Jevano mengalihkan pandangannya dari sang istri. Jelas ia bingung harus beralasan apa pada istrinya.
"Mas!" panggil Anna lagi."Itu loh Sayang, kemarin client cerita kalau ibunya sering kesurupan di rumah barunya, makanya dia tanyain dukun gitu. Terus Mas suruh aja Gio nyari dukun," jawab Jevano."Mas, orang kesurupan itu ke ustadz bawanya bukan ke dukun," timpal Anna.Jevano mengangguk, "ya kan dia yang minta maunya dukun, Sayang. Jadi ya udah Mas carikan."Laki-laki itu melirik jam di tangannya, "udah siang, Mas berangkat dulu ya!" pamitnya lalu bersalaman dan mengecup kening serta pipi istrinya.Anna mengantarnya ke depan, terlihat juga Gio yang baru saja datang dengan sepeda motornya."Mas nanti makan siang mau sama apa? Biar Anna buatkan," tawar Anna."Hari ini kamu istirahat di rumah aja sama Rezki ya! Mas juga kan mau ketemu sama client yang butuh dukun itu nanti siang. Jadi takutnya makan siang di"Saya kan dukunnya!" jawab Mbah dukun diangguki Gio dengan cengirannya. Keduanya mulai mengobrol bersama dengan Mbah dukun sembari menikmati makan siang. Panggilan dari Anna pada ponselnya Jevano, membuat laki-laki itu terkejut kelimpungan. Ia memperlihatkan pada Gio, begitupun hal yang sama Gio lakukan pada reaksinya. Pasalnya, Jevano sudah bilang jika dirinya akan makan siang bersama dengan client-nya di luar. Makanya ia mencegah Anna untuk menyiapkan dan mengantarkan makan siang ke kantor. Jevano menyambungkannya, dengan gugupnya ia sorot Mbah dukun itu seolah itu adalah client yang ia bicarakan tadi pagi. Untungnya Anna mudah percaya, apalagi melihat penampilan si Mbah yang memakai jas dengan emas yang dipakainya. Setelah memutus panggilannya, Jevano sedikit menghela napas lega tidak dicurigai istrinya. Begitupun dengan obrolan bersama Mbah dukunnya. Ia akhiri karena harus kembali mengadakan rapat bersama dengan karyawannya.
Gio menoleh terkejut mendengar suara yang ia kenal di belakangnya, "intan... Kamu lagi ngapain di sini?" tanyanya. Intan mengangkat kotak bekal dengan senyumannya, "pak Gio kan lagi lembur katanya, jadi saya bawain makan malam. Masakan saya sendiri." Gio tersenyum kebingungan lalu menerima kotak bekalnya. Gio memilih untuk mengobrol bersama dengan Intan sembari menikmati makan malamnya sekalipun di Lobi Perusahaan yang sudah cukup gelap. Di sisi lain, Jevano baru saja tiba di rumahnya. Laki-laki itu menepuk keningnya sendiri, "loh iya, Gio kan harusnya pulang sama saya.""Mas kenapa gak keluar? Gak mau masuk rumah?" tanya Anna yang keluar rumah setelah mendengar suara mobil suaminya datang. Jevano keluar dari mobilnya dengan senyuman. Sontak Anna malah celingukan heran. "Kenapa Sayang? Ada yang aneh?" tanyanya beruntun. "Gio kemana Mas?" tanya Anna, "kok dia gak pulang bareng kamu, bukannya motornya di sini?"
Jevano mengangguk, laki-laki itu menjelaskan semuanya. Dari awal ia dan bahkan Anna juga bertemu dengan wanita yang mirip sekali dengan Intan, sampai ritual yang dilakukannya tadi. Anna benar-benar terkejut mendengarnya, sekalipun dirinya tidak percaya dengan hal-hal seperti itu. Tapi sepertinya yang dibicarakan sang suami itu adalah kenyataan. Bahkan Jevano juga memperlihatkan video rekaman cctv yang dikirimkan Gio beberapa hari lalu. "Kok bisa sih Mas ada yang begitu di Perusahaan kamu? Emang sebelumnya belum ada yang nemuin hantu?" tanya Anna. Jevano menggelengkan kepalanya, "gak ada Sayang. Bahkan itu cuman Gio dan kita berdua yang ketemu sama dia. Mas juga udah tanya beberapa satpam yang suka jaga malam, gak pernah ada yang lihat sesuatu yang aneh," jawab Jevano. "Terus ritualnya gagal dong kalau kayak gitu?" tanya Anna, "lagian kalian berdua penakut, kenapa malah ngadain ritual begitu sih?" "Ya kan Mas denger saran aja dari ora
Jevano dan juga Anna buru-buru pergi menghampiri Gio yang memang ternyata sedang menangis di meja makan sekarang sembari memegangi ponsel miliknya. "Gi kenapa?" tanya Jevano. Laki-laki dengan wajah merah dengan air mata yang sudah membasahi seluruh wajahnya itu mendongak, "Pak... Intan gak mau terusin hubungan kita lagi." Jevano menoleh pada istrinya, jelas ini juga ada kesalahan darinya, karena Gio yang mengurus dukun itu atas perintahnya. Jevano berusaha menenangkan sekretarisnya, sekalipun dirinya saja kebingungan bagaimana caranya agar Gio tenang. Jevano berjanji, dia akan berbicara dengan Intan nanti— menjelaskan semua yang terjadi kemarin dan meminta maaf atas ketidaknyamanannya. Setelah sarapan, Jevano yang mengendarai mobilnya karena dia juga tidak ingin mengambil resiko jika Gio yang menyetir. Laki-laki itu nampak sedikit tenang setelah dibujuk berulang kali oleh atasannya. Jevano mengantar Gio untuk berg
Anna menggelengkan kepalanya lalu membereskan kembali kotak bekal makan siang suami dan anaknya setelah selesai makan siang. Rezkiano masih meminta ASI setelah makan siang. Jevano mencubit pipi anaknya, "kamu abis makan masih minta susu Dek? Heran banget, emangnya gak kenyang abis makan satu bakul begitu?" Anna terkekeh mendengarnya, "emangnya dia makan kayak kamu, Mas?" Jevano terkekeh, "ya abisnya baru selesai makan loh. Pantesan dari tadi pengen digendong sama kamu," timpalnya. Anna mengangguk, "emang begini kebiasaan anak kamu, kalau udah makan pasti minta yang lain dia." "Kalau Mas boleh minta yang lain?" tanya Jevano dengan tatapan nakalnya. "Maksudnya yang lain apa?" tanya Anna menimpalinya. "Yang kayak Rezkiano misalnya," jawab Jevano dengan nakalnya. Anna tertawa lalu menutup wajah suaminya itu, "boleh... Tapi pake lagi popok kayak Rezki, mau?" "Nanti Mas dikira tuyul yang ada," pungka
Jevano menekuk wajahnya, "mas kecewa banget kamu gak inget sama kata-kata yang selama ini Mas inget." Anna terkekeh lalu melingkarkan tangannya pada leher sang suami, "anna inget Mas. Barusan cuman bercanda aja." Jevano mengulas senyumnya, ia dongakkan dagu sang istri dengan tatapan lekatnya kali ini. Perlahan wajahnya mulai berdekatan, suara napas dan degupan kencang jantung Anna semakin terdengar. Baru saja Jevano akan melakukannya, anaknya itu menangis di atas sofa, merengek entah kenapa. Laki-laki itu mendengus kesal, "kok dia bisa tau kalau kita lagi mesra begini?" tanyanya dengan rajukan pada sang istri. Anna terkekeh, "ya itu resikonya punya saingan sendiri Mas." "Ih gak adil banget," pungkasnya merasa kecewa. Anna terkekeh lalu meminta suaminya untuk menurunkannya kembali. Ia hampiri sang anak yang sudah mencarinya. Wanita itu segera memangku dan menenangkannya, "ia anak ibu ini kenapa? hm?" tany
Gio menyunggingkan bibirnya kesal, "pak kalau mau bicarakan sesuatu, langsung aja. Jangan sedikit-sedikit.""Maksud saya, kamu kepikiran tidak kalau yang menyamar jadi Intan kemarin itu rohnya Elin?" tanya Jevano memperjelasnya. "Loh iya juga ya, jangan-jangan emang dia. Tapi kenapa yang didatangi saya? Kan Bapak yang mantan pacarnya bukan saya," timpal Gio. Jevano mendongak pada sekretarisnya, "jangan-jangan dia ada dendam sama kamu atau dia benci sama kamu makanya dia nyamar jadi Intan kemarin." "Ah saya gak percaya sama yang begituan," ujar Gio, "yang jadi Intan itu hantu bukan roh Elin." "Ya sudah kalau begitu," timpal Jevano dengan santainya sembari membereskan berkasnya, mematikan komputernya lalu meraih jas dan tas kerjanya."Bapak mau kemana?" tanya Gio. "Mau pulang lah, kan gak boleh lebih dari jam 7 malam. Kerjaan saya juga sudah selesai," jawab Jevano dengan santainya berjalan keluar ruangan. Gi
"Apa Mas?" tanya Anna. "Laki-laki itu gak anggap kamu teman, tapi anggap kamu sebagai wanita yang harus dia perjuangkan," jawab Jevano. Anna menautkan alisnya tidak mengerti, "maksudnya gimana?" "Sayang, namanya laki-laki itu tidak ada yang akan perhatian lebih kalau dia gak ada maunya. Dia perhatian sama kamu, sampai kasih tau kamu tentang lowongan kerja, lindungi kamu, menyemangati kamu disaat Mas masih kegoda sama Elin, itu bukan hanya sekedar menganggap kamu teman," jelasnya. Anna malah menyelidik menatap suaminya, "mas ngelakuin itu juga sama perempuan lain kalau mau deketin?" Jevano malah tersenyum menatap istrinya, ia kecup pipi istrinya dengan mesra, "kamu tanya sama Gio, pernah gak Mas berbuat seperti itu. Bahkan sekalinya pacaran pun Mas gak pernah berlebihan dalam bersikap sama Elin. Semuanya hanya milik kamu, sikap Mas yang sekarang itu hanya milik kamu satu-satunya." Anna tersenyum dengan tatapan harunya
Jevano mendecak dengan senyuman remeh, "saya cuman memaafkan kamu dan istri kamu. Bukan berarti kontrak kerjasamanya akan saya lanjutkan," ucapnya lalu melenggang pergi. Anna hanya terdiam, ia juga tidak bisa lagi untuk meminta suaminya untuk kerjasama ulang dengan perusahaan itu. Wanita itu memilih diam, apalagi memang raut wajah suaminya sudah berubah, juga ia tidak mengerti dengan berbagai pekerjaan suaminya. Anna berbaring di kamarnya, sembari Jevano yang terus menemaninya seharian. Wanita itu mengulas senyumannya, "mas gak mau kemana-mana?" tanyanya. Jevano menggelengkan kepalanya, "mas mau jagain kamu di sini." "Mas gak usah khawatir, Anna udah baik-baik aja kok sekarang," ucap Anna. "Tapi Say-""Mas.... Anna baik kok," timpal Anna menyelanya. (Sekitar 4 bulan kemudian) Kandungan anna sudah mencapai akhir dan menuju persalinan, cukup membuatnya sedikit gugup sekarang. Tapi wanita itu tetap
Gio memberikan sebuah berkas kerjasama pada bapak pemilik rumah, "saya dimintai oleh Pak Jevano untuk menyampaikan hal ini pada bapak tentang kontrak kerjasama." "Maksudnya?" tanya bapaknya kebingungan. "Pak Jevano ingin membatalkan kontrak kerjasama dengan bapak," "Loh memangnya kenapa? Bukannya Pak jevano sendiri sudah menyetujuinya?" Gio mengangguk, "tapi sekarang Pak jevano ingin membatalkannya." "Dengan alasan apa?" tanya bapaknya. "Bapak bisa tanya sendiri sama istri dan anak bapak, apa yang sudah dia perbuat pada istri dan anak pak jevano. Kami permisi!" ucap Gio lalu kembali dengan pengacara perusahaannya itu. Di ruang tengah yang cukup besar itu, Bapak itu masuk dengan kesalnya lalu membanting berkas pada meja yang ada tepat di hadapan sang istri dan anaknya. "Ada apa ini Yah?" tanya ibunya. "Ada apa kamu bilang? Apa yang kamu lakukan sama istri dan anaknya Pak Jevano sampai dia ingin
Guru itu memberikan bukti rekaman cctv hingga sang ibu terdiam, begitupun dengan Anna yang melihatnya. "Saya meminta ibu dan anak ibu untuk meminta maaf ada Rezkiano dan ibunya hanya untuk sekedar menyadari kesalahan bukan untuk menurunkan harga diri," ucap Gurunya. Ibu itu berdiri, "saya tidak sudi meminta maaf sama wanita miskin ini." "Tapi Bu-" "Saya tau Anna itu istrinya Jevano, tapi ibu guru tau tidak? kalau ayah wanita ini adalah pemabuk berat, bahkan sampai masuk penjara karena membunuh besannya sendiri," gelagar Ibu itu lalu pergi begitu saja dengan anaknya. Anna mengepalkan tangannya, menahan emosi. Sedangkan gurunya itu hanya terdiam menatap Anna yang sudah kesal dengan ibu dari teman anaknya itu. "Bu anna tidak apa-apa?" tanya gurunya. Alih-alih menjawabnya, Anna malah meringis sembari memegangi perutnya yang buncit. Sontak Rezkiano mulai menangis melihatnya. Guru itu langsung memanggil ambula
Keesokan paginya, ketukan cukup keras pada pintu kamar Jevano membuat keduanya terbangun. Jevano membuka pintunya setelah memakai kaosnya kembali, "kenapa sih Rezki?" Sang anak dengan tangisannya itu langsung memeluk kaki ayahnya, "ayah, Rezki takut!" "Takut kenapa?" tanya Jevano sembari berjongkok menghadap anaknya, "kamu pasti mimpi buruk ya?" Rezki mengangguk, ia menjelaskan bahwa ia bermimpi jika ayah dan ibunya pergi meninggalkannya seorang diri. Ia hidup dalam rumah megah itu tanpa sosok siapapun yang menemaninya hingga ada seseorang yang mencarinya, mengejarnya untuk membunuhnya seperti laki-laki itu membunuh ayah dan ibunya. Jevano membawanya pada pelukan, ia elus punggung sang anak agar tenang, "udah ya! itu kan cuman mimpi. Jadi gak ada hubungannya sama dunia nyata, ibu sama ayah juga gak bakal kemana-mana. Rezki tenang aja ya!" Dengan sesenggukan, anak itu mengangguk mengiyakan. Hari sudah mulai siang, Rezkiano j
Jevano membantu istrinya untuk berdiri lalu menggandeng nya untuk masuk ke rumah. Rezkiano yang melihatnya itu menangis lalu menyusul kedua orang tuanya masuk dengan buku gambar dan alat gambar lainnya. Laki-laki itu berbisik pada istrinya, "tuh kan apa yang Mas bilang. Dia bakal ikut masuk kalau kamu masuk," ucapnya. Anna hanya mengangguk sembari mengangkat ibu jarinya pada sang suami. "Ibu....." rengek Rezkiano sembari menangis menghampiri ibunya yang baru saja duduk pada sofa ruang tengah. Sedangkan Jevano pergi masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Anna mengusak rambut anaknya, tidak lupa mengusap sisa air mata anaknya itu, "kan tadi kata Ibu apa. Rezki gak nurut sih." "Maaf Ibu!" ungkapnya lalu memeluk Anna dengan eratnya. Anna mengulas senyuman, "udah.... Sekarang mending kamu mandi, nanti Ibu siapin baju tidurnya terus kita makan malam sama ayah." Rezkiano menggelengkan kepalanya, "Rezki gak mau makan sama ayah. Nan
Gio mengangguk, "ini hasilnya, Pak. Bisa bapak lihat," jawabnya sembari menunjukkan data pada tab-nya. Jevano mengerutkan keningnya fokus, ia melihat beberapa kejanggalan pada laporannya. "Ini kenapa bisa begini?" tanya Jevano menoleh kembali pada sekretarisnya, "waktu saya kemarin gak ke perusahaan ada yang terjadi atau ada yang mencurigakan gak? Kok kamu baru bilang sekarang?" Gio begitu gugup mendengarnya, apalagi sang atasan sudah nampak kesal dengan wajah kesalnya. "Sudah selidiki siapa yang buat data jadi berantakan kayak begini?" tanya Jevano. "Saya belum tau, Pak. Saya baru aja dapat laporan ini dari butik kemarin karena saya minta, terus laporan data dari pihak pemasaran juga baru 2 hari lalu," jawab Gio. Jevano mengangguk sembari memahami datanya, berhubung memang masih merasa janggal, laki-laki itu meminta sekretarisnya untuk mengadakan rapat dengan beberapa karyawannya. Hari sudah mulai siang, Jevano m
"Mau main apa emangnya?" tanya Jevano sembari turun dari tangganya. Anak laki-laki itu tersenyum pada ayahnya lalu menghampirinya sembari membawa bola untuk mengajak sang ayah bermain bola di halaman depan. "Masih panas Sayang. Masa mau main bola," ucap Anna menahan anaknya. Rezkiano menekuk wajahnya, memasang wajah memelas pada sang ayah. Jevano tersenyum lalu menoleh pada sang istri, "udahlah gak apa-apa, Sayang. Biarin aja, mumpung Mas juga ada di rumah, kan biasanya gak bisa main sama sekali sama dia." Jevano mengusak rambut anaknya, memintanya untuk membawa topi miliknya agar tidak terlalu kepanasan. Sehabis itu, keduanya pergi ke depan disusul oleh Anna yang membawa cemilan manis yang dibelikan suaminya beberapa hari lalu. Tidak lupa meminta Bi Ani untuk membawakan minum juga untuk suami dan anaknya nanti. Rezkiano terlihat begitu senang, memang Jevano jarang bermain dengan anaknya karena pekerjaan yang cukup padat ap
Kali ini, Jevano yang melahap bubur buatannya. Tapi ekspresinya berubah setelah menelannya, "kok rasanya beda ya? Apa yang kurang?" tanyanya beruntun, "rasanya beda sama buatan kamu." Anna mengulas senyumannya, "mas ini enak kok. Kenapa beda karena beda tangan pasti beda rasa walaupun resepnya sama." "Emang kayak gitu ngaruh ya Sayang?" tanya Jevano. Anna mengangguk, "awalnya Anna juga gak percaya, tapi kata Ibu, mau bagaimanapun nikmatnya masakan di luar tidak akan sama dengan masakan yang kamu suka dari orang yang kamu suka juga. Terus masakan itu akan beda rasanya ketika dimasak oleh orang lain," jelasnya membuat Anna mengangguk. Wanita itu menghadap pada suaminya, "mas tau gak? Satu hal yang buat Anna selalu inget sama kata-kata ibu dan bertekad buat jadi istri yang selalu memasak untuk suami dan anaknya." "Apa kata Ibu kamu?" tanyanya. "Kata Ibu, mau makan di restoran mahal pun masakan istri akan selalu membuat rindu s
Jevano mengulas senyumnya pada sang istri yang menghampiri. Tangannya sibuk mencari bahan masakan yang sudah berserakan di dekat kompor. Anna berdiri di samping laki-laki gagahnya itu, ia tatap wajah suaminya dengan senyuman. Jevano terlihat begitu sangat tampan ketika fokus, apalagi saat masak, bahunya terlihat lebih tampan dibanding wajahnya. Anna beralih memeluk suaminya dari belakang, sontak Jevano terkekeh pelan ketika tangan mungil istrinya melingkar begitu saja. "Sayang, nanti kecipratan air panasnya loh!" tegur Jevano. Anna sedikit melirik suaminya, "abisnya Mas ditanya gak jawab." Jevano terkekeh, "mas cuman lagi fokus aja takut ada yang kelewat." "Emang Mas lagi bikin apa sih?" tanya Anna lagi, "sampe dapur jadi berantakan begini." Jevano terkekeh, ia lepaskan tangan mungil sang istri lalu memintanya untuk berdiri di samping. Matanya menunjuk buku catatan dengan sebuah resep bubur yang sangat ia sukai.