Hari ini tepat tanggal merah menjadi hari yang baik untuk Reina karena akan segera cabut dari rumah sakit yang telah membuatnya tak nyaman berada di sana. Selalu mencium bau obat-obatan, mendapatkan bubur yang rasanya tawar bukanlah hal menyenangkan bagi siapapun yang tengah sakit. Kini, Reina bisa kembali menatap langit dengan bebas tanpa mencium lagi aroma obat-obatan..“Mari Bu, biar saya yang menaruhnya" terlihat seorang bapak-bapak paruh baya berpakaian kemeja dan dasi. Wajahnya sudah tak lagi muda, namun terlihat begitu cekatan. Ia mengangkat semua barang-barang milik Reina dan menaruh semua barang tersebut ke bagasi mobil.“Terimakasih Pak Kasim” ujar Reina.“Sama-sama Bu. Awas hati-hati!” Pak Kasim membantu Reina untuk masuk ke dalam mobil.Reina duduk di depan berdampingan dengan kursi pengemudi. Setelah dirasa aman, Pak Kasim langsung masuk ke dalam mobil dan mulai mengemudi dalam kecepatan normal. Reina yang baru membaik tak terlalu banyak bergerak atupun berbicara dan memi
Malam ini terasa begitu dingin. Hal ini disebabkan karena hujan deras yang sedari tadi mengguyur kota Jakarta dimulai dari tadi sore hingga jam 12:00 Malam. Pinka dan Pinky juga tak kunjung tidur yang mau tidak mau Reina yang saat ini mendampingi mereka harus ikut bergadang juga.“Ibu Reina, besok pagi apa Ibu Reina sibuk?” tanya Pinky.”Humm... Mengapa kamu menanyakan hal itu?” tanya Reina.”Besok kan hari Minggu, pasti libur” sahut Pinka yang asik menyusur boneka Barbie kesayangannya.“Oh, kalau begitu kita bisa mengunjungi Mama. ke rumah sakit! Bareng Papa dan Ibu Reina juga!” Pinky terlihat begitu penuh bersemangat namun membuat Reina mendadak cemas.“Ibu Reina, ayo ikut sama kita ya ke rumah sakit. Pasti Mama kita bakalan senang melihat Ibu juga ikut menjenguk” ujar Pinka, bocah itu menaruh sebuah harapan kecil pada diri Reina.“A-aku...” KREAG~Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menunjukkan wajah seseorang dari balik pintu tersebut. Angga datang dengan tepat waktu membuat Reina sed
"Hai Tante!” Pinky menyapa Centini yang sudah membuka pintu. “Hai juga anak manis!” sapa Centini.“Pinky, dimana Papa kamu?” tanya Centini.”Papa ada didalam mobil, ayo Tante ikut aku ke sana” Pinky meraih tangan Centini untuk segera menunju ke arah mobil.Centini sumringah saat melihat Angga, namun hatinya merasa kurang bahagia. Melihat kedua anak yang beresiko menggagalkan rencananya, Centini menjadi harus berpura-pura baik. Pinky masuk ke dalam mobil sementara Centini masih berdiri mematung di luar. ”Centini, ayo masuklah!!” suara Angga terdengar lembut namun mampu membuat lamunan wanita muda di dekatnya menjadi fokus.”Iya, aku masuk sekarang" sahut Centini.Angga mulai menyalakan mobil BMW yang baru satu bulan ia beli. Bukan karena perlu namun memang karena hobi. Di bagasi mobil pribadinya saja sudah ada sepuluh mobil yang tersimpan dengan rapih. Semuanya juga termasuk mobil bermerek. Tak jarang, Angga dengan senantiasa meminjamkan mobilnya itu bagi siapapun yang sedang memerlu
“Arhhhh” Suara desahan terdengar dari hotel dengan nomor kamar 03. Selama berjam-jam, desahan-desahan yang terdengar di kamar itu semakin menjadi-jadi. Hingga suara tersebut mulai sunyi. Pintu mulai terbuka lebar memperlihatkan Pria berbadan kekar mulai keluar dengan wajah yang begitu beringas. Pria kekar itu langsung ke keluar begitu saja tanpa menutup pintu yang sempat ia buka.Terlihat dari dalam kamar tidur, seseorang wanita muda tengah menangis tersedu-sedu. Rosa menghampirinya dan menutup pintu, ”Bagaimana? Apa kamu menikmatinya? Saya dengar desahanmu sangat menggiurkan!" seru Rosa.Wanita muda yang sempat menangis menghusap air matanya. Tatapan mata dan hatinya begitu tajam ke arah Rosa. Hanya saja saat ini dirinya benar-benar merasa tidak berdaya. Melawan kena dan diam pun juga kena."Kapan saya bisa terbebas dari kalian? Saya lelah dengan semua semua ini...” lirihnya."Intan, kamu baru pertama kali bekerja sebagai kupu-kupu malam dan kamu sudah merasakan lelah? Lihatlah wanita
“Kamu kemana saja sayang? Aku telepon kamu dari tadi tidak kamu angkat-angkat? Aku khawatir sekali sama kamu" Suara laki-laki yang tidak asing di telinganya, Intan menunduk sembari meremas tas selempangnya sendiri. "Aku sedang sibuk!" seru Intan."Kenapa tidak kamu beritahu aku terlebih dahulu agar aku tidak mengkhawatirkan keadaan kamu sayang" ujar kekasih Intan yang bernama Regan."Aku lelah, tolong jangan halangi aku untuk masuk ke rumahku sendiri!" Intan mendorong tubuh kekasihnya ke samping agar tidak menghalangi jalannya. Regan berusaha meraih tangan Intan namun tak sempat karena sekarang Intan sudah masuk ke dalam rumah dengan mengunci pintu erat-erat.Regan bersedih merasa Intan telah berubah. Dengan rasa penuh kekecewaan Regan pun meninggalkan halaman rumah Intan. Merasa Regan telah pergi, Intan mencoba untuk mengintip melalui celah jendela. Air matanya mengalir begitu deras, rasa sesak semakin menyiksa batinnya saat ini."Hiks... Maafkan aku! Aku tidak bermaksud seperti ini
“Kasihan Intan, mengapa ada orang yang tega membuatnya seperti itu” Reina menghela nafas tak mampu membayangkan nasib mantan rekan kerjanya. Disaat yang lain telah meninggalkan pemakaman, hanya Reina dan Agustina yang masih berada di kuburan.“Katanya sebelum dibunuh terlebih dahulu dia dilecehkan. Ah... Benar-benar malang padahal masih muda dan masa depannya juga panjang” ujar Agustina.Tampak dari kejauhan terlihat seseorang laki-laki dengan berpakaian pasien tengah berjalan menuju ke arah pemakaman. Reina tidak sengaja melihatnya, “Siapa dia? Sepertinya wajahnya tidak asing” ujar Reina.“Dia itu Regan kekasih dari Intan” sahut Agustina.Regan berjalan menuju ke arah mereka. Wajahnya sembab seperti tak bergairah. Karena saat ini Reina begitu dekat dengannya, sebagai mantan rekan kerja, Reina mencoba menyapa Regan. Terlihat, Regan hanya membalas sapaannya dengan singkat dan Reina memakluminya.“Regan, kami berdua mau pulang duluan ya” ujar Agustina dan dibalas anggukan kepala dari Reg
Setelah sibuk mengemudi hingga berjam-jam lamanya akhirnya Reina sampai juga di tanah kelahirannya. Wajah cantik itu terpampang dengan sunggingan senyum yang manis, “Yes akhirnya sampai juga!”Reina turun dari mobil lalu berjalan ke arah bagasi. Satu persatu barang mulai ia turunkan dengan penuh semangat. Mendengar suara mobil, Ujang datang untuk melihat...“Reina?” Ujang menghampiri putri kesayangannya dengan refleks Reina meraih tangan Ujang lalu menciumnya dengan penuh bakti.“Aku ingin pulang kesini Pa” ujar Reina.Ujang menganggukkan kepalanya dan mencoba membantu putrinya untuk membawa semua barang-barang yang dibawa oleh Reina ke dalam rumahnya. Saat sudah berada didalam ruangan Reina memilih duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati. Kursi yang sudah ada sebelum ia dilahirkan di dunia yang indah ini. Ujang membiarkan putri semata wayangnya itu beristirahat di ruang tamu sedangkan ia yang selesai menaruh barang, memilih masuk ke dapur.“Huamz. . Rasanya aku ingin tidur hari in
“Lain kali jangan seperti barusan lagi... Karena sekarang, Mama jadi tidak enak hati sama Mpok Juli–” Reina membalas perkataan mamanya hanya dengan senyuman manis. Baginya, senyuman adalah hal utama dalam merespon sesuatu. Berbeda pandangan, justru Ujang malah bangga dengan sikap tegas yang tunjukkan oleh Reina. Sebagai kepala keluarga, Ujang juga sakit hati bila melihat istrinya terus-menerus di olok-olok. Meskipun mereka miskin namun tak selayaknya diperlakukan sebelah mata. Ujang juga merasa selama ini dirinya bekerja dengan giat untuk bertanggungjawab dalam melunasi hutang dan tidak lepas dari tanggungjawab!!!“Papa lihat kamu yang sekarang sudah memiliki kemajuan. Ini juga berkat suami kamu yang merubah hidupmu menjadi bertakhta tinggi” celoteh Ujang penuh haru.“Benar sekali! Uang itu pasti pemberian dari Pak Angga? Seandainya saja Mama memiliki cucu betapa bahagianya Mama dan Papa. Ya, enggak Pah?” Anum melirik Ujang, meminta jawaban.“Iya Mah” sahut Ujang singkat.Mendadak Re
Dirgantara sudah mulai terbiasa dengan lingkungan baru di sekitarnya. Bahkan, sekarang ia menjadi akrab dengan beberapa rekan kerja yang laki-laki. Saat dirgantara dan yang lainnya asyik mengobrol tanpa ada angin tiba-tiba Reina datang. Hal ini membuatnya terkesima dan tak percaya! Begitupun dengan Reina yang tak kalah terkejut.“Kamu...?” Anya menunjuk dirgantara yang masih terpaku.Rosa berpura-pura batuk dan berbarengan dengan itu, Angga datang dan lalu mencairkan suasana. Ternyata, Reina datang ke kantor hanya memberikan sarapan siang untuk suaminya.“Apa? Kalian suami istri?” ucap Dirgantara tak percaya.“Benar! Reina adalah istri saya dan Reina perkenalkan dia adalah Dirgantara, karyawan baru yang berhasil mengembangkan proyek kita” ucap Rangga dengan penuh kekaguman.Mendengar hal itu Reina tersenyum. Sebuah senyuman tulus yang mampu menusuk perasaan Dirgantara saat ini. “P–permisi Pak! Saya ingin kebelakang–” ucap Dirgantara dengan terburu-buru.Tak ada yang menaruh curiga ap
Di ruang tunggu perusahaan, Dirgantara menunggu dengan tegang. Namun, ketika dia dipanggil untuk wawancara, dia mengubah ketegangan menjadi semangat. Dia memasuki ruang wawancara dengan percaya diri dan senyuman di wajahnya, "Saya pasti bisa hidup mandiri" gumamnya dalam hati. Selama wawancara, Dirgantara mengesankan Centini dengan pengetahuannya yang luas tentang teknologi dan trik-trik berbinis. pengalaman proyek yang relevan, dan keinginannya yang tulus untuk berkontribusi pada perusahaan. Dia menjawab setiap pertanyaan dengan percaya diri dan memberikan contoh konkret tentang kemampuannya. Setelah wawancara selesai, Dirgantara meninggalkan ruang wawancara dengan perasaan puas. Dia percaya bahwa dia telah memberikan yang terbaik dari dirinya dan langsung diterima! Beberapa karyawan mulai mendekatinya terutama para wanita. Mereka terpesona melihat rupa dari seorang Dirgantara. Bahkan, Rosa pun secara blak-blakan mendekatinya dan meminta nomor whatsaapnya. Hanya saja, Dirgantara men
Seiring berjalannya waktu, Reina dan Angga mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Reina dengan kepolosannya dan Angga dengan kerentanannya membuka diri satu sama lain. Mereka menemukan kesamaan dalam mimpi dan aspirasi mereka, dan lambat laun, Angga mulai merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan hubungan mereka.Walau awalnya ragu, Angga terkejut dengan bagaimana Reina mampu melihat kebaikan dalam dirinya bahkan ketika dia tidak bisa melihatnya sendiri. Melalui setiap cerita yang mereka bagikan, setiap senyuman yang mereka berikan, Angga mulai merasakan dirinya terhubung dengan Reina lebih dari yang pernah dia bayangkan."Apakah saya telah jatuh hati padanya?" gumam Angga dalam hatinya."Nanti malam akan aku utarakan perasaan ini. Semoga saja, Reina juga memiliki perasaan yang sama"***Di sebuah kafe yang hangat, Angga menatap mata Reina dengan penuh keyakinan. Dia berbicara dengan jujur tentang perasaannya yang tumbuh untuknya, tentang bagaimana Reina telah mengubah hidu
Reina bersembunyi dibalik pohon besar. Nafasnya terengah-engah berharap Agustina pergi menjauh. Dalam persembunyianya, Reina tidak menyangka bahwa sosok teman yang dianggap baik kini malah menjadi malaikat penyabut nyawa! Rasa kecewa, ketakutan, amarah kini beradu padu. Siapa lagi orang yang bisa Reina percayai? Saat tengah melamun, Reina dikejutkan oleh Agustina yang hampir menusuknya. Untung saja tancapan pisau itu tidak tepat sasaran. Justru malah tertancam d pohon besar yang sempat melindungi Reina dalam persembunyian."Sadar! Tindakanmu sangat berbahaya!" seru Reina, sembari melindungi diri.Agustina tertawa sesaat kemudian menangis sesenggukan. Semua ekspresi di raut wajah Agustina dengan mudah berubah. Reina tidak bisa meminta tpertolongan karena ia sadar disekeliling mereka hanya ada pepohonan besar. Kalaupun berteriak sekencang-kencangnya tidakan ada yang datang menolong. Justru hal itu akan semakin mempermudah Agustina untuk melukainya bila lengah."Apa salah saya sama kamu?
Malam ini Reina telah berpakaian kasual sesuai dengan tempat mana yang akan ia datangi. Melihat Angga tidak ada didalam rumah karena sedang lembur bekerja, hal ini membuat Reina tidak perlu lagi harus sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh suaminya.TokTokTokSuara ketukan pintu terdengar dengan jelas. Reina membuka pintu dan rupanya Bik Surti telah ada didepan mata, "Eh Bik Surti, ada apa Bik?" tanya Reina."Anu Buk, ada tamu" ujar Bik Surti.Reina langsung menebak siapa yang datang ke rumah dan agar tidak ingin berlama-lama, Reina meminta Bik Surti untuk memberitahukan pada tamu untuk menungguinya sebentar. Bik Surti mengiyakan dan bergegas turun ke lantai bawah. Sesampainya di ruang tamu, Bik Surti langsung menyampaikan pesan tersebut.Terlihat, Agustina mengangguk pelan sambil matanya sesekali melirik ponsel yang ia pegang."Sambil menunggu Buk Reina, anda mau dibuatkan minuman apa?" tanya Bik Surti."Tidak perlu, Saya sudah minum jus di kafe" selaras dengan itu, Reina pun da
“Ibu Reina, Pinka mau mengajak Ibu Reina ke Australia bareng sama nenek dan Pinky. Apa ibu Reina mau ikut?” tanya Pinka.“Tidak bisa. Ibu ada urusan di Indonesia, kamu sama Pinky jangan nakal-nakal ya , sekolah yang rajin agar mama Yuna bahagia" ujar Reina.Mereka harus berpisah ke bandara. Meskipun Reina bukanlah ibu kandungnya namun tetap saja ia merasa kehilangan. Berusaha tersenyum dan melambaikan tangan ketika kedua bocah itu telah masuk. Angga juga melambaikan tangan namun lebih terlihat tenang.“Apa wanita itu dapat kamu percaya?” tanya Reina pada Angga.“Tentu, dia adalah kakak angkat ku dan menjadi orang terpercayaan” sahut Angga.Reina menunduk lalu mengangguk. Angga mengajaknya pulang seusai pesawat telah terbang. Reina mengikuti Angga dari arah belakang dengan perasaan yang masih bersedih.Sekarang, mereka hanya berdua di rumah yang sangat besar dan mewah. Pembantunya pun hanya tinggal Bik Surti saja. Sementara pak satpam memilih berhenti bekerja karena sudah sakit-sakitan
“Rosa, kenapa kau terlihat lesu seperti itu?” “Iya, Nih.... Apa ada masalah?”Begitulah beberapa pertanyaan yang Rosa dengar dari rekan kerjanya. Mereka merasa ada hal lain dengan wajah Rosa. Disamping Risa, Agustina juga mendengar namun ia memilih untuk tidak berbicara. Terlihat dari Rosa yang mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.“Kemarin malam aku insomnia. Lalu aku tidak bisa tidur dan rasanya lelah sekali” ujarnya.Dijunjung pintu, terlihat Angga dan Centini berjalan berdampingan. Sontak membuat mereka bersiap-siap untuk menyambut mereka dengan ramah. “Selamat Pagi, Pak angga”“Selamat Pagi, Buk Centini”Angga dan Centini membalas sapaan mereka dengan senyuman hangat. Lalu Angga memerintahkan mereka untuk untuk bersiap-siap karena perusahaan mereka akan didatangi oleh CEO ternama yang akan membahas hubg kerjasama dengan perusahaan Hanum. Mendengar hal itu, sontak membuat Rosa terkejut. Ia lupa membawa berkas penting dan masih berada didalam rumahnya!“Ingat, persiap
Regan, seorang pria muda yang penuh kasih, menemukan bahwa pacarnya yang tercinta telah meninggal dunia karena ulah Rosa dan Agustina. Kematian pacar Regan ini mengguncangkan hatinya dan membuatnya penuh keputusasaan. Tangannya bergetar hebat ketika menonton sebuah video panas kekasihnya. “Rosa, Agustina! Kalian harus dipenjara!!!” Regan segera mencari kontak WhatsApp dengan harap ia dapat menemukan nomor satu kedua pelakunya. Sayangnya Intan tidak menyimpan nomor WhatsApp dari keduanya, "Aku tidak boleh menyerah begitu saja, aku harus ke kantor mereka hari ini juga–”Regan menaiki sepeda motor matic yang tadi sempat ia bersihkan. Dengan terburu-buru, ia sampai tidak berpamitan kepada ibunya yang terbaring lemah diatas tempat tidur. Ya, ibunya sedang sakit lumpuh dan tidak bisa beraktivitas normal seperti sediakala. Air matanya terus berjatuhan seiruga dengan cepatnya laju kendaraan. Ia hanya ingin bertemu mereka secara mungkin.Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya sampai jug
Dirgantara yang berdiri di puncak menara tinggi, melihat ke langit yang luas. Matahari terbenam dengan cahayanya yang memancar, mengecat langit dengan warna oranye kemerahan yang memukau. Di tengah keindahan alam itu, Dirgantara memandangi sapu tangan yang diberikan oleh wanita asing yang tadi ketinggalan dirinya. Sapu tangan itu terikat erat pada tangannya, menjadi sebuah kenangan dari pertemuan yang singkat namun selalu terdapat di relung hatinya. Dalam keheningan, Dirgantara merenungkan arti dari hadiah tersebut, mencoba menghubungkan jejak-jejak takdir yang mengaitkan mereka berdua. Apakah ini pertanda dari alam ataukah hanya kebetulan belaka? Hanya waktu yang akan menjawabnya.“Sapu tangan ini? Aku akan mengembalikannya” gumam pemuda yang bernama Dirgantara.Dirgantara, merupakan putra dari pasangan pengusaha ternama. Ayahnya bernama Darwin dan Ibunya bernama Isabella. Kedua-duanya sama-sama terjun kedalam bisnis yang sudah mencetuskan banyak brand ternama. Terlahir dari keluarg