Sejak pagi cuaca kota Yogyakarta dirundung mendung yang menggantung di langit kelabu. Hujan belum juga tiba, tetapi membuat mood menjadi sedikit buruk. James baru saja duduk di kursi kerjanya di Department Mikrobiologi seusai mengantar istri dan bayi kecilnya ke gedung PA di lantai 1.Tiba-tiba terdengar suara ketokan di pintu ruang kantornya. Dia menaikkan pandangannya dari meja ke arah pintu kaca itu. Ternyata Aurel, mahasiswi baru yang sempat menyukainya dulu. Berminggu-minggu James menghindarinya karena selain disibukkan dengan kelahiran Keira, ia juga tidak ingin membuat istrinya bersedih bila berdekatan dengan mahasiswi."Ya, masuk aja, Aurel!" seru James dari dalam kantornya. Gadis manis itu pun membuka pintu lalu berjalan ke kursi di hadapan dosen idolanya. Aurel duduk dengan anggun mengangkat kaki kanannya dan menumpangkannya di kaki kirinya, rok sepan putih setengah paha yang ia kenakan memamerkan kulit mulusnya yang licin. Mata James pun bisa melihatnya, tetapi dia bukan
Menjelang pukul 16.00 WIB, James yang tidak ada jadwal praktikum di laboratorium Mikrobiologi dengan ceria membereskan barang bawaannya lalu bergegas mengunci ruang kantornya. Dia turun dengan tangga manual ke lantai satu untuk menjemput Laura di Lab.PA."Honey, apa kamu sudah selesai kerja?" sapa James sambil berdiri di ambang pintu kantor Laura. Laura yang sedang membaca berkas skripsi mahasiswa bimbingannya pun mengalihkan pandangannya ke arah pintu. "Ohh, James ... tumben pulang cepat? Nggak ada praktikum sore ini?" tanyanya."Nggak ada, gimana kalau kita pulang on time sebelum hujan turun, Laura?" ujar James sembari memandangi Keira yang sedang terlelap di baby stroller."Oke, aku setuju. Bagaimana kalau kamu ambil mobil dulu untuk jemput kami di depan lobi Lab. PA?" jawab Laura sambil membereskan barang bawaannya."Hmm ... tunggu di lobi PA ya kalau sudah selesai beres-beres, Honey. Aku pergi ambil mobil sekarang," pamit James meninggalkan kantor istrinya sambil menenteng tas k
Di dalam mobil yang dikemudikan oleh James, Laura masih menggerutu tentang tingkah Aurel di parkiran kampus tadi yang begitu agresif mengejar James."Tu cewek sudah berapa lama ngejar-ngejar kamu, James? Kok kesel ya aku sama mulutnya, rasanya pengin kubawain sambel cabe rawit!" Laura bersedekap duduk di sebelah James menatap ke lalu lintas di depan mobil Fortuner putih itu.James tertawa kencang mendengar celotehan istrinya, dia tak berani berterus terang bahwa tadi pagi pun si Aurel sudah bertingkah binal di kantornya. Memang ABG zaman now rada-rada gimana begitu tingkah polahnya, batin James tak ingin menambah bensin ke nyala api kecemburuan Laura. Namun, itu jadi hiburan tersendiri bagi dirinya yang selama ini juga menahan rasa cemburu bila Laura didekati mahasiswa-mahasiswa yang keren dan tentunya Reynold juga."Honey, kamu 'kan lagi ini aja jealous ... aku mah sudah kronis jealousnya ke kamu sampe rasanya kadang udah mati rasa ... auuk ahh gelap. Hahaha. Well, menurutku sih itu
"Mitha! Tungguin gue dong—" Teriakan Aurel dari parkiran mobil kampus menghentikan langkah sobat kental segenk-nya itu dan Mitha pun menunggunya. Mereka berdua pun berjalan dengan kaki jenjang yang seksi itu melintasi lobi Anatomi lalu keluar pintu lobi menuju ke selasar ruang kuliah 101."Hai, Aurel Manis!" goda salah satu kakak angkatan gadis mahasiswi semester 2 itu saat berpapasan di selasar.Namun, Aurel hanya berdecih karena menurutnya pria itu nggak level menurutnya. Dia hanya melenggang begitu saja melewati pemuda itu dan terus berjalan menuju ruang kelas paginya. "Mit, elo udahan ya sukanya sama si Oppa James?" tanya Aurel setelah dia duduk di sebelah bangku Mitha di ruang 101. Kebetulan bangkunya hanya ada dua yang letaknya di baris agak depan, pagi itu adalah kuliah Parasitologi Umum Veteriner yang dibawakan Profesor Reynold. Banyak mahasiswi di angkatan Aurel dan Mitha yang kesengsem berat kepada profesor muda itu. Termasuk dua personil genk cewek-cewek kece lainnya yai
"Prof, ini beneran kita pacaran?" Aurel jadi salah tingkah sendiri karena perkataan dosennya yang menurutnya 'ngasal' banget. Mana ada nembak cewek seenak jidat sendiri begitu? gerutu Aurel dalam batinnya sekalipun ia jelas tak berani bicara seperti itu ke Profesor Reynold.Namun, Reynold yang sibuk mengetik sesuatu di laptopnya hanya melirik wajah Aurel sekilas lalu menjawab, "Iya. Pacaran kok. Memangnya kenapa? Kamu mau nolak saya?""Ehh ... bu–bukan begitu, Prof. Lantas Mbak Hesti gimana dong? Nanti kalau aku dilabrak gimana 'kan serem tuh, Prof!" kelit Aurel mencari alasan agar Reynold menarik kembali ucapannya.Akhirnya pria itu menghentikan aktivitasnya di depan laptopnya. Dia memberi kode kepada Aurel untuk mendekat kepadanya. Kemudian Reynold menarik lengan Aurel hingga gadis itu jatuh terduduk di pangkuannya. Dia melingkarkan lengannya di sekeliling pinggang ramping gadis itu."Apa saya ganteng di mata kamu, Rel?" tanya Reynold iseng sembari menatap lekat-lekat wajah gadis be
"Mbak Aurel, dicari pacarnya di teras depan kost!" seru mbak penjaga kost-kostan exclusive tempat Aurel tinggal dari lantai 1. Kamar Aurel ada di lantai 2, satu lantai bersebelahan dengan teman sekampus satu angkatannya Jovanka. Mendengar bahwa kawannya dicari pacarnya, gadis itu pun mendadak kepo dan keluar dari kamarnya."Widihh ... pacar baru ya, Rel?" ucap Jovanka berdiri bersedekap di bingkai pintu kamar Aurel. Aurel yang sudah berdandan maksimal dan sedang memulaskan liptint beraroma cherry di bibir ranumnya pun mendengkus kesal. "Ahh, kepo loe, Van! Gue cabut dulu ya, takut cowok gue kelamaan nunggu. Bye ...," cerocos Aurel ramai seperti biasanya. Dia menyelempangkan sling bag di tubuhnya lalu mengunci pintu kamar kostnya."Oke deh, selamat kencan, Aurel Comel!" balas Jovanka lalu melongokkan kepalanya dari susuran pagar beton lantai 2 ke arah teras untuk melihat siapa cowok baru kawannya itu.Ketika si cowok yang dibilang pacar baru Aurel itu membalikkan badannya di teras me
Kencan makan malam yang dijalani oleh Aurel dan Reynold terasa asik karena gadis itu selalu bertingkah apa adanya tanpa berniat jaga image. Tanpa Reynold sadari dia mulai merasa nyaman berada di samping Aurel yang sebenarnya dia pacari hanya untuk iseng saja. Dia hanya berpikir karena Aurel masih begitu belia, tidak akan ada pikiran yang mengarah ke pernikahan atau hal rumit sejenisnya yang telah ia jalani bersama Hesti. Dan memang benar, gadis remaja itu menjalani kencan malam ini dengan tanpa beban, tertawa serta bercanda tanpa merasa malu bersama Reynold."Wah, kamu makannya banyak, Rel! Apa nggak takut gendut?" ujar Reynold sambil menyendok lasagna yang masih tersisa setengah porsi di piring saji.Dengan santai Aurel menjawab sembari menyendok puding mangga lalu mengunyahnya, " Bodo amat sih, gendut itu bukan karena makan banyak, tapi jarang gerak, Ayang Rey!" Reynold pun terkekeh mendengar jawaban Aurel lalu dia melanjutkan, "Kamu emang suka olah raga apa? Senam aerobik?" "Zum
Reynold membanting tubuh ramping Aurel yang pakaiannya berantakan itu di atas ranjangnya yang terseprai rapi. Dia segera menindih tubuh gadis itu sembari memagut bibir Aurel dalam-dalam. Pertanyaan kepo dari gadis belia itu ia abaikan, lebih ke malas menjelaskan mengenai foto pernikahannya di Las Vegas dengan Laura beberapa tahun lalu. Sebuah foto berukuran 12R dengan James memeluk pinggang Laura dan dia sendiri mengecup bahu Laura, pose yang mesra sekalipun janggal. Siapa pun pasti akan mengartikan foto tersebut bukan sebuah hubungan yang normal, dimana-mana satu pengantin wanita dengan satu pengantin pria. Dalam foto pernikahan itu 2 pengantin pria yang sama-sama memeluk Laura.Pikiran Reynold mendadak justru melayang ke wanita yang telah bertahun-tahun menjadi obsesinya. Sepasang mata biru yang cemerlang seperti permata saphire itu selalu membuatnya mabuk asmara. Pusat gairahnya mendadak mengeras, dia mencumbu tubuh wanita lain di bawah tubuhnya. Namun, dalam benaknya justru Laura