“Akhir-akhir ini, dia gangguin temn-temenku di sekolah,” kata Emma, “dan itu sangat merugikanku.”Robin dan Lily saling berpandangan. "Maksudmu akhir-akhir ini kamu jadi murid yang suka membuat onar di sekolah karena hantu itu?” tanya Lily.Emma menggelengkan kepalanya. "Nggak," jawabnya, "Dia merasukiku cuma kalau ada yang menggangguku."“Bukannya itu bagus?” kata Robin, “dengan begitu mereka nggak akan ganggu kamu lagi.”Emma menarik napas dalam-dalam. “Semuanya nggak kayak yang Ayah pikirin,” katanya, “dulu aku selalu diem dan cenderung menghindar kalau ada yang menyerang. Itu membuatku aman. Kalau pada akhirnya ada yang dihukum, pastinya yang dihukum adalah orang yang nyerang aku itu. Tapi sekarang nggak lagi. Karena aku melawan dan seranganku bisa dikatakan lebih parah, jadi kalau ada yang dihukum, aku juga bisa ikut dihukum.”Robin dan Lily tak membantah lagi. Keduanya bingung. Kalau dipikir-pikir keberadaan mahluk astral itu di dalam tubuh Emma tidak ada positifnya sama seka
“Kita akan paksa Tony buat nyuruh Emma kencan saama kamu," kata Ethan. Jake menjauhkan kepalanya dari Ethan. Dia kemudian duduk di tempat tidur. “Gimana kalau Tony nggak mau?" tanyanya. "Kita jangan temenin dia," kata Ethan, "kita nggak bisa biarin dia hidup tenang di kampus gitu aja. Kita akan musuhin dia biar dia nyerah dan akhirnya mau.” Sejujurnya, Jake tidak yakin dengan ide Ethan. Dia sangat mengenal Tony. Anak laki-laki itu tidak suka dipaksa melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Dia tidak suka dipaksa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan pendiriannya. Namun meski begitu, Jake harus mencobanya. *** Tony menepati janjinya ketika hari Minggu tiba. Dia datang ke rumah Emma. Dia kemudian membawa gadis itu ke sebuah lapangan. Dengan sabar, ia kemudian mulai mengajari Emma mengemudi. “Apa aku perlu jelasin ke kamu bagian-bagian mobil?” tanya Tony. Emma menggelengkan kepalanya. “Nggak sih,” katanya. Tony mengangguk, "Oke," katanya, "kamu udah tahu yang mana setir, kun
"Apa yang kamu lihat?" Tony bertanya, tidak sabar.“Aku ngeliat seseorang berjubah hitam lewat di depan mobil waktu aku belok,” kata Emma.Tony menarik napas dalam-dalam. “Hantu sialan itu,” katanya, “dia harus dihentikan, Emma.”Emma mengangguk. Makhluk astral ini hanya memiliki sisi positif dalam membantu Emma ketika Emma sedang di-bully. Sisanya semuanya negatif. Dari apa yang baru saja terjadi, Emma benar-benar menyadari bahwa hantu itu sangat menginginkan nyawanya."Ayo pulang," ajak Tony membuyarkan lamunan Emma.Emma mengangguk. "Boleh aku minum lagi dulu?" tanya Ema.“Iya,” kata Tony, “apa kamu mau makan dulu juga?”Emma menggeleng, "Nggak," katanya setelah selesai minum.Biarkan aku mengemudi, kata Tony. Dia kemudian menggantikan Emma di kursi pengemudi. Sementara itu, Emma bergeser ke kursi di sebelahnya.***Emma tiba di rumah ketika Robin dan Lily sedang makan malam. Mereka berdua tampak sibuk membicarakan sesuatu hingga tidak menyadari kedatangan Emma. Mereka berdua baru
Emma menempelkan bagian runcing pecahan keramik itu ke pergelangan tangannya. Perlahan dia terus menekan. Akibat goresan tersebut, kulit Emma terluka. Ada sedikit darah yang keluar. Namun Emma tidak berhenti. Dia terus memotong pergelangan tangannya dengan pecahan keramik.Beruntungnya, sebelum Emma terluka lebih parah, Robin dan Lily berhasil menemukannya di kamar mandi. Kedua orang itu tampak panik."Apa yang kamu lakukan, Sayang?" Lily bertanya.Emma tidak menjawab. Dia malah tersenyum dan tatapannya tajam.“Biarkan aku bawa dia ke tempat tidur,” kata Robin, “ambilkan alkohol, obat merah dan perban.Lily mengangguk. Ia kemudian mengambil apa yang diminta Robin dari laci lemari pakaian Emma. Wanita itu kemudian segera berjalan cepat menuju tempat tidur. "Ini alkoholnya, perbannya dan obat merahnya," ucapnya sambil menyerahkan ketiga benda itu pada Robin.Robin membersihkan luka Emma sambil menatap wajah putrinya. penglihatannya normal.“Apa yang terjadi, Emma?” Robin bertanya.Emma
Jake menoleh saat mendengar suara berbisik itu. Dia terbelalak. Teriaknya karena melihat seorang wanita berpakaian putih dengan wajah datar. Pada wajah wanita tersebut terdapat beberapa bintik merah kering seperti bekas darah.“Apa yang kamu lakukan, Nak?” kata wanita itu. Suaranya berat dan mengerikan.Jake berteriak lagi. Dia kemudian melompat menjauh dari wanita itu. Dengan cepat, ia kemudian berlari keluar dari halaman rumah Emma. Dia melemparkan kotak yang dibawanya ke jok dan segera menyalakan mesin mobil. Dia mengemudi dengan sangat cepat.Jake mengira dia akan segera melarikan diri dari makhluk aneh itu. Namun ternyata tidak. Hantu itu ternyata sedang mengejarnya. Dia melihat pantulan makhluk itu di kaca spion. Bayangan itu semakin besar dan besar. Karena tidak fokus, mobil Jake menabrak pohon di pinggir jalan. Dampaknya begitu keras hingga Jake tidak sadarkan diri.***Emma duduk di kursi yang ada di taman kota. Gadis itu baru saja selesai jogging di pagi hari. Dia baru memul
Emma meraih telepon dari tangan Robin pelan-pelan. “Halo,” katanya setelah menempelkan telepon di telinga.“Emma, kamu dan keluargamu harus bertanggung jawab,” terdengar suara seorang peremmmpuan dari seberang.“Dengan siapa aku bicara?” tanya Emma memastikan. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu kemungkinan besar yang meneleponnya adalah orangtua Anne.“Aku ibunya Anne,” sahut wanita itu, “kamu dan orangtuamu kami tunggu di rumah sakit Kasih Bunda.”Sambungan lalu terputus.“Siapa yang menelepon?” tanya Robin.Emma tak menjawab. Dia berpaling pada Lily. “Bu, orangtua Anne minta kita datang ke rumah sakit Kasih Bunda,” katanya.“Ayo kita pergi,” kata Lily pada Robin.“Hei, ada apa?” tanya Roobin, “siapa yang sakit?”“Aku jelaskan nanti,” kata Lily, “sekarang cepat keluarkan mobilnya dari garasi.”***Mereka sampai di rumah sakit setengah jam kemudian. Dengan cekatan, Robin memarkirkan mobil. Setelah itu, mereka bertiga lalu keluar dari mobil dan berjalan menuju lobi rumah sakit.Di lobi
Tony kemudian melihat ke belakang dan berbalik. Yang menyentuh bahu Ethan. Di belakang Ethan ada Jake. Ada kain kasa dan plester di dahi kanan Jake."Hei, kalian nggak pulang?" tanya Tony.“Jake, dahimu kenapa?” kata Tony lagi, “kamu terjatuh? Atau berkelahi?”"Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku kalo ada ada hantu di rumah Emma?" kata Jake. Dia mencengkeram kerah baju Tony.Tony menepis tangan Jake. "Apa maksudmu?" dia bertanya, "Aku belum pernah ngeliat hantu setiap aku dateng ke rumah Emma."“Aku mengalami kecelakaan karena dikejar hantu dari halaman rumah Emma,” kata Jake, “hantu itu bertubuh besar dan warnanya hitam.Tony terdiam. Hantu yang dimaksud Jake pastinya adalah hantu yang sama yang mengganggu Emma."Hei Tony, kamu bisu ya?" kata Jake, “kenapa kamu nggak jawab?”“Aku minta maaf sebelumnya,” kata Tony, “Aku nggak pernah diganggu sama hantu kalau aku datang ke rumah Emma, tapi Emma sendiri yang pernah. Aku nggak nyangka hantu itu juga ganggu kamu.”"Hantu sialan itu mer
Desy memandang Emma dengan cermat. “Kamu harus bersiap-siap,” katanya, “ini akan sangat mengejutkan.”"Cepet kasih tahu aku, Desy," kata Sabrina tidak sabar, "jangan bikin aku penasaran.""Aku denger Jake ngedeketin Emma," kata Desy."Apa?!" kata Sabrina."Kamu bercanda kan?" Jawab Anne. Dia kemudian mencoba untuk bangun. Namun sebelum dia sempat duduk, dia kembali berbaring, "Sial, kepalaku masih pusing.""Aku nggak bercanda," kata Desy, "dalam perjalanan ke rumahmu ada yang ngasih tau aku tentang itu.""Gimana bisa?" kata Sabrina. Dia tidak bisa berhenti berpikir. Sekalipun Jake jatuh cinta, laki-laki itu harusnya jatuh cinta padanya. Bukan Emma yang culun."Aku juga nggak percaya, Sabrina," kata Desy, "Kukira Jake bakalan suka cewek kayak kamu. Cantik, modis dan berasal dari keluarga kaya raya. Bukan gadis culun yang nggak pernah memperhatikan penampilannya seperti Emma.""Aku curiga Emma menggunakan ilmu hitam buat narik perhatian Jake, Sabrina," kata Anne, "kayaknya nggak mungkin