Share

Satu Kata

Penulis: Ira Yusran
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kenapa ngediemin gue?"

Ari mencebik, lantas ia mengurungkan niat untuk pulang ke hotel. Kembali, ia enyakkan pantat pada kursi berplat besi. "Kenapa? Enggak ada yang berubah, 'kan?"

Kedua alis Tarissa menukik, lantas mendekat dan ikut duduk di samping Ari. "Maksudmu elu apa? Gue yang enggak berubah? Gue udah sabar-sabarin elu, malah elunya ngelunjak. Lupa daratan?"

Ari kembali mengulas senyum hampa. Lantas, ia menumpukan masing-masing siku pada kedua pada. Jemarinya bertaut dan mencoba menutupi mulut.

"Enggak ada yang bisa ngerubah fakta, kalo kamu enggak punya rasa apa pun ke aku. Begitu juga aku. Hampa."

Sontak saja, Tarissa melempar tasnya hingga mengenai kepala Ari. Giginya saling bergemeletuk sebab amarah yang ditahan. "Yang gue tau, gue cemburu liat elu deket sama Lara!"

Kali itu, Ari memejamkan mata. Bukan hanya Tarissa, ia juga tengah menahan amarah

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bak Keluarga Sendiri

    Empat hari usai malam yang menyebalkan bagi Tarissa, ia kini sudah baik-baik saja mengingat fakta bahwa Ari tak menyukainya. Pun bahwa realitanya, ia bahkan tak menginginkan Ari untuk dirinya sendiri.Ia tak lagi peduli, bahkan terkesan begitu asing dengan Ari. Sesekali, ia hanya akan menanyakan perihal perut pada Ari. Seperti sore ini."Makan bareng, yuk!" ajak Tarissa, sesaat setelah pintu kamar Ari dibuka.Ari mengedik, kemudian mengekori Tarissa begitu saja. Terhitung sudah tiga Minggu ia berada di sini, menemani Tarissa yang sedang 'sakit' hati dan pikirannya.Ia tak mau ambil pusing dengan keadaan apa pun. Terlebih, dengan kondisi Tarissa. Sesekali, ia akan bermain Pop It Up seseprti biasa. Meski tak harus pergi sejauh beberapa waktu silam.Tak jauh dari hotel Majapahit, ada mal Tunjungan Plaza. Di sana juga banyak game dancer tersedia. Jadi, saat ia merasa begitu kesepian,

  • Terpaksa Jadi Pacar   Ingin Jumpa

    Ari baru saja tiba di bandara Juanda Surabaya bersama Tarissa dan Daviq. Koper pada tangan kanannya ditarik sedemikian rupa hingga sampai di gerbang pemeriksaan. Tiket dan identitasnya sudah di tangan, begitu pula tasnya yang tengah diperiksa. Tarissa manatap Ari penuh harap, tentang maaf yang dipintanya semalam. Ari menganggut, lantas mengangkat jempolnya tinggi kala ia mulai masuk lebih jauh lagi. Ia ingat betul, permintaan yang diurai Tarissa Kamis malam kemarin. "Sorry, kalo gegara gue elu jadi di sini. Jauh dari adik juga dari sosok yang elu cintai." Ari menganggut mendengar ucapan Tarissa, lantas memeluknya erat tanpa diminta. "Ini namanya takdir, Tar. Udah, jan dipikirin. Yang penting elu udah nerima kalo rasa yang selama ini itu bukan cinta yang sesungguhnya. Tapi lebih ke iri gegara liat Lara yang lagi bahagia." "Gue bahkan enggak pernah ngerasain yang namanya

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bebal

    Lara yang sudah kepalang senang hendak bertemu Ari pun hanya bisa mengembangkan senyum selebar mungkin. Sesekali ia menatap pada tiap gedung-gedung pencakar yang tak setinggi Jakarta. Beberapa kali ia juga merasa takjub sebab kebersihan jalan protokol Surabaya.Rindangnya pepohonan yang hampir tak mampu dijumpa pada kota tempatnya tinggal, membuat Lara membulatkan tekat untuk tinggal lebih lama di sana. Pada sebuah pusat perbelanjaan di perbatasan kota Surabaya, Lara ingin mampir sebentar."Pak, di sini aja, deh. Maaf, ya."Sopir taksi hanya mengangguk, lantas menepikan kendaraan dan masuk ke dekat pintu utama. Lara turun setelah membayar sejumlah uang tambahan bagi petugas sopir. Lantas, ia masuk ke dalam City of Tomorrow.Koper masih dibawanya ke mana-mana, hingga bertemu dengan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah kawannya dahulu."Lara?"Lara mengernyit, lalu mengingat sosok yang memanggilnya. "Loh, Dinda? Elu stay

  • Terpaksa Jadi Pacar   Nyusulin

    Ari baru saja tiba di bandara Soetta. Ia mengerek kopernya hingga sampa pada gerbang kedatangan. Meski tak ada seseorang yang menjemput, euforia dalam hatinya pun sama besar dengan para pelancong lain.Cepat, ia masuk mobil angkutan pribadi, lantas segera menuju ke rumah indekosnya daerah Mogot. Bagaimanapun, orang pertama yang harus tau kedatangannya adalah Rendi. Sang adik tercinta.Di sepanjang perjalanan, Ari terus menatap lalu-lalang kendaraan yang tak pernah ada habisnya. Kepadatan kendaraan yang mungkin menjadi daya tarik para perantau. Mereka akan berpikir, ibu kota terlalu sibuk hingga harus berlama-lama di jalanan.Ari mengedikkan bahu, lantas bersenandung. Beberapa kali, ia menatap langit biru yang berlukiskan wajah ayu Lara. Sosok yang telah dirindunya. Tak butuh waktu lama, kendaarn pun berhenti tepat di depan rumah indekosnya.Usai membayar, ia segera turun dari taksi. Lantas, ia masuk

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tunduk!

    "Maafin gue, Ra."Lara masih terisak di sofa dudukan tiga. Tepat di dalam kamar Tarissa setelah tahu bahwa Ari kembali ke Jakarta. Bersamaan dengan ia yang datang ke Surabaya."Bukan itu yang bikin gue kesel, Tar."Tarissa mengernyit, lalu mendekat ke arah sang kawan. "Terus apa? Sorry kalo gue bikin elu sama Lalita ketakutan. Bahkan gue sempet ngancem Lalita. Gue ngerasa bersalah banget, Ra. Maafin ...."Lara bergeming. Ia masih terisak. Lantas, dipeluknya sang kawan yang memang dijanjikan untuk kembali seperti sosok semula. "Gue kesel karena Ari terbang ke Jakarta pas gue udah niat banget nyusulin dia kemari!"Sontak saja, Tarissa menyimpul senyum kecut. "Gue yang nyuruh dia balik duluan. Gue pikir elu enggak bakal ke sini, makanya gue nyuruh dia balik dulu. Biar cepet ketemu, Ra. Sorry again."Kini, Lara makin keras isaknya. Bukan sebab fakta mengenai Tari

  • Terpaksa Jadi Pacar   Gugup

    "Biar gue aja yang balik Jakarta, Ri. Udah pesen tiket juga," ujar Lara.Usai berbincang hangat dengan Tarissa, ia memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Toh, ia ke Surabaya juga untuk menemui Ari."Kami capek ntar, Ra. Mending aku aja yang ke sana, tunggu di kamar Tarissa, ya."Ari pun tak ingin kalah. Keduanya sama-sama ingin terbang ke tempat di mana masing-masing hati melabuhkan kaki."Enggak usah, Ri, gue udah mau berangkat ini."Mendengar adu mulut yang manis, tentu saja Tarissa dan Daviq ikut geram. Pasalnya sudah hampir sejam, percakapan mereka hanya seputar siapa yang akan lebih dulu terbang.Sontak, Tarissa bangkit dan meraih ponsel Lara. Dimatikannya sambungan telepon dan menarik Lara agar segera bangkit."Kalo udah kangen buru balik sana! Udah mau telat jam penerbangan!"Dibentak sedemikian rupa, tentu saja

  • Terpaksa Jadi Pacar   Temu Kangen

    Saat pintu kedatangan dibuka sedemikian rupa, banyak wajah keluar dari sana. Ari sudah mencari-cari sosok yang sudah memenangi hatinya. Berkali-kali ia memastikan, mencari sosok yang selama ini dirindukan.Terang saja, Ari mulai kecewa. Ia sudah hampir pergi dari sana saat lengkingan suara terdengar telinganya."Lalita! Deris!"Sontak, Ari menanap. Ia menoleh tepat saat Lara telah memeluk kedua sahabatnya. Ia hampir saja meraih kotak perhiasan yang disembunyikan di balik jaket saat Lara juga memeluknya erat."Jangan peluk-peluk, Ra. Diliat orang banyak!"Lalita dan Derisca mencoba menarik Lara yang tengah merayakan euforianya. Sayang, usaha keduanya gagal sekuat apa pun mereka mencoba.Sementara Ari, ia terlihat tak mampu berkata-kata. Sesekali, ia memang memeluk erat tubuh Lara."Udah, hei. Banyak paparazi, Ra!"Sont

  • Terpaksa Jadi Pacar   Asmaraloka

    Lara dan Ari turun di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Bukan tanpa sebab, keduanya ingin menghabiskan waktu bersama setelah hampir sebulan terpisah.Apalagi, Ari punya sesuatu untuk ditunjukkan pada Lara. Apa pun itu jawabannya, yang penting ia harus mengungkapkan isi hatinya.Ari sudah memesan makanan dan minuman saat Lara baru kembali dari kamar mandi. Pada restoran siap saji yang menunya didominasi oleh makanan khas Italia, keduanya melabuhkan pilihan.Usai Lara memilih, Ari bersikeras menggenggam tangan Lara erat-erat. Kali itu, ia hanya ingin memegang tangan Lara beberapa jenak. Ia hanya ingin, sosok di depannya tak lagi pergi jauh dari sisinya.Sementara Lara, degup jantungnya tak keruan. Ia bahkan berharap agar musik yang mengalun di seantero ruangan restoran tak berhenti begitu saja. Sebab jika berhenti, ia akan malu setengah mati karena debar jantungnya mampu dide

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

  • Terpaksa Jadi Pacar   Peninggalan

    Ari baru saja tiba di rumah lamanya. Esok adalah hari di mana ia akan kembali ke sana. Ke tempat di mana ia dibesarkan bersama Rendi dengan belas kasih banyak tetangga.Sesekali, ia mengenang kilas kejadian yang memilukan. Tentang kematian orang-orang terkasih, bahkan ibunya yang pergi setelah meninggalkannya di rumah Bunda Diana.Pelan, diambilnya beberapa paket sembako yang sedari tadi ada di sekitar kakinya. Ia mengayun langkah tegas, pada rumah-rumah yang dulu pernah menjadi tempat singgah lapar mendera.Usai mengucap salam, wanita paruh baya membual pintu sembari mengulas senyum yang terkembang. "Ari? Ada apa, Nak? Sini, masuk!"Ari menggeleng sembari mengulas senyum. Lekas, diberikannya kontener kecil berisi banyak kebutuhan dapur. "Buat njenengan, Bu. Maaf kalo cuma bisa ngasih ini. In Syaa Allah, akan lebih sering ngasih."Melihat kontener besar yang dibawa Ari, wanita it

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kata Supri

    Sudah sehari setelah kedatangannya kembali ke Jakarta, saat Ari duduk bersisian di warung kopi tak jauh dari Fiterus Asikin. Bersama kawannya, ia terus berbincang tanpa kenal waktu lagi."Kukira, wakmu sudah lupa aku, Su! Udahlah enggak pernah main, eh nomormu enggak bisa dihubungi. Kenapa?"Ari tergelak sebentar, lantas menuang kopi pada lepek. Bersama, Supri, Ari mampu menjadi sosok yang selama ini selau dipendam jati dirinya."Gimana? Wis dapet laba?"Mendengar pertanyaan Supri, sontak Ari terbahak. "Bati opo? Emang jual beli pake tanya laba segala?"Ari terbahak, begitu pula Supri. Lantas, bersamaan keduanya menyesap kopi dari lepek."Enak koe, Su! Pantes dulu sering bayarin aku. Saiki gimana?" tanya Supri. Ia mencomot satu gorengan yang ada di tengah meja."Enggak gimana-gimana. Lagi mau bikin usaha aku. Biar selevel sama Lara. Palin

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tangan Kanan

    Lara baru saja tiba di rumahnya, saat ponselnya berdering nyaring. Ia mengedar pandang pada sosok yang ada di balik punggungnya."Masuk, sana!" titah Ari. Ia mengantar kepulangan Lara menggunakan taksi dalam jaringan.Lara mengangguk, lantas melambaikan tangannya. Tepat sebelum ia masuk ke rumah, Lara mengangkat panggilan dari orang-orang yang dipercayai mengurus segala sesuatu tentang usaha yang Ari impikan.Hanya dengan menajamkan pendengaran, Lara tahu betul mobil yang ditumpangi Ari telah pergi. Cepat, ia membuka pagar dan masuk rumah."Ada apa, Pak?" tanya Lara, antusias."Begini, Nona. Tentang perizinan dan sebagainya sudah keluar. Semua sudah beres. Jadi, kita bisa segera memulai pembangunan."Mendengar ucapan sang tangan kanan, tentu saja Lara semringah. Tanpa sadar ia melompat girang. Lantas, segera masuk ke kamar.Ia terla

DMCA.com Protection Status