Share

Selevel

Author: Ira Yusran
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Jangan pernah lagi deketin A4! Kita beda kasta!"

Ari mencebik, lalu tersenyum kambing. "Kasta? Gimana kalo tak tegesin lagi, Ra?"

Lara yang masih berada di meja bar pun meraih dua gelas keluaran Riedle dan sebotol sparkling wine: Jian Pierre. "No nego!"

Ari menggeleng pelan, lalu meraih rokok elektrik yang tergantung pada leher saat Lara membawa nampan ke meja. Dihisapnya vape lamat-lamat sembari memerhatikan lekuk tubuh gadis di hadapannya yang aduhai. "Mau nggak mau, kamu harus bikin aku selevel sama kalian."

Dentingan bibir botol yang beradu dengan gelas seolah-olah menjadi musik latar tatapan Lara yang menusuk ke arah Ari. Senyum yang tadinya sempat terulas, lesap seketika. Diarahkannya anak rambut yang terjatuh kembali ke belakang telinga. Lantas, botol berwarna blush pink itu diletakkannya dengan penuh tenaga.

"Apa, sih, mau elu sebenernya?"

Lara menya

Ira Yusran

Kok masih ada Sik yang ngomongin kasta di tahun milenial gini? Gemes sana Lara!

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terpaksa Jadi Pacar   Liat Gebetan Elu!

    Di kamar berukuran empat kali lima dengan kamar mandi dalam ruangan, Ari merebahkan badannya pada ranjang. Sembari menonton tayangan video yang diambil sendiri, ia cengar-cengir tak keruan.Betapa tidak. Ia datang ke rumah minimalis semi industrial itu hanya untuk memenuhi panggilan Lara. Namun, pria yang dikenal pecinta wanita malah mendapat satu senjata menarik di sana.Ari yang mendengar suara desahan pun langsung mengeluarkan ponselnya. Sembari merekam, ia mulai masuk dan mencari sang empunya rumah.Ruang tamu yang didominasi warna hitam dan abu dilewati Ari begitu saja. Pada koridor yang penuh aksen kayu dengan pencahayaan terang, ia mengarahkan ponselnya.Dari koridor itulah, ia melihat Lara mengenakan bikini berwarna hitam pekat. Tubuh gadis ranum itu sintal berisi hingga membuat Ari menelan ludah sendiri.Kain bikini yang basah, serta anak rambut yang meneteskan air kian

  • Terpaksa Jadi Pacar   Menang Banyak

    Ari mengernyit heran, lantas menarik lengan yang masih menegang ke arah Rendi. Ia menatap notifikasi pada layar ponsel."Siapa?" tanya Ari, mendongakkan dagu."Eh, nggak gue kira tadi baca notif wa masuk nyebut nama itu. Dia cewek elu?"Ari mencari celah dalam tatapan Rendi, tapi tak ditemui apa pun selain gurat wajah yang diperam tanya. "Dia bos bengkel."Mendengar jawaban Ari, Rendi tampak bernapas lega. Namun, sedetik kemudian ia membeliak. "Dia yang nabok elu pas awal kerja?"Lirikan membunuh pun langsung dilesatkan Ari. Ia yang berupaya keras melupakan kejadian itu dengan memanfaatkan sang pelaku, malah orang lain yang mengingatkannya lagi."Gue salah ngomong, dah." Rendi nyengir kuda."Pergi sono! Aku nggak minat ngerungokke awakmu! Njur loro ati!" usir Ari. Ia lantas bangkit dan menarik lengan sang adik."Tapi

  • Terpaksa Jadi Pacar   Judesi Cantika

    "Lagi bongkar rumah, butuh jasa arsitek, Yang," tulis Ari pada salah satu aplikasi perpesanan yang dikirim pada sang kekasih.Tak butuh waktu lama, titik tiga tengah bergoyang di bawah nickname yang disemat Ari. Judesi Cantika. "Bomat!""Kenalin arsitek rumahmu, ya, Sayang," goda Ari.Sungguh, sejak ia datang bertamu, Ari tak henti-hentinya memikirkan kemolekan tubuh Lara. Terlebih, tatonya kian membuat gadis delapan belas tahun itu makin seksi tak keruan. Ponsel Ari bergetar, lantas dibukanya pesan."Oke, gue kenalin. Gantinya, elu hapus satu video."Ari yang memang tak ingin kalah hanya mencebik sembari kembali mengetik balasan. "Nggak semudah itu ngehapus video, Yang. Mending tak arsiteki sendiri. Tiduro, Cantik."Ari menyimpul senyum sebelum akhirnya memejamkan kedua mata. Diabaikannya getar ponsel yang menderu tanpa henti. Tanda seseorang tengah me

  • Terpaksa Jadi Pacar   Satu Lagi

    "Sendirian, Tar?" Ari mengedarkan pandang ke arah sekitar, tapi tak ditemukannya ketiga kawan seikatan."Hah? Elu ngapain di sini?" tanya Tarissa yang turut mengekori tiap pandangan salah satu karyawan di bengkel bersama Eiffor."Ini tempat umum, 'kan? Nggak ada larangan pula buat aku masuk.""Maksudku bener-bener ngapain, Ri?"Hampir saja Ari mencebik jika tak mampu menahannya barang sedetik. "Aku lagi renov rumah. Renov sendiri aku. Eh, berdua ding sama adek. Jadi beli banyak kebutuhan di sini. Lumayan ada diskon banyak. Bisa mangkas pengeluaran juga nantinya."Tarissa mengangguk, lantas maju beberapa langkah hingga berada tepat di depan meja pembayaran. Dikeluarkannya beberapa ambalan gantung dengan berbagai macam ukuran dari keranjang belanjaan."Gue di sini beli ini. Mo re-dekor kamar. Udah bosen."Ari yang tak bertanya hanya mengang

  • Terpaksa Jadi Pacar   Progres

    "Kepiye, Su, progres rumahmu?" tanya Supri, saat Ari baru akan mengambil mobil yang antri."Alhamdulillah, wis roboh. Hari ini mau mondasi."Jawaban singkat Ari membuat Supri mengernyit. Sembari mengganti oli, pria berusia 47 tahun itu terus memberondong Ari."Sebenernya lebih enak dikerjakan tukang sama yang udah pengalaman, 'kan, Su? Kenapa repot-repot kerjain sendiri? Pagi di sini, malem di rumah, kapan pacarane?"Ari tak lagi menjawab. Ia hanya melirik sembari mengulas senyum hangat. Bukan tak mampu membayar tukang, tapi ia belum mendapat gambaran yang pas hendak dijadikan apa nantinya.Pria berusia 29 tahun itu telah kembali ke stationnya bersama sebuah mobil yang berkelas. Lantas, ia memulai pekerjaannya dengan telaten. Tak berselang lama, seorang perempuan dengan pakaian semi formal datang menghampirinya."Gimana mobilnya, Mas?"So

  • Terpaksa Jadi Pacar   Memoar Silam

    "Apa? Yang bener?" tanya Rendi yang melotot tak percaya."Mana pernah aku mbijuk? Aku tenanan, lah. Nggak apa tinggal di sini sementara. Paling juga dua tiga bulan kelarnya," jawab Ari menggampangkan."Masalahnya, mbangun rumah 6x10 meter itu nggak cuma sekamar, Kak! Mana bisa lu lakuin sendiri?"Kali ini Rendi bangkit dari ranjang dan meraih rokok elektriknya. Ia mengambil duduk tepat di depan sang kakak."Kalo buat ngecor ya pasti butuh bantuan, Ren, lebih dari itu ya kemungkinan tak lakuin sendiri. Lumayan sambil ngumpulin duit lagi.""Elu gila? Pagi kerja, malem juga mau kerja? Jan kemaruk kalo kata ayah.""Bukan kemaruk, Ren," bela Ari. Lantas ia menyesap rokoknya dalam-dalam. "Ini namanya lagi mode rajin. Anggep ajalah aku istirahat di kamar kalo malem.""Gue bantuin.""Nggak perlu.""Gue ma

  • Terpaksa Jadi Pacar   Telepon

    "Elu kerja sampingan, Ren?" tanya Saka. Kedua matanya melotot ke arah kawannya sejak dini, sedang tangan yang tadinya menyangga kepala merenggang ke arah Rendi."Bukan kerja, sih," jawab Rendi yang menggaruk kepala."Terus apaan?" Dimas mengalihkan pandang, enggan terlalu overask pada sang kawan."Rumah lagi direnov sama kakak. Gue cuma bantuin dikit-dikit, lah.""Wait ...." Dimas menghentikan aksinya yang hampir meneguk segelas kopi dingin.Melihat gurat tanya pada wajah Dimas, Rendi hanya mengangguk, membenarkan. "Gue nguli."Sontak saja, Dimas dan Saka menggeleng sembari berdecak. Rendi yang merasa diperhatikan pun hanya merasa terharu pada kedua kawan yang tak biasanya seperti ini. "Gue nggak apa, kok, kalian nggak usah bantuin."Rendi mengulas senyum saat Dimas dan Saka ternganga. Merasa begitu hebat, laki-laki beralis tebal itu kemb

  • Terpaksa Jadi Pacar   Ketahuan

    "Kan gue uda pernah bilang, elu nggak boleh deketin Eiffor!"Ari yang mendengar teriakan Lara dari ujung ponselnya hanya bisa sedikit menjauhkan speaker dari telinga. Lantas, ia menyimpul senyum kuda. "Bukan gitu, Ra. Dia sendiri yang ngedeketin aku. Awak'e tau sendiri 'kan pesonaku emang sekuat itu.""Bullshit!" maki Lara penuh emosi."Jadi, kiro-kiro awak'e iki cemburu gitu, ya?" goda Ari yang kemudian duduk dan bersandar.Tarissa yang berada di bangku lain, melihat ke arah Ari sembari tersenyum ramah."Jan ngimpi di siang bolong!""Tapi tunggu. Awak'e kok tau kalo aku sama salah satu genkmu? Nyewa mata-mata?"Seketika itu juga, Ari mengedarkan pandang. Tak didapatinya sosok yang mencurigakan kecuali ....Perlahan Ari mendekati meja di belakangnya, lantas menarik koran yang tengah dibentang hingga menutupi wajah. So

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

  • Terpaksa Jadi Pacar   Peninggalan

    Ari baru saja tiba di rumah lamanya. Esok adalah hari di mana ia akan kembali ke sana. Ke tempat di mana ia dibesarkan bersama Rendi dengan belas kasih banyak tetangga.Sesekali, ia mengenang kilas kejadian yang memilukan. Tentang kematian orang-orang terkasih, bahkan ibunya yang pergi setelah meninggalkannya di rumah Bunda Diana.Pelan, diambilnya beberapa paket sembako yang sedari tadi ada di sekitar kakinya. Ia mengayun langkah tegas, pada rumah-rumah yang dulu pernah menjadi tempat singgah lapar mendera.Usai mengucap salam, wanita paruh baya membual pintu sembari mengulas senyum yang terkembang. "Ari? Ada apa, Nak? Sini, masuk!"Ari menggeleng sembari mengulas senyum. Lekas, diberikannya kontener kecil berisi banyak kebutuhan dapur. "Buat njenengan, Bu. Maaf kalo cuma bisa ngasih ini. In Syaa Allah, akan lebih sering ngasih."Melihat kontener besar yang dibawa Ari, wanita it

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kata Supri

    Sudah sehari setelah kedatangannya kembali ke Jakarta, saat Ari duduk bersisian di warung kopi tak jauh dari Fiterus Asikin. Bersama kawannya, ia terus berbincang tanpa kenal waktu lagi."Kukira, wakmu sudah lupa aku, Su! Udahlah enggak pernah main, eh nomormu enggak bisa dihubungi. Kenapa?"Ari tergelak sebentar, lantas menuang kopi pada lepek. Bersama, Supri, Ari mampu menjadi sosok yang selama ini selau dipendam jati dirinya."Gimana? Wis dapet laba?"Mendengar pertanyaan Supri, sontak Ari terbahak. "Bati opo? Emang jual beli pake tanya laba segala?"Ari terbahak, begitu pula Supri. Lantas, bersamaan keduanya menyesap kopi dari lepek."Enak koe, Su! Pantes dulu sering bayarin aku. Saiki gimana?" tanya Supri. Ia mencomot satu gorengan yang ada di tengah meja."Enggak gimana-gimana. Lagi mau bikin usaha aku. Biar selevel sama Lara. Palin

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tangan Kanan

    Lara baru saja tiba di rumahnya, saat ponselnya berdering nyaring. Ia mengedar pandang pada sosok yang ada di balik punggungnya."Masuk, sana!" titah Ari. Ia mengantar kepulangan Lara menggunakan taksi dalam jaringan.Lara mengangguk, lantas melambaikan tangannya. Tepat sebelum ia masuk ke rumah, Lara mengangkat panggilan dari orang-orang yang dipercayai mengurus segala sesuatu tentang usaha yang Ari impikan.Hanya dengan menajamkan pendengaran, Lara tahu betul mobil yang ditumpangi Ari telah pergi. Cepat, ia membuka pagar dan masuk rumah."Ada apa, Pak?" tanya Lara, antusias."Begini, Nona. Tentang perizinan dan sebagainya sudah keluar. Semua sudah beres. Jadi, kita bisa segera memulai pembangunan."Mendengar ucapan sang tangan kanan, tentu saja Lara semringah. Tanpa sadar ia melompat girang. Lantas, segera masuk ke kamar.Ia terla

DMCA.com Protection Status