Jevano membaca berkas yang diberikan sekretarisnya, lalu menandatangani surat pengalihan nama itu.
Gio memilih pamit setelah berbicara tentang pekerjaan di Perusahaan yang cukup teratasi oleh Ayah atasannya. Bahkan sang ayah juga berpesan untuk tidak mengkhawatirkan pekerjaan di kantor dan memintanya untuk fokus pada kehamilan sang istri yang memang sedikit sulit untuk ditinggal bepergian jauh dan lama. Walaupun ada Bi Ani yang menemaninya, tidak mungkin juga Jevano hanya mengandalkan tenaga wanita yang hampir sebaya dengan sang ayah untuk menangani Anna yang sedikit-sedikit merasa mual bahkan muntah berkali-kali. Malamnya, Jevano baru saja turun dari ruang kerjanya. Laki-laki itu langsung masuk ke kamar mencari sang istri yang sudah tidak ada di dapur maupun ruang tengah. Netranya mencari keberadaan wanita cantik itu. Ia bernapas lega ketika melihat sang istri yang terlihatGadis itu langsung pamit setelah menyerahkan dokumen untuk Jevano. Apalagi setelah atasannya sudah memasang wajah sinisnya. Anna terkekeh ketika suaminya duduk kembali di sampingnya. Jevano sontak menoleh padanya lalu bertanya, "kenapa?" "Mas serem banget kalau sama karyawan, sama Aku malah kayak bayi," ledek Anna. "Kalau sama karyawan kayak begitu mereka gak bakal pernah bener kerjanya nanti. Atasan kan harus punya wibawa, Sayang," jelasnya. Anna manggut-manggut paham maksud suaminya, "bukan begitu Mas. Emang atasan itu harus punya wibawa tapi kan gak nyebelin gitu juga. Nanti kalau pada resign gimana?" tanyanya. "Buktinya mereka betah tuh," timpal Jevano. "Ya udah lah gimana Mas aja," ungkap Anna sudah lelah untuk berbicara dengan suaminya. Jevano menoleh pada istrinya yang kini terdiam dan tidak mau menyangkal lagi ucapannya. Laki-laki itu dengan man
Anna menjawab kemauannya, sontak membuat Jevano terbelalak. Dia saja yang belajar memasak dan menyukai banyak masakan sudah kebingungan dengan masakan yang melibatkan banyak rempah itu. Bagaimana dengan sekretarisnya yang bahkan tidak menyukai banyak masakan, bahkan bumbu dapur saja sepertinya tidak tahu. Pasalnya Jevano tahu jika sekretarisnya itu sering kali dikirim masakan ibunya yang hanya berbeda kota saja. Tapi berhubung melihat sang istri yang terlihat begitu menginginkannya. Jevano mengiyakan kemauannya lalu menanyakannya pada Gio untuk ketersediaannya. Reaksi Gio pun tidak kalah terkejutnya dari Jevano tadi. Namun, laki-laki itu juga tidak tega ketika melihat Anna memohon padanya. Gio menghela napasnya lalu mengangguk setuju dengan syarat dia akan memasak dengan petunjuk dari Ibunya yang akan ia hubungi nanti. Kebetulan memang ibunya gio ini pem
"Beneran Mas?" tanya Anna dianggukinya dengan cepat. "Ya udah Mas hati-hati ya!" laki-laki itu kembali mengangguk lalu pamit pergi ke supermarket setelah mengecup pipi sang istri. Beberapa menit kemudian, Jevano baru saja kembali dari supermarket di dekat rumah. Laki-laki itu merogoh ponselnya setelah berdering cukup lama. "Kenapa Gi?" tanya Jevano setelah mengangkat panggilan dari sekretarisnya itu. "Pak untuk saat ini sepertinya lebih baik Bapak sama Mbak Anna jangan ke Perusahaan dulu," ungkapnya membuat Jevano menautkan alisnya heran. "Memang kenapa?" tanya Jevano. "Bapak bisa liat video yang sedang beredar di sosial media sekarang," jawab Gio lalu mengirimkan video singkat tentang ayah mertuanya. Jevano mengerutkan keningnya, tangannya mengepal kuat. Laki-laki itu langsung masuk ke rumah dengan wajah kesalnya. Anna yang sadar akan perubahan ekspresi
"Nahan biar gak nafsu sama kamu," jawab Jevano membuat Anna terkekeh di belakangnya. "Kenapa harus nahan?" tanya Anna, "kan Anna ini istri kamu, Mas." "Mas takut terjadi sesuatu Sayang," timpal sang suami membuat Anna mengulas senyumannya. Wanita itu memeluk suaminya dari belakang, "ya udah kalau gitu. Kita tidur aja." Jevano membalik tubuhnya lalu mengecup kening sang istri dan memeluknya dengan erat agar Anna merasakan kehangatannya. Keesokan paginya, Anna sudah kembali mual. Wanita itu sudah merasa tidak aneh lagi sekarang. Apalagi memang sang suami selalu menemaninya mengobati rasa mualnya itu. Jevano membawakan air hangat untuknya, sembari mengelus punggung sang istri dengan lembut, tatapannya terlihat sendu sekarang. "Ini masih lama kamu muntah-muntahnya ya?" tanya Jevano, "mas gak tega liat kamu muntah tiap pagi, belum lagi kalau siang ataupun malem."
"Tadi di mimpi Mas kamu ninggalin Mas gitu aja sama cowok lain," ungkapnya membuat Anna terkekeh. Wanita itu mengelus kepala suaminya, "anna gak bakal tinggalin Mas. Tenang aja ya!" Jevano menatap istrinya dengan wajah yang begitu merah hingga Anna kembali terkekeh. Ia hapus sisa air mata suaminya, "mas kayak anak kecil tau gak. Mimpi aja pake nangis segala." "Ya kan Mas takut kamu tiba-tiba pergi dan hilang pas Mas bangun," ungkapnya. Bi Ani yang mendengarnya itu hanya menggelengkan kepalanya sembari menahan senyuman. Melihat atasannya itu yang kini bucin pada sang istri padahal dia begitu dingin ketika pertama kali menikah beberapa bulan lalu. Hari sudah mulai terang, Jevano juga akan bersiap pergi ke Perusahaan tanpa Anna lagi kali ini. Laki-laki itu melingkarkan tangannya pada pinggang sang istri yang sedang sibuk memasangkan dasi pada kerah kemeja miliknya. Anna mendongak, menatap netra sang suami y
Jevano menggenggam erat tangan istrinya, "mas minta maaf Sayang." Anna mulai meluruhkan air matanya, ia elus perutnya yang masih terasa sedikit perih itu. "Baby gak bisa diselamatkan ya Mas?" Jevano mengangguk, "kamu sudah pendarahan dan banyak mengeluarkan darah hingga baby gak bisa bertahan." Anna melepaskan genggaman suaminya, "mas perjanjian apa yang kamu buat sama Ayah?" tanyanya membuat Jevano sempat terdiam lalu menunduk kebingungan menjawabnya. "Mas? Kenapa? Gak bisa jawab pertanyaan Anna?" tanya Anna lagi. Wanita itu menangkup pipi suaminya agar mendongak dan berhadapan dengannya, "perjanjian apa Mas?" "Tapi kamu gak akan tinggalin Mas setelah tau perjanjiannya?" tanya Jevano. Anna menggelengkan kepalanya, "anna gak bakalan tinggalin Mas. Anna cuman tau apa perjanjian yang dimaksudkan Ayah." Jevano kembali menggenggam tangan istrinya, "mas pernah berjanji kalau Mas akan kembalikan kamu
Jevano mengangguk, "setau Mas sih itu udah berlangsung beberapa tahun. Katanya istri keduanya bahkan udah punya anak lagi dari suaminya." "Suaminya ganteng? kaya?" tanya Anna. Jevano mencubit pipi istrinya, "masih ganteng-an Mas sih." Anna terkekeh mendengarnya. "Mas yang serius ih jawabnya," protes Anna. "Ya kan kita gak bisa nilai, menurut Mas sih biasa aja. Enggak kaya juga, kalau kaya Bi Ani gak bakalan kerja di sini," jawab Jevano. "Terus berani-beraninya mendua?" "Kenapa gak berani Sayang," "Mas juga berani?" tanya Anna mendongak pada suaminya. Jevano menunduk, menatap istrinya, "nah kamu mulai nih bahas hal yang sensitif yang nantinya kamu sendiri bakal kepikiran sama apapun jawaban dari Mas." Anna terkekeh mendengarnya, "enggak, Anna percaya sama Mas."
"Iya, Anna pengen belajar tentang pekerjaan Mas. Maksudnya pengen belajar desain gaun boleh gak?" tanya Anna. Jevano mengulas senyumannya, "boleh dong Sayang. Mas justru senang kalau kamu ada di sisi Mas." Anna mendecak, "bukan di sisi Mas. Anna cuman tertarik aja sama gaun-gaun yang dibuat Mas. Kayaknya Anna pengen berkecimpung pada hal yang sama kayak suami anna." Jevano mengangguk, "kamu mau belajar apapun bilang sama Mas. Nanti Mas usahain kamu belajar sama guru yang tepat." Anna mengangguk mengiyakan dengan senyumannya lalu menggandeng tangan sang suami, "makasih ya Mas!" "Sama-sama Sayang." Malam sudah mulai larut, Jevano mengajak sang istri untuk kembali ke hotelnya dan beristirahat. "Mas gak mau mandi dulu?" tanya Anna melihat suaminya masih dengan pakaian yang sama sedang bersandar pada ranjang kasur. "Enggak ah. Besok aja mandinya," jawabnya la
Tidak lama setelah itu, Rezkiano juga sudah kembali dan menyelesaikan semua pelajaran yang diikutinya hari ini. Dengan senyumannya yang merekahnya, ia berlari pada sang ayah sembari memanggilnya. Sontak ibu-ibu yang sempat menyebutnya sebagai supir tadi menoleh terkejut, "jadi kamu ayahnya?" "Aduh maaf ya Pak! Saya kurang tau soalnya," ungkapnya. Jevano tersenyum dengan anggukannya, "iya Bu, tidak apa-apa. Kalau gitu saya pamit duluan." Ibu itu mengangguk dengan senyumannya. Sesampainya di rumah, Jevano memeluk istrinya yang sedang duduk di ruang tengah sembari memakan buah potong yang disediakan Bi Ani. Semenjak rasa mualnya parah pagi tadi, Anna memilih untuk diam di ruang tengah. Apalagi sembari menunggu anak dan suaminya datang. Wanita itu terkekeh ketika sang suami dan anaknya berebutan ingin memeluk ibu hamil ini, "kalian bisa gak sih akur sebentar. Kayaknya akurnya kalau gak ada Ibu ya?" Jevano dan anaknya
Anna menggelengkan kepala dengan tangisannya, ia sudah tidak kuat menahan rasa mual yang terasa kuat pagi ini. Setelah merasa baikan, Jevano memapah istrinya untuk sekedar duduk di tepian kasur. Sembari menatapnya lekat, ia bersimpuh di hadapan istrinya. "Kamu yakin gak mau sesuatu?" tanya Jevano lagi. Anna menggelengkan kepalanya, "anna kan baru aja bangun tidur. Barusan juga kebangun gara-gara mualnya Mas." "Ya ampun... Kalau gitu Mas bawain dulu air hangat ya! Kamu tunggu sini," pinta Jevano beranjak dari kamar. Ia tuangkan air hangat lalu kembali ke kamarnya, membantu Anna untuk minum agar lebih lega rasa mualnya. "Tidur lagi aja ya! Nanti sarapannya dimasak Bi Ani aja. Kamu istirahat aja kalau mual," ucap Jevano. Jevano baru saja akan beranjak untuk membangunkan anaknya, namun tangannya segera ditahan oleh Anna. "Kenapa Sayang?" tanya Jevano. "Mas mau kemana?" tanya Anna.
Jevano menggelengkan kepalanya, "enggak Sayang." "Terus kenapa itu mulut anaknya ditutup segala?" tanya Anna. Jevano sedikit menggeser posisi kursinya, menghadap sang istri dengan tatapan lembutnya, "nanti Mas yang cerita." "Beneran?" Jevano mengangguk, "nanti habis makan siang ya!" Anna hanya mengangguk setelahnya. Makan siang susah selesai, Anna juga sudah membereskan kembali piring-piring yang kotor tadi, berikut dengan Rezkiano yang sudah bermain bersama sang ayah di ruang tengah. Anna datang menghampiri keduanya, "kayaknya kalian emang harus main bareng terus biar akur. Dibanding kalau salah satu deketan sama aku, satunya merajuk." Jevano terkekeh mendengarnya, "bang, ibu marah tuh!" "Ya kan Ayah yang suka manja sama Ibu," Anna terkekeh mendengarnya apalagi ketika melihat ekspresi sang suami pada anaknya. S
Jevano menoleh pada pria paru baya yang ada di dekatnya, sedangkan Rezkiano malah bersembunyi dibalik kaki sang ayah, "ayah itu yang kemarin mau culik ibu." Laki-laki itu menatap sinis orang tua istrinya. Ia berjongkok menghadap sang anak, memintanya untuk masuk ke kelas lebih dulu. Setelahnya, Jevano meminta Ayah anna untuk mengikutinya, menuju bangku taman yang sedikit lebih jauh dari taman kanak-kanak anaknya. "Mau ada urusan apalagi?" tanya Jevano. "Jev, Ayah cuman mau tau siapa nama dia," jawab Ayah anna. "Untuk apa? Saya sudah tidak mau ada sangkut paut apapun sama kamu," ucap Jevano. "Bagaimanapun Ayah tetap kakeknya, Jev," Jevano malah menyeringai, "kakek? Kakek yang bagaimana maksudnya?" "Yang tega bunuh besannya sendiri? Yang tega bikin ibunya keguguran? Yang tega kasih obat perangsang buat menantunya, biar rumah tangga anaknya hancur?" "Yang mana?" tanya Jevano mencerca. "T
Dokter itu malah tersenyum, "selamat ya Pak, Bu."Jevano menautkan alisnya bingung, "dok... masa istri saya sakit dokter malah bilang selamat." Dokter itu terkekeh pelan, "saya belum selesai bicara Pak," jawabnya.Anna menahan senyumannya melihat ekspresi malu sang suami. Wanita itu kembali bertanya tentang keadaannya. "Ibu Anna positif hamil, usia kandungannya baru 5 minggu. Jadi harus dijaga dengan ekstra hati-hati ya!" pesan dokternya. Anna dan Jevano saling menoleh, keduanya memang merencanakan untuk menambah anak. Tapi tidak menyangka, Anna akan hamil secepat ini. Ucapan selamat dari dokter itu membuat Anna mengangguk dengan senyumannya. Setelah pemeriksaan selesai, Anna berjalan menuju apotek untuk menebus obat dan vitamin yang diresepkan dokternya. Apalagi Anna sedang berada di fase mual. Anna menoleh pada suaminya yang sejak tadi terdiam. Pikirannya begitu jauh hingga ia tidak berani berbicara deng
Anna menggelengkan kepalanya, "gak usah Mas. Anna mau istirahat aja dulu, nanti kalau masih gak enak, mau." "Ya udah pulangnya diantar aja ya!" tawar Jevano. Baru saja Anna membuka mulutnya, Jevano langsung menyela, "mas gak terima penolakan."Anna mengulas senyuman, "iya kalau gitu boleh." Setelah menikmati makan siang, Jevano langsung mengantar istri dan anaknya lebih dulu. Laki-laki itu berpesan pada Bi Ani untuk menjaga istrinya. Begitupun pada sang anak, untuk segera memberitahunya jika terjadi sesuatu. "Rezki tau kan nomor Ayah?" tanya Jevano sebelum kembali berangkat. Rezki mengangguk mengiyakan dengan senyumannya. Jevano kembali ke Perusahaannya, sekalipun dirinya masih terus kepikiran sang istri yang tiba-tiba sakit tadi. Laki-laki itu berpikir bahwa mungkin karena ayahnya kembali, Anna menjadi banyak pikiran dengan rasa takut yang kembali menghantuinya. Setibanya di Perusahaan, Gio sudah menungg
Jevano yang sedang menuntun anaknya itu menoleh pada sang istri yang terdiam dan menghentikan langkahnya, "sayang kenapa malah melamun gitu sih?" Anna menoleh pada suaminya, ia masukkan kembali ponselnya lalu berjalan dengan senyuman menghampiri suami dan anaknya. "Gak ada Mas. Yuk!" ajaknya sembari menggandeng tangan sang suami. Jevano hanya mengangguk mengiyakan, laki-laki itu sebenarnya tahu ada yang terjadi dengan istrinya. Namun sekarang yang terpenting adalah menikmati makan siang bersama sang anak. Rezkiano memesan beberapa makanan yang disukainya, hingga Anna menegurnya untuk tidak serakah. Di sela-sela makan siangnya, panggilan masuk terus-menerus pada ponsel Anna membuatnya sedikit risih. Begitupun dengan Jevano yang terus meliriknya. "Udah kamu angkat dulu aja," pungkas Jevano. "Nomornya gak dikenal Mas," "Siapa tau penting Sayang, makanya dia telepon terus," timpal kembali sang suami.
Wanita itu tadinya akan masuk ke mobil namun tangannya ditahan oleh seseorang yang menyapanya. "Tolong jangan pergi dulu! Ayah mau bicara sama kamu," ucap pria paru baya itu. Anna sedikit ketakutan padanya, kekejaman yang dilakukannya kembali terngiang di kepala anna. Sedangkan tangannya masih berusaha menggenggam kuat tangan sang anak. Taksi saja sudah kembali ditutup oleh Anna dan pergi begitu saja. Ayahnya sempat menarik Anna untuk berbicara sebentar dengannya. Namun Rezkiano dengan ketakutannya berteriak hingga beberapa ibu-ibu yang masih di sekolahnya itu keluar dan mencegah pria yang tidak dikenal oleh Rezkiano sendiri. Anak itu menangis hingga ibu-ibu juga mencegah dan memarahi Ayah Anna hingga mengancamnya untuk dibawa ke kantor polisi. Dengan dandanan selusuh itu, bagaimana ada yang percaya jika itu adalah ayah dari anna sendiri. Ayahnya kembali pergi, apalagi sudah ada petugas keamanan menghampirinya. Ia
"Mas cuman pengen kamu selalu bahagia sekalipun gak direpotin sama Mas," jawabnya. Anna mengulas senyumannya, lalu memeluk sang suami, "makasih ya Mas." "Kok kamu malah bilang makasih? Kan harusnya Mas yang bilang kayak gitu," tanya Jevano. Anna mendongak pada suaminya, "ya gak apa-apa. Kan Mas udah selalu mengusahakan apapun untuk aku." Jevano mengecup istrinya dengan senyuman, "mas sayang sama kamu." Suara ketukan pintu dengan teriakan dari Rezkiano membuat Jevano kembali menghela napas. Anna terkekeh, "udah deh gak usah merajuk lagi gitu." "Ya abisnya anak kamu heran, romantis sebentar aja Mas sama kamu susah banget," pungkasnya. "Udah yuk ah! Nanti anaknya gedor-gedor lagi," ajak Anna menarik tangan suaminya keluar dari kamar. Rezkiano melipat kedua tangannya sembari duduk di meja makan, "ibu sama ayah lama banget. Katanya tadi takut terlambat, tapi kalau udah berduaan lama," protesnya.