Dear ReeFellows.Maaf jika harus mengecewakan teman-teman semua karena malam ini hanya satu bab. Author sedikit tertimpa masalah.Buku ini, Elara dan Arion kita kena plagiat oleh orang tak bertanggungjawab. Dia menerbitkannya di pf sebelah (pf dengan gambar pena dan lingkar hijau). Bahkan orang tidak bertanggung jawab itu menggunakan judul dan cover yang sama dengan yang Author gunakan di GN ini.Mood Author agak terganggu dengan kejadian ini, jadi ide-ide sedikit tersendat.ReeFellows jangan khawatir, besok semoga mood Author sudah membaik dan lebih lancar menulis kembali.Bagi teman-teman yang kebetulan memiliki akun platform tersebut, jika berkenan, bisa bantu Author untuk menegur atau mengingatkan orang tidak bertanggungjawab tersebut di kolom ulasan buku itu dan melaporkannya.Judulnya sama persis, teman-teman bisa klik dengan judul ini di kolom pencairan.Hal ini sedang ditangani oleh pihak GN dan Author berharap permasalahan ini akan segera selesai dan platform/aplikasi menurunk
Dear ReeFellows! Maaf Author baru muncul lagi.Terima kasih banget buat kalian yang sampai bela-belain mampir ke pf itu dan ke akun Plagiator untuk menegur atau bahkan melaporkannya. Itu amat sangat membantu, karena mempercepat buku tersebut di ‘take-down’ kemarin.Juga Author berterima kasih untuk komen support dan penyemangat dari kalian, yang bikin mood Author perlahan pulih (serius, Author benar-benar tersentuh! Kalian so sweet banget! T,T). Padahal Editor In House menyarankan Author istirahat dulu, tapi Author tidak tega ninggalin kalian semua terlalu lama (meskipun baru absen sehari, tapi berasa udah berhari2). #Maaf juga jika ada komen kalian kemarin2 yang belum terbalas yaa... (ᗒᗣᗕ)՞Terima kasih juga hadiah-hadiah dari Kak Jie, Kak Zhen dan Kak Asnila, Author kaget dengan fitur baru tersebut, really thanks! Terima kasih juga untuk semua ReeFellows yang melimpahkan lagi dan lagi Gems nya juga kata-kata manis yang menghibur buat Author --Astaga, I l
“Nyonya… Me-mengapa Anda lakukan ini?” Mata Dianne bergetar dengan sorot keterkejutan yang amat sangat.“Mengapa?” Wanita itu bergerak lagi mendekat lalu berjongkok di depan Dianne. “Menurutmu?”Dianne menggeleng cepat. “Aku sungguh tak tahu….”“Aku tahu kau bukanlah putri kandung James, Dianne.” Senyum sinis terbentuk di wajah wanita itu. “Atau perlu kusebut, Dianne adik mendiang Alex Palmer?”Dianne membeku.Wajahnya pucat sempurna bagai tak teraliri darah.“Ba-bagaimana…”“Gadis dungu,” Wanita itu menepuk sedikit keras pipi Dianne. “Aku memang mencari putri Melanie dan itu jelas bukan dirimu.”Ia berkata lagi, “Entah apa yang akan dilakukan oleh James jika tahu kau menipunya.” Senyuman sinis di wajah wanita itu sirna, berganti tatapan tajam yang menusuk. “Tapi aku memberikanmu pilihan. Kau akan selamat dari James, selama kau bersedia untuk tunduk padaku.”“Ji-jika aku menolak?” Wanita itu berdiri. “Hidupmu berakhir di sini, dengan James tahu kau bukanlah putri kandungnya.”Ia mer
“Sudah kau atur semuanya?”Seorang lelaki di sebelah Paula Wayne mengangguk. “Sudah.”“Bagus. Kau bisa pergi.”Lelaki itu mengangguk lagi dan segera meninggalkan Paula di dalam ruang perpustakaan besar kediamannya.Wanita paruh baya ibu Ethan itu mengangkat gelas kristal yang berisi cairan merah dan mengayun dengan gerakan berputar, dengan lembut.Tarikan napas ia lakukan untuk menghirup aroma yang menguar dari dalam gelas, sebelum menyesap cairan merah itu dengan begitu tenang.Pengaturan telah dilakukan, agar hasil tes DNA yang dilakukan, mengeluarkan hasil sesuai yang ia inginkan.“Gadis bodoh itu berguna juga…” desisnya saat bibir gelas telah memberi jarak dari mulut Paula.“Gadis itu bisa berperan sebagai putri James dan mendapatkan semua milik James, dan aku yang akan mengendalikannya.” Ia tersenyum.“Melanie… seharusnya kau pergi dari sini dan hidup saja tanpa mengusik keluarga Wayne lagi. Bisa-bisanya kau menyusahkan ku dengan melahirkan seorang putri dengan darah James?”Kedua
Elara sedang asyik menikmati bacaan di tangannya.Entah sudah berapa lama, tentu saja wanita muda itu tidak begitu merasakannya.Sebenarnya Arion sudah mengajak Elara ikut ke atas dan menunggunya di sana, namun Elara menolak.Baginya, itu akan membosankan. Menunggu di ruang tunggu dalam kantor.Meskipun cafe yang kini ia singgahi juga berada di dalam gedung yang sama, setidaknya ini lebih nyaman. Ia bisa menikmati pemandangan di jalan dan juga memesan makanan ringan atau minuman tanpa merepotkan office boy kantor.Terutama lagi cafe ini memiliki konsep unik dan terdapat rak-rak yang menyediakan bacaan sastra serta koleksi antologi yang amat menarik.Tidak dipungkiri, Elara tertarik.Dulu, Elara sering menghabiskan waktu santai bersama ibunya dengan membaca dongeng atau cerita-cerita anak yang sarat pesan moral.Meskipun kemudian setelah ibunya meninggal, kegiatan itu tidak pernah dilakukan lagi, bukan berarti Elara membenci membaca.Wanita muda cantik itu asyik menunduk, ketika ia mer
Dianne terisak. “Aku tadi dihina oleh sekelompok gadis kaya. Aku masuk ke satu butik untuk melihat-lihat. Seperti yang kau katakan, aku boleh membeli apapun yang ku suka kan?”“Ya, itu benar.” Ethan mengangguk, ia mendengarkan lebih seksama. “Lalu?”“Mungkin penampilanku terlalu sederhana, atau memang aku yang terlihat seperti orang asing di sini. Gadis-gadis kaya itu mengatakan aku tidak akan sanggup untuk membeli bahkan satu syal pun di sana.”“Oh ya ampun..” Ethan membuang napas.Pria itu kemudian mengambil dompet dari saku jas lalu mengeluarkan satu kartu berwarna keemasan.“Ini,” katanya.“Apa ini?”“Ini kartu keanggotaan di mall ini. Tunjukkan saja ini saat kau sedang berbelanja. Kau tidak akan lagi diperlakukan buruk, oleh siapapun. Setidaknya oleh mereka yang masih ingin bekerja di sini.”Dianne terperangah. “Kau memiliki kartu keanggotaan?”Setahu Dianne kartu itu tidak dikeluarkan sembarangan. Itu hanya untuk orang-orang yang berkontribusi penting pada pusat perbelanjaan itu
Ding.Suara notifikasi pesan masuk, terdengar.Elara meraih ponsel dan membaca pesan itu.[Aku telah menemukan bukunya. Jadi, harus ku antar ke mana? Kau stay di hotel mana?]Lalu satu buah foto bergambar sampul buku yang diinginkan Elara, muncul.Wanita muda itu menggigit bibir, meski pesan itu masuk dari deretan angka yang asing, namun Elara jelas sangat tahu siapa pengirimnya.“Dia sangat telat,” gumam Elara menyayangkan. Kepalanya menggeleng kecil, saat ia kemudian mengetikkan balasan pada pengirim pesan tersebut.[Maaf. Aku sudah kembali ke California]Terkirim.Hanya butuh satu detik setelah terbaca, pemilik nomor itu terlihat tengah mengetik lagi.[Sayang sekali!]Elara membalas lagi --untuk kesopanan. [Mungkin lain kali.]Ia lalu meletakkan ponsel. Namun dentingan lain, terdengar kembali.[Menunggu lain kali kau mengunjungi Wisconsin, mungkin akan lama. Well, tampaknya kita akan bertemu dalam waktu dekat ini di California.][Untuk mengantar buku itu? Kau tidak perlu melakukanny
“Apa yang kau inginkan?!” Paul menegakkan tubuhnya --siaga.Sosok berwajah tampan dan tubuh tinggi yang baru saja masuk dengan aura yang seketika menekan seisi ruang itu, tidak berkata apapun.Seorang lelaki di sana mengangkat satu kursi dan membawakannya tepat ke belakang Arion --sosok penuh aura intimidatif itu.Tanpa perubahan raut wajah sama sekali, pria dingin itu merendahkan tubuhnya dan duduk di sana.Kakinya terangkat dengan gerakan elegan tanpa menimbulkan efek apapun --ya, kecuali efek rasa takut yang mencekam pada diri Paul.Tatapan dari iris kelabu itu terlihat tenang, namun bagai laut yang menghanyutkan dengan pusaran tanpa riak, itu adalah mematikan tanpa terelak.“Tuan. Aku tidak mengerti mengapa Anda membawaku kemari. Silakan Anda jelaskan,” pinta Paul.Suara laki-laki itu terdengar tegar, namun telinga jeli Arion dan Max yang berdiri di sisi kirinya, menangkap getaran cemas di dalam suara itu.“Bagaimana jika bertaruh?”“Ber..taruh?” Paul kian menjadi gelisah, saat mel