Semoga saja, Reina juga memiliki perasaan yang sama"***Di sebuah kafe yang hangat, Angga menatap mata Reina dengan penuh keyakinan. Dia berbicara dengan jujur tentang perasaannya yang tumbuh untuknya, tentang bagaimana Reina telah mengubah hidu
Reina bersembunyi dibalik pohon besar. Nafasnya terengah-engah berharap Agustina pergi menjauh. Dalam persembunyianya, Reina tidak menyangka bahwa sosok teman yang dianggap baik kini malah menjadi malaikat penyabut nyawa! Rasa kecewa, ketakutan, amarah kini beradu padu. Siapa lagi orang yang bisa Reina percayai? Saat tengah melamun, Reina dikejutkan oleh Agustina yang hampir menusuknya. Untung saja tancapan pisau itu tidak tepat sasaran. Justru malah tertancam d pohon besar yang sempat melindungi Reina dalam persembunyian."Sadar! Tindakanmu sangat berbahaya!" seru Reina, sembari melindungi diri.Agustina tertawa sesaat kemudian menangis sesenggukan. Semua ekspresi di raut wajah Agustina dengan mudah berubah. Reina tidak bisa meminta tpertolongan karena ia sadar disekeliling mereka hanya ada pepohonan besar. Kalaupun berteriak sekencang-kencangnya tidakan ada yang datang menolong. Justru hal itu akan semakin mempermudah Agustina untuk melukainya bila lengah."Apa salah saya sama kamu?
Malam ini Reina telah berpakaian kasual sesuai dengan tempat mana yang akan ia datangi. Melihat Angga tidak ada didalam rumah karena sedang lembur bekerja, hal ini membuat Reina tidak perlu lagi harus sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh suaminya.TokTokTokSuara ketukan pintu terdengar dengan jelas. Reina membuka pintu dan rupanya Bik Surti telah ada didepan mata, "Eh Bik Surti, ada apa Bik?" tanya Reina."Anu Buk, ada tamu" ujar Bik Surti.Reina langsung menebak siapa yang datang ke rumah dan agar tidak ingin berlama-lama, Reina meminta Bik Surti untuk memberitahukan pada tamu untuk menungguinya sebentar. Bik Surti mengiyakan dan bergegas turun ke lantai bawah. Sesampainya di ruang tamu, Bik Surti langsung menyampaikan pesan tersebut.Terlihat, Agustina mengangguk pelan sambil matanya sesekali melirik ponsel yang ia pegang."Sambil menunggu Buk Reina, anda mau dibuatkan minuman apa?" tanya Bik Surti."Tidak perlu, Saya sudah minum jus di kafe" selaras dengan itu, Reina pun da
“Ibu Reina, Pinka mau mengajak Ibu Reina ke Australia bareng sama nenek dan Pinky. Apa ibu Reina mau ikut?” tanya Pinka.“Tidak bisa. Ibu ada urusan di Indonesia, kamu sama Pinky jangan nakal-nakal ya , sekolah yang rajin agar mama Yuna bahagia" ujar Reina.Mereka harus berpisah ke bandara. Meskipun Reina bukanlah ibu kandungnya namun tetap saja ia merasa kehilangan. Berusaha tersenyum dan melambaikan tangan ketika kedua bocah itu telah masuk. Angga juga melambaikan tangan namun lebih terlihat tenang.“Apa wanita itu dapat kamu percaya?” tanya Reina pada Angga.“Tentu, dia adalah kakak angkat ku dan menjadi orang terpercayaan” sahut Angga.Reina menunduk lalu mengangguk. Angga mengajaknya pulang seusai pesawat telah terbang. Reina mengikuti Angga dari arah belakang dengan perasaan yang masih bersedih.Sekarang, mereka hanya berdua di rumah yang sangat besar dan mewah. Pembantunya pun hanya tinggal Bik Surti saja. Sementara pak satpam memilih berhenti bekerja karena sudah sakit-sakitan
“Rosa, kenapa kau terlihat lesu seperti itu?” “Iya, Nih.... Apa ada masalah?”Begitulah beberapa pertanyaan yang Rosa dengar dari rekan kerjanya. Mereka merasa ada hal lain dengan wajah Rosa. Disamping Risa, Agustina juga mendengar namun ia memilih untuk tidak berbicara. Terlihat dari Rosa yang mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.“Kemarin malam aku insomnia. Lalu aku tidak bisa tidur dan rasanya lelah sekali” ujarnya.Dijunjung pintu, terlihat Angga dan Centini berjalan berdampingan. Sontak membuat mereka bersiap-siap untuk menyambut mereka dengan ramah. “Selamat Pagi, Pak angga”“Selamat Pagi, Buk Centini”Angga dan Centini membalas sapaan mereka dengan senyuman hangat. Lalu Angga memerintahkan mereka untuk untuk bersiap-siap karena perusahaan mereka akan didatangi oleh CEO ternama yang akan membahas hubg kerjasama dengan perusahaan Hanum. Mendengar hal itu, sontak membuat Rosa terkejut. Ia lupa membawa berkas penting dan masih berada didalam rumahnya!“Ingat, persiap
Regan, seorang pria muda yang penuh kasih, menemukan bahwa pacarnya yang tercinta telah meninggal dunia karena ulah Rosa dan Agustina. Kematian pacar Regan ini mengguncangkan hatinya dan membuatnya penuh keputusasaan. Tangannya bergetar hebat ketika menonton sebuah video panas kekasihnya. “Rosa, Agustina! Kalian harus dipenjara!!!” Regan segera mencari kontak WhatsApp dengan harap ia dapat menemukan nomor satu kedua pelakunya. Sayangnya Intan tidak menyimpan nomor WhatsApp dari keduanya, "Aku tidak boleh menyerah begitu saja, aku harus ke kantor mereka hari ini juga–”Regan menaiki sepeda motor matic yang tadi sempat ia bersihkan. Dengan terburu-buru, ia sampai tidak berpamitan kepada ibunya yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Ya, ibunya sedang sakit lumpuh dan tidak bisa beraktivitas normal seperti sediakala. Air matanya terus berjatuhan seiruga dengan cepatnya laju kendaraan. Ia hanya ingin bertemu mereka secara mungkin.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai jug
Dirgantara yang berdiri di puncak menara tinggi, melihat ke langit yang luas. Matahari terbenam dengan cahayanya yang memancar, mengecat langit dengan warna oranye kemerahan yang memukau. Di tengah keindahan alam itu, Dirgantara memandangi sapu tangan yang diberikan oleh wanita asing yang tadi ketinggalan dirinya. Sapu tangan itu terikat erat pada tangannya, menjadi sebuah kenangan dari pertemuan yang singkat namun selalu terdapat di relung hatinya. Dalam keheningan, Dirgantara merenungkan arti dari hadiah tersebut, mencoba menghubungkan jejak-jejak takdir yang mengaitkan mereka berdua. Apakah ini pertanda dari alam ataukah hanya kebetulan belaka? Hanya waktu yang akan menjawabnya.“Sapu tangan ini? Aku akan mengembalikannya” gumam pemuda yang bernama Dirgantara.Dirgantara, merupakan putra dari pasangan pengusaha ternama. Ayahnya bernama Darwin dan Ibunya bernama Isabella. Kedua-duanya sama-sama terjun kedalam bisnis yang sudah mencetuskan banyak brand ternama. Terlahir dari keluarg