Klek!Pintu kamar Arion terbuka dan Lucas menerobos masuk.Arion memang tidak menguncinya --bagaimana pun juga, tidak ada satu pun yang ada di dalam Grand Haven ini yang berani masuk ke dalam kamar Arion Ellworth.Tidak ada --kecuali Lucas saat ini.“Tu-tuan Muda, maafkan kami! Tuan Muda Enzo bersikeras menemui Tuan Muda…” Pelayan yang mungkin tadi berusaha menghalangi Lucas untuk masuk dan menerobos ke dalam kamar Arion, meminta maaf dengan gugup.Dua pelayan lainnya di belakang, menundukkan kepala dalam-dalam dengan tubuh gemetar.Mereka sungguh tidak akan sanggup menghadapi kemarahan Arion.“Keluarlah,” Tanpa membuka mata, Arion berkata malas dan mengusir tiga pelayan yang berdiri ketakutan di ambang pintu.Ketiga pelayan tersebut menghela napas lega dan buru-buru membungkuk, sebelum mereka serempak bergegas keluar, meninggalkan Arion dan Lucas yang berdiri dengan tangan mengepal.“Brother,” Lucas menekan suaranya.“Apa maumu?” Masih tanpa membuka kedua mata, Arion menanggapi malas
“Arrrgghh!!”PRANG!BRUAAKK!!Entah sudah berapa benda atau vas bunga ke berapa yang dihancurkan Isabelle.Beberapa pelayan hanya berdiri ketakutan dan hanya memandang dengan jarak aman di kamar Isabelle.Meskipun itu adalah nona majikan mereka, namun tidak ada satu pun dari mereka yang cukup bodoh untuk mendekat pada Isabelle yang masih saja melemparkan benda-benda yang ada dalam jangkauannya.Isabelle tidak akan segan-segan melempar benda itu ke arah mereka dan bahkan tidak peduli jika membuat kepala seseorang bocor.Keluarga Goldwin hanya perlu memberikan uang kompensasi dan ancaman agar kejadian itu tidak sampai keluar dan terdengar umum.“Ya Tuhan! Ella!” Nyonya Goldwin --ibu Isabelle datang tergopoh-gopoh dan menghampiri putrinya yang telah mengangkat tangan untuk melempar satu hiasan dari keramik.“Hentikan, Ella!” pekik Nyonya Goldwin langsung menarik hiasan itu dari tangan Isabelle. “Jangan bertindak serampangan seperti ini!”“Aku malu Bu!!” jerit Isabelle. “Aku malu!!”Nyonya
“Apakah ini milikmu?”Elara menoleh lalu mendongak dan sesaat terpaku pada mata biru indah di sana.“Ini,” Pria itu menyodorkan satu dompet kulit berwarna marun.“Ah.. iya. Ini milikku,” gegas Elara mengambil dompet itu dari tangan pria itu. “Bagaimana--”“Sepertinya terjatuh saat kau turun dari taksi, Nona.”“Oh..” Elara lalu mengangguk kecil dan berterima kasih.“Apa kau menunggu pesanan?” Pria bermata biru itu bertanya lagi dan Elara menjawab dengan anggukan canggung.“Aku juga,” kata pria tersebut lalu duduk di kursi meja yang bersebelahan dengan meja Elara.Elara hanya tersenyum canggung lalu kembali memandang ke arah jendela, menghindari percakapan yang tidak perlu dengan pria asing tersebut.Kekhawatiran Elara tidak terjadi, karena pria bermata biru itu langsung terlihat asyik dengan ponselnya. Mungkin pria itu paham, Elara tidak ingin diganggu.Namun di meja yang berada di pojok coffee shop, Guez dan rekan
“Tampan sekali…” desah Jeanne dengan kedua mata tak kunjung berkedip saat memandangi pria bermanik biru yang kini duduk berhadapan dengan dirinya dan juga Elara.Pria itu memutar kursi yang diduduki, hingga mereka kini mampu berbicara dengan saling melihat raut wajah masing-masing tanpa harus memiringkan kepala.Dengan posisi itu pula, Jeanne bisa melihat jelas beberapa kali sang pria bermanik biru terus menerus mencuri pandang pada Elara.“Apa kau tinggal di sini?”“Tidak,” jawab si pria pada Jeanne. “Aku ada urusan bisnis di sini.”“Kau pengusaha rupanya.” Jeanne mengangguk puas. Tebakannya bahwa pria itu adalah seorang pengusaha ternyata benar.“Oh iya, aku Jeanne. Dan temanku yang pemalu ini Elara,” Jeanne memperkenalkan diri dan juga Elara.“Ethan,” tanggap pria itu yang menyambut uluran tangan Jeanne, lalu ia juga menyodorkan tangan pada E
“Elara sialan,” maki Dianne.Ia melihat layar ponsel dan mendapati beberapa panggilan tak terjawab dari nomor Elara.“Mengapa dia gak sabar banget sih!” Dianne lalu melihat pesan masuk dari Nyonya Besar White yang menyuruhnya agar segera menghubungi Elara dan menyerahkan peninggalan mendiang Annie pada Elara.Ia pun mendengkus kesal dan mengabaikan pesan dari neneknya itu, begitu pula beberapa pesan masuk yang berasal dari Elara sendiri --Dianne bahkan tidak repot-repot membuka pesan itu.Ia merebahkan diri dengan bersandar pada kepala ranjang di suatu motel di San Francisco. Dianne memang tidak pulang setelah bertemu pria tampan dan terlihat kaya di jalan Sansome dan mencari motel yang tidak terlalu mahal untuk memikirkan rencana selanjutnya terhadap pria itu.“Dia sangat tampan,” desah Dianne. “Dan yang lebih penting, dia benar-benar terlihat kaya.”Tangannya kemudian meraih tas dan mengeluarkan kartu nama yang ia dapatkan dari pria bermata biru itu.“Ethan Wayne…” gumam Dianne deng
“Dari mana?” Arion bertanya dengan suara dalam dan rendah yang sangat familiar di telinga Elara.“Ya ampun Tuan Arion! Kau mengagetkan kami…” keluh Jeanne --kesal, tapi tidak berani membentak.Pria tampan itu tidak menanggapi Jeanne. Ia berdiri dari duduk dan menghampiri Elara dengan langkahnya yang tenang, namun sukses membuat jantung kedua gadis yang baru masuk itu, mendadak berpacu.Jeanne mereguk saliva sedikit alot.Ia memiliki dugaan, bahwa mungkin Arion kesal karena Elara keluar rumah tanpa seizin pria itu, sementara mereka berdua masih berada dalam keadaan yang kurang baik.Sahabat Elara itu pun berdiri canggung di sana dan tanpa berkedip memperhatikan pria tampan beraura intimidatif itu kian mendekat pada Elara.Demikian halnya dengan Elara. Gadis bermanik zamrud tersebut berdiri kaku dengan dada yang berdebar cepat dari normal.Namun ia menolak untuk gentar dan menatap lurus manik kelabu suaminya yang kian mengikis jarak antara mereka.Hasil dari itu, Elara merasakan satu gel
“Apa tadi kau bilang?” Arthur menghentikan gerakan kakinya yang semula melangkah stabil sejak ia memasuki Grand Haven.Kepalanya menoleh ke arah Lenora dengan kening sedikit berkerut.“Arion membatalkan acara malam besok.” Lenora mengulang kalimat yang telah ia katakan beberapa detik lalu, begitu suaminya tiba di mansion mereka.“Aku mengatur kegiatan ku untuk pulang, hanya untuk tahu acara ini tidak jadi?”Lenora terpaku sesaat.Ia tidak mengira bahwa reaksi Arthur saat mendengar pembatalan jamuan makan malam besok dengan keluarga Goldwin, akan mendapatkan reaksi seperti ini.Arthur bukannya merasa kecewa karena sikap Arion yang serampangan membatalkan acara yang telah disepakati kedua keluarga, justru kesal karena kedatangannya pulang ke Grand Haven adalah serupa kesia-siaan.Bukan ini yang Lenora harapkan. Namun dirinya tahu dengan baik, ia tidak bisa mengeluh atau memprotes sang suami, Arthur Ellworth.Kedua tangan Lenora terangkat dan mengalungkannya ke lengan kanan Arthur. “M
Arthur menghentikan kegiatannya membaca dokumen.Kedua matanya melirik ke arah ranjang besar, di mana Lenora terlihat telah tidur dengan membelakangi dirinya.Pria paruh baya yang masih terlihat gagah itu kemudian meraih ponsel di atas meja lalu menekan satu nomor.Ia tidak perlu menunggu lama, panggilan itu langsung terhubung.“Periksa kegiatan Arion di San Francisco.” Usai mengatakan demikian, Arthur menutup telepon dan menurunkan tangan untuk meletakkan ponselnya.Melihat Lenora yang lesu, setelah mengabarkan batalnya acara jamuan esok malam, memang sedikit membuat Arthur memperhatikan istrinya itu.Namun bukan itu alasan terbesar dirinya kemudian menyuruh seseorang untuk memeriksa Arion.Arion selama ini dibiarkan oleh Arthur untuk mengelola kerajaan bisnisnya karena ia telah melihat kemampuan Arion.Ia bahkan tidak peduli, jika pun Arion hendak bersenang-senang, selama putranya itu menjalankan perusahaan dengan baik.Perkara urusan dengan keluarga Goldwin, Arthur hanya menganggap