Ding.Suara notifikasi pesan masuk, terdengar.Elara meraih ponsel dan membaca pesan itu.[Aku telah menemukan bukunya. Jadi, harus ku antar ke mana? Kau stay di hotel mana?]Lalu satu buah foto bergambar sampul buku yang diinginkan Elara, muncul.Wanita muda itu menggigit bibir, meski pesan itu masuk dari deretan angka yang asing, namun Elara jelas sangat tahu siapa pengirimnya.“Dia sangat telat,” gumam Elara menyayangkan. Kepalanya menggeleng kecil, saat ia kemudian mengetikkan balasan pada pengirim pesan tersebut.[Maaf. Aku sudah kembali ke California]Terkirim.Hanya butuh satu detik setelah terbaca, pemilik nomor itu terlihat tengah mengetik lagi.[Sayang sekali!]Elara membalas lagi --untuk kesopanan. [Mungkin lain kali.]Ia lalu meletakkan ponsel. Namun dentingan lain, terdengar kembali.[Menunggu lain kali kau mengunjungi Wisconsin, mungkin akan lama. Well, tampaknya kita akan bertemu dalam waktu dekat ini di California.][Untuk mengantar buku itu? Kau tidak perlu melakukanny
“Apa yang kau inginkan?!” Paul menegakkan tubuhnya --siaga.Sosok berwajah tampan dan tubuh tinggi yang baru saja masuk dengan aura yang seketika menekan seisi ruang itu, tidak berkata apapun.Seorang lelaki di sana mengangkat satu kursi dan membawakannya tepat ke belakang Arion --sosok penuh aura intimidatif itu.Tanpa perubahan raut wajah sama sekali, pria dingin itu merendahkan tubuhnya dan duduk di sana.Kakinya terangkat dengan gerakan elegan tanpa menimbulkan efek apapun --ya, kecuali efek rasa takut yang mencekam pada diri Paul.Tatapan dari iris kelabu itu terlihat tenang, namun bagai laut yang menghanyutkan dengan pusaran tanpa riak, itu adalah mematikan tanpa terelak.“Tuan. Aku tidak mengerti mengapa Anda membawaku kemari. Silakan Anda jelaskan,” pinta Paul.Suara laki-laki itu terdengar tegar, namun telinga jeli Arion dan Max yang berdiri di sisi kirinya, menangkap getaran cemas di dalam suara itu.“Bagaimana jika bertaruh?”“Ber..taruh?” Paul kian menjadi gelisah, saat mel
Arion membuka pintu kamar neneknya dengan hati-hati.Ia tertegun sekian saat, kala melihat ke arah sofa dan mendapati Elara yang tertidur di sana. Pria itu gegas berjalan mendekat namun urung membangunkan saat melihat wajah pulas sang istri yang terlihat damai.“Bagaimana kau bisa tidur di sofa seperti ini, Ara…” Arion menggelengkan kepala tanpa daya.Namun satu sudut bibirnya terangkat. Bahagia, tentu. Mengetahui sang istri begitu perhatian pada neneknya.Arion pun melangkah ke ranjang tempat neneknya berada dan mengecup kening neneknya itu penuh kasih dan membenahi letak selimut tipis yang menutupi tubuh neneknya, sebelum ia kembali ke sofa.Diangkatnya tubuh sang istri dengan hati-hati dan dibawanya ke kamar mereka.“Rion? Kau sudah pulang?” Elara terbangun tepat begitu Arion meletakkan tubuhnya di atas ranjang besar mereka.Suara wanita muda itu serak dan kedua kelopaknya bergerak mengerjap pelan, sebelum benar-benar terbuka.“Hm,” jawab pria bermanik kelabu itu. Ia merunduk untuk
“Selamat pagi, Honey…” Suara serak Arion terdengar berat dan malas saat menyapa Elara yang menggeliat namun masih memejamkan mata.Pria itu mendapatkan damainya atas badai terpendam saat ia mendapati Paul yang belum membuka rahasia majikannya.“Pagi…” Elara menjawab namun ia justru lebih menyusupkan kepalanya ke dalam dekapan sang suami.“Kau tidak akan bangun?” Arion terkekeh kecil.Ucapan dengan gerakan tangannya jelas berlawanan. Lengan kanannya yang menjadi bantalan kepala Elara, ia biarkan.Bahkan ia menekuk tangannya agar kepala Elara terdorong kian dalam ke dada telanjangnya. Kemudian jemari pria itu bergerak menangkup belakang kepala dan mengelus lembut di sana.Sementara tangan kirinya semakin mempererat rengkuhannya di pinggang ramping sang istri.Elara mengerang lembut, menyuarakan rasa malas yang sangat, saat ia menikmati gerakan posesif suaminya. “Iya. Ayo kita bangun…” jawabnya.Kemudian suasana sesaat menjadi hening dan keduanya terkekeh pelan, menyadari tidak satu pun d
Ethan melirik arloji mewah yang melingkari pergelangan tangannya.James yang sempat menangkap gestur Ethan itu bertanya, “Jam berapa kau terbang ke California?”“Jam empat sore nanti, Paman.”James menutup dokumen di atas meja dan menatap keponakannya di seberang. “Jadi berapa lama kau berencana tinggal di California?”“Jika semuanya lancar, satu minggu aku kan kembali ke Madison, Paman. Namun bisa saja terjadi perpanjangan waktu, untuk memastikan awal proyek ini berjalan lancar.”James menghela napas. “Ya. Ini proyek besar. Bukan mega proyek, tapi ini akan menarik perhatian satu benua jika ini terwujud.”“Sangat baik untuk melejitkan image perusahaanmu di mata internasional,” imbuh James lagi.Pria paruh baya itu memajukan tubuh dan menaikkan kedua sikunya ke atas meja kerja. “Ethan, ada hal yang memang ingin aku bahas denganmu.”“Bicaralah Paman.”“Mengenai Wayne Group.” James menatap Ethan hati-hati.“Ada apa dengan Wayne Group?”Wayne Group adalah holding company yang bergerak di i
Arion baru selesai berbicara dengan dua orang anak buahnya yang mendapat tugas untuk memantau pihak pembeli senjata ilegal pada kelompok misterius yang diyakini dipimpin oleh orang buruan Arion.Mereka masih belum mendapatkan petunjuk pembeli itu melakukan kontak lagi dengan kelompok tersebut atau tidak.Arion memejamkan mata ketika ia bersandar ke kursi besarnya. Ia mengurut pelipisnya dengan tangan yang sikunya bersandar di armrest.Terasa sedikit penat, namun ia tidak boleh dan tidak mungkin akan menyerah sebelum ia berhasil menemukan jejak pembunuh itu.Bertahun-tahun mengejarnya dan masih minim petunjuk, Arion tahu orang tersebut bukanlah orang sembarangan dan seorang penjahat profesional dengan kelompok yang terorganisir dengan sempurna.Jika tidak, bagaimana bahkan ayahnya saja tidak berhasil memburu dan menangkap pembunuh itu?Ketika sang ayah menyerah dan mengalihkan semua kemarahannya dengan tenggelam pada pekerjaan, saat itu pula Arion bertekad meneruskan pencarian dan mene
Dear ReeFellows!! Numpang curhat di Minggu Malam ini ya… Rencana Author, bulan ini Elara dan Arion akan tamat. Author mohon maaf sebelumnya, jika teman-teman merasa cerita bertele-tele atau kepanjangan dan lainnya. Izinkan Author menjelaskan sedikit ya.. Dalam cerita ini plot dan alur yang Author buat sudah berdasarkan perencanaan --ya well, mungkin ada improvisasi di sana-sini sambil mendengarkan request dari teman-teman. Author memang membuatnya panjang, karena ada ketentuan jumlah kata yang harus dicapai, untuk mendapatkan bonus dari GoodNovel. Bonus itu lumayan lah buat Author healing healing dulu, sebelum Author membuat buku baru. Hihihi… (Sekalipun hobi, tapi tetap harus menghasilkan kan yaa… ^.^! ) Menulis adalah hobi dan sampingan Author, tapi bukan berarti asal. Karena Author ingin teman-teman ikut merasakan apa yang para karakter rasakan di cerita ini. Hal itu memang cukup menguras energi. (Bayangin teman-teman kalau habis nangis dan marah, pasti capek kan? Itu karena a
Tubuh Isabelle bergetar. Ia menangis dan terbata saat mencoba berbicara. “Bu-bukan… aku… aku tidak tahu apa-apa, Arion…”“Jangan buat aku mengobrak abrik semua hal di tahun itu, Nona Goldwin. Kau bisa mempermudahnya, atau mempersulitnya. Itu pilihanmu.” Ancaman itu jelas nyata dari sorot dingin Arion.Isabelle menggigit bibirnya kuat-kuat.“Kau tidak mau bicara? Baik, jika demikian jangan salahkan aku mencari tahu semua yang terjadi di tahun itu. Setelah aku mengetahui semua, jangan harap aku akan mengampuni keluarga ini.”Isabelle menatap wajah teguh tanpa tergoyahkan milik Arion yang disertai tatapan dingin yang mengoyak.Belum pernah sebelumnya perempuan itu mendapatkan dingin dan tajamnya tatapan dari Arion.Sementara Arion yang melihat Isabelle masih diam, membalikkan tubuh hendak berjalan keluar.Isabelle yang melihat itu, dengan panik berusaha bangun dari tempat tidur. Dari ultimatum Arion tadi, ia tahu Arion tida