Gadis itu duduk di sofa yang ada di depan ruang kantor Reynold setelah berbicara kepada Prof. Laura. Dia menunggu dosen idolanya itu selesai mengajar kuliah di ruang kuliah 201. Masih terkenang di ingatan Hesti betapa menariknya kuliah yang dibawakan oleh Reynold saat dosen muda itu mengajar pertama kali di angkatannya saat semester 1. Bisa dibilang mereka sama-sama baru di kampus itu, dosen baru dan mahasiswi baru.Pria itu sangat santun dan ramah, Reynold membawakan materi kuliah dengan penuh semangat diselingi gurauan segar khas dirinya yang terkesan supel. Semenjak kuliah pertama itu Hesti sudah jatuh hati begitu dalam kepada Reynold. Dan ternyata bukan hanya dia saja yang naksir dosen baru yang ganteng dan briliant itu, temannya banyak juga yang diam-diam ngefans kepada pria itu.Sudah 3 tahun lebih mereka mengenal dan Hesti semakin berani menyatakan perasaannya semenjak proses skripsi. Hampir setiap hari mereka bertemu tanpa berkencan satu kali pun. Dokter Rey selalu menolak aj
"Prof. Laura, saya akan bertunangan dengan Prof. Rey dalam waktu dekat. Tolong sesuai janji Anda tadi, lepaskan dia!" ucap Hesti dengan jelas di hadapan ketiga dosennya.James yang tadi mendengar cerita versi dari Laura pun sedikit syok dengan perkembangan mendadak ini. Dia tak menyangka bahwa Reynold menjalin hubungan serius dengan Hesti tanpa sepengetahuan Laura dan dirinya. Namun, pria itu menunggu jawaban Laura dan Reynold juga tampak seperti orang bingung.Kemudian Laura bangkit dari pangkuan James serta berkata, "Duduk dulu, Rey dan Hesti. Saya mau dengar rencana kalian berdua. Silakan!"Hesti menarik tangan Reynold agar duduk di sebelahnya dan memepet lengan pria itu yang masih terdiam belum mau angkat bicara. Maka Hesti pun mulai berbicara mewakilinya, "Sementara menunggu saya lulus mungkin sebaiknya kami bertunangan terlebih dahulu, kalau memang Prof. Rey mau menikahi saya sebelum wisuda, saya pun siap–""Hes! Saya yang nggak siap. Duh, kamu niat banget deh. Laura pasti salah
James bersiul-siul riang di dalam mobilnya, di samping bangkunya ada istrinya yang tersenyum geli memandanginya. Mereka akan mencari toko buah yang menjual mangga muda karena istrinya sedang ngidam."Kau sepertinya ceria sekali, James. Ada apa?" tanya Laura."Rasanya aku ingin berjoget ala boyband Korea di bawah hujan, kalau Hesti berhasil membawa Rey keluar dari hubungan kita," jawab James seraya tersenyum lebar."Ohh ... itu, mungkin Rey mengalami stres dengan poliandri yang kita jalani bertiga. Aku pun tidak ingin menjalaninya lagi. Oppa kesayanganku yang ganteng ini saja cukup bagiku!" balas Laura mencubit pipi James main-main.Kemudian James bertanya, "Kalau kita ke apartmentku terlebih dahulu sebelum menjemput si kembar, apa kau mau, Laura?"Laura terkikik mendengar pertanyaan suaminya, dia tahu alasan dibaliknya. "Boleh. Jangan lama-lama ya ... atau setelahnya kau bisa menjemput mereka sendiri, James, sementara aku memasak makan malam?" "Ide yang bagus, Honey. Aku rindu makan
"Mas Rey, kalau cincin yang berliannya kecil-kecil 3 diagonal ini bagus nggak?" tanya Hesti bernada manja kepada Reynold yang duduk di sampingnya sedang memilih cincin pertunangan.Sedangkan, Reynold masih bengong memikirkan hubungannya dengan Laura yang kacau hari ini. Dia begitu dilema menghadapi hubungan antara dirinya, James, dan Laura. Bila diberi kesempatan setahun untuk berpikir kembali akan meneruskan poliandri itu atau tidak, dia justru berharap sedang berada di posisi James tentunya. Dia sangat mencintai Laura melebihi apa pun dan siapa pun."Mas—kok melamun?" tegur Hesti setelah pertanyaannya tadi tak kunjung dijawab oleh calon tunangannya itu."Ohh ... sori, Hes. Aku lagi banyak pikiran. Pilih saja yang kamu suka, aku akan bayar pasti," jawab Reynold sembari tersenyum tipis kepada Hesti.Sekalipun Hesti merasa sedikit kecewa, tetapi dia sudah paham posisinya dan tidak akan menyerah hingga Reynold melupakan Prof. Laura. Dia lalu berkata, "Yang ini saja kalau begitu ya, Mas?
Reynold membingkai wajah Laura dengan kedua telapak tangannya lalu mencium bibir wanita yang ia cintai itu. Dan hati Laura serasa teremas merasakan ciuman yang basah oleh air mata itu. Situasinya telah berubah, waktulah yang mengubah segalanya dan rasa benci yang ia rasakan dulu telah menjadi sayang kepada Reynold. Mungkin James memang cinta sejatinya, bila ia harus memilih tentu ia akan bersama James."Jangan tinggalkan aku, Laura!" ucap Reynold menatap sepasang mata biru itu dengan matanya yang tergenangi air mata."Ohh ... Rey, kita hanya akan berjalan di tempat dengan hubungan yang rumit ini. Bila aku merasa kasihan kepadamu ... kau tak akan bisa menjadi dewasa dan terjebak dalam cinta yang salah!" nasihat Laura. Ia merasa sudah saatnya Reynold menjalani kisah barunya bersama Hesti. Setelah James mendengar keputusan Laura, dia pun berani untuk bicara kali ini. Dia menepuk bahu pemuda itu dengan tegar James berkata, "Rey, seperti saran Laura. Cobalah jalani kisah cintamu sendiri
Setelah sampai di ruang perawatan Rumah Sakit Panti Rapih dengan diantar oleh paramedis menggunakan brankar, Laura pun berbaring di ranjang pasien ditemani oleh James."Maafkan aku karena membuatmu panik dan repot malam-malam, Hubby," ucap Laura sembari merebahkan kepalanya di bahu James. Lengan kokoh James merangkul bahu istrinya. "Itu sudah jadi tugasku untuk selalu menjagamu dan juga Keira, Honey," jawab James diam-diam menghela napasnya.Dari dulu Reynold memang lebih sering menimbulkan kepanikan dibanding bertindak dengan bijaksana, pikir James. Namun, pemuda itu juga memiliki sisi baik seperti menyayangi si kembar dengan tulus layaknya seorang ayah."Temani aku tidur di sini saja, James, jangan di sofa," pinta Laura lalu ia pun bergeser memberi tempat untuk James di sampingnya.Kemudian James pun membuka selimut di kaki ranjang untuk menyelimuti dirinya bersama Laura. Aroma tubuh Laura yang masih selalu sama greentea chamomille itu perlahan membius kesadaran James hingga ia ja
"Selamat pagi, Pak James, Bu Laura. Gimana kondisi rahimnya sejak semalam apa masih kontraksi?" sapa Dokter Jonathan Prawira yang melakukan visit pasien pagi itu.James pun bangun lalu berdiri di samping bed pasien untuk memberi kesempatan dokter itu memeriksa kondisi istrinya. "Pagi, Dok. Silakan kalau mau cek kondisi Laura," jawab James.Dengan sigap Dokter Jonathan memeriksa dengan stetoskopnya bagian perut Laura untuk memeriksa kontraksi dinding rahim pasiennya. Dia mengangguk-angguk puas. "Sudah aman sepertinya, gerakan kontraksi rahim sudah minimal. Bu Laura tolong hindari stres hingga HPL bayinya tiba." Kemudian dia menghadap ke arah James. "Kalau mau pulang ke rumah sudah boleh, silakan diurus saja administrasinya, Pak James!""Baik, Dok. Terima kasih atas bantuannya." James berjabat tangan dengan Dokter Jonathan sebelum dokter itu melanjutkan visitnya ke ruangan pasien selanjutnya.James pun memeluk Laura dan berkata, "Honey, aku akan urus administrasinya sebentar ya. Kamu tu
Sesuai janjinya kepada Hesti, petang itu Reynold berkunjung ke rumah gadis itu untuk menemui papa mama Hesti. Ternyata sambutan dari Profesor Yudha Dewantara sangat hangat.Reynold mengulurkan tangan kanannya kepada papa Hesti. "Selamat sore, Om. Permisi, saya Reynold," sapa pemuda itu sembari menyunggingkan senyum ramahnya."Ohh ... iya, selamat sore juga. Ayo silakan masuk ke dalam saja, di luar banyak angin!" sambut Prof. Yudha.Dari dalam rumah, Hesti membawakan nampan berisi 4 cangkir teh manis hangat. Mamanya berjalan di sisinya lalu duduk di samping papa Hesti. Gadis itu menyajikan teh itu di meja sofa lalu duduk di samping Reynold."Hesti sudah sering cerita ke kami mengenai Nak Reynold. Katanya dosennya itu pinter dan ganteng, dia ngefans begitu," ujar Prof. Yudha terkekeh menceritakan seperti apa puterinya menyukai Reynold.Wajah Reynold merona karena malu, ternyata Hesti memang ngefans berat kepadanya sampai orang tuanya tahu. Dia pun menjawab, "Hesti memang sudah lama kena