Kenzo cepat-cepat menuju titik koordinat yang dikirim, ada di sekitar kargo-kargo tua yang tidak dipakai. Dia menyiapkan mental sebelum benar-benar tahu apa yang akan terjadi dengan ibu angkatnya, Suci.Baru sampai di sana, pemandangan yang pertama dilihat Kenzo adalah darah yang bercucuran serta jasad bergelimang bagai ikan pindang siap diasap.“Suci... tidak. Aku harus segera masuk!?”Kenzo menendang salah satu pintu gerbong itu, dan...Tidak ada orang di sana!Kenzo makin kalut. Dia tidak peduli dengan dering telepon yang terus berbunyi. Segera, pria itu mengelilingi seluruh kontainer kargo hingga ujung pelabuhan hingga dia bertemu seorang misterius.Cpak!Satu putaran kaki kanan membuat pria itu lunglai. Dan, ketika melihat siapa yang menendang, dia terkejut.“Ze-Zero...”“Two, kenapa kau bisa ada di sini? A-aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau itu adalah kau, Two!”Anak buah Two yang sedari tadi menodongkan pistol, segera membungkuk hormat pada Zero.Zero, One, Two, dan segala ju
Dua hari berikutnya, Kenzo dipanggil ke kediaman Tuan Besar Davin karena sang jenderal akan pergi ke luar negeri untuk sementara waktu, menjalankan misi rahasia bersama Jenderal Karl Meyer, One, dan Two.“Direktur Nayama Accent, Pak Malik, mengajukan masa pensiun dini. Aku tidak ingin mengecewakannya karena dia adalah pemimpin teladan. Umurnya dua tahun lebih dua dariku, memang sudah saatnya dia fokus mengasuh anak cucu.”Kenzo mengangguk-angguk saja saat Davin menjelaskan hal yang harus dia kerjakan.“Dan kamu, Nzo ... maksudku kita, dari pihak Daidalos, sepakat nunjuk kamu buat gantiin kerja Pak Malik selaku kepala direksi baru. Setidaknya, sampai Pak Nassar menemukan orang yang cocok untuk didapuk sebagai kepala direksi pengganti Pak Malik. Nanti kamu dibantu Pak Nassar mengurus semuanya.“Tenang, Pak Nassar orangnya sangat rendah hati. Dia sudah delapan tahun mengabdi kepada Daidalos di bagian keuangan dan relasi.”“Baik, Jenderal, akan kulakukan sebaik mungkin demi kemajuan Daida
Pikiran kotor Robby tidak bertahan lama. Ketika dia sedang asyik dengan fantasinya sendiri, tiba-tiba Kenzo melintas. Kenzo sedang bersiap-siap masuk pintu lift menuju lantai berikutnya. Serta-merta Robby menegur Kenzo.“Hei, sini dulu!” teriak Robby. “Mau ke mana? Sembarangan saja!”Kenzo menoleh ke arah Robby.“Aku?” tanggap Kenzo sambil menunjuk dirinya sendiri.Tanpa ditemani Boris, Kenzo berangkat sendiri ke Nayama Accent di kota B.Satpam-satpam sudah diberitahu bahwa kepala direksi baru akan datang menggunakan motor vespa butut. Hatinya berdebar-debar ketika memasuki kantor pusat cabang perusahaan tekstil tersebut.Pasalnya, baru kali ini dia memegang perusahaan tekstil yang mana tata cara pengurusannya sedikit lebih rumit dari perusahaan-perusahaan lain.Kenzo mengernyitkan dahi. Lalu dia berjalan mendekati Robby. Robby memperlihatkan tingkah lakunya yang congkak.Robby dulunya merupakan mantan kekasih Claudia sebelum Claudia kenal dengan Steve Rockshaw.Dan, insiden kehamilan
Kenzo tak terpancing. Dia tenang setenang-tenangnya. Dia menyadari bahwa posisinya saat ini jauh di atas Robby, dan dia harus bersikap bijaksana nan berwibawa.“Sudah kubilang, aku mau cari seseorang. Seseorang yang sangat penting di sini, jauh lebih penting dari pada mencarimu,” katanya.Robby spontan tertawa. Tawanya terdengar sinis dan mengejek.“Sudahlah, ngaku saja. Kamu mau cari Clara, kan? Nggak usah mimpi Clara masih suka sama kamu, dasar gembel bodoh! Cewek macam dia nggak akan pernah cocok sama anak gembel model kamu. Kamu mesti sadar diri. Tampangmu lumayan oke, sih. Tapi, kamu benar-benar bukan levelnya Clara. Kampungan!”Kenzo mulai geram, tapi dia masih menanti waktu yang tepat untuk menjatuhkan Robby.“Atau, kamu masih perlu bukti, ya? Bukti kalau kamu memang bukan levelnya Clara… kamu pakai pelet apa sampai bisa buat Clara klepek-klepek kayak gitu? Jujur aja, kamu pakai dukun, kan?” Robby tersenyum licik, sambil memamerkan foto-foto mesranya bersama Clara.Entah kenapa
“Oh, nggak ada, Pak,” jawab Robby dengan malu-malu. “Tapi, ehm… ada. Ehm… ini ada yang mau cari Pak Nassar. Entahlah, mahluk dari mana ini, Pak. Tiba-tiba saja. Katanya mau cari Pak Nassar…”Laki-laki itu adalah Nassar Sudiro, sosok yang dicari-cari oleh Kenzo. Mendengar ada yang mencarinya, Nassar Sudiro tampak antusias. Dia menatap Kenzo dengan ramah dan segera menghampirinya.“Ya, Tuhan. Apa kabar, anak muda? Kenzo Daidalos, kudengar ayahmu pelantun jazz tak tergantikan di kota ini, bahkan setelah kepergiannya. Benar, kan?” sapa Nassar Sudiro.Kenzo sempat tergagap. Dia tidak menyangka sama sekali bahwa laki-laki bertubuh tegap yang menyambutnya di hadapannya saat ini adalah sekretaris ayah kandungnya.Sebelum Kenzo menjawab sepatah kata pun, laki-laki itu telah mengajaknya berjalan bersamanya.“Mari, mari silakan! Waktu berjalan cepat. Kita segera mulai saja hari ini,” ujar lelaki itu, penuh hormat, menunjukkan bahwa Kenzo memiliki kuasa penuh di situ.Kenzo dan Nassar Sudiro berj
“Aku bisa sangat baik kepada semua orang. Tapi bisa juga sangat kasar kalau ada yang terus-menerus menghinaku! Perlakuanku tergantung bagaimana kalian semua bersikap.”Semua orang yang ada di ruangan itu menundukkan kepala.“Paham kalian?” lantang Kenzo, dia tidak suka mendengar kebisuan di antara para pegawai Nayama Accent.“Paham, Pak Kenzo,” ucap semua orang, serentak.“Bagus,” ujar Kenzo kemudian, mengangguk-angguk sambil memandangi karyawan-karyawannya itu satu per satu.Dan ketika matanya menangkap sosok Clara, didapatinya perempuan itu sedang menatapnya penuh arti.“Sial benar cewek satu ini,” pikir Kenzo sambil menatap balik Clara. “Rupanya dia cuma seorang pansos. Menyesal aku pernah menyukainya. Aku pengin tahu, apa yang akan dia lakukan selanjutnya.”Clara tampak sedang mencari-cari perhatian di depan Kenzo. Dia mencoba tersenyum ramah. Namun, Kenzo melihatnya sekilas saja.“Sekarang, dengar semuanya,” kata Kenzo kemudian. “Kita punya waktu break sebentar. Sehabis itu, diha
Hari itu juga, semua hal yang berkaitan dengan ketidakberesan Robby diselesaikan semuanya. Sejumlah instruksi dari Kenzo bisa dilaksanakan dengan baik oleh anak buahnya.Sementara itu juga, sambil ditemani sejumlah staf, Kenzo berkeliling ke areal perusahaan. Dia meninjau seluruh divisi dan bertemu dengan setiap karyawan dari kalangan bawah sampai kalangan atas.Bahkan, Kenzo membagi-bagikan angpau ke setiap karyawan yang dijumpainya. Masing-masing karyawan mendapatkan amplop berisi uang limaratus ribu rupiah.“Bekerjalah dengan baik. Ini hadiah buat para pekerja keras di perusahaan ini,” kata Kenzo, ia serahkan sebuah amplop kepada seorang petugas cleaning service.Tentu saja, petugas cleaning service itu—begitu juga yang lainnya—merasa sangat gembira. Maka, sepanjang berkeliling, Kenzo selalu menuai pujian dan penyambutan yang ramah.“Terima kasih banyak, Pak. Terima kasih banyak. Semoga Bapak mendapatkan rezeki berlimpah dan umur yang panjang.” Begitu ungkapan ketulusan para karyaw
Kenzo sampai di depan perusahaan. Seperti biasa, dia bercanda dengan dua satpam yang berjaga di pintu parkiran. Mereka sangat akrab, bahkan Kenzo sering ditraktir makan oleh dua satpam itu.“Vin, Nona Claudia nyariin lu tuh, lu ke mana aja tiga minggu ini,” seloroh Paidi, dia adalah teman dekat Kenzo sampai sekarang. Jika uang gaji Kenzo belum cair bulan ini, Paidi sering mentraktirnya makan cuma-cuma.Rahman, rekan kerja Paidi, ikut menambahi. “Noh lihat si Juki, kemarin dia bolos tiga hari tanpa alasan, dia langsung diberi surat peringatan dua. Untung Bu Tenkar nggak PMS waktu itu.”“Juki tiga hari bolos aje dimarahin segitunya, apalagi lu yang bolos tiga minggu. Pasti Nona marah besar tahu lu bolos kerja tanpa alasan,” seloroh Paidi.“Halah, tenang saja, aku bisa mengurusnya.” Kenzo berujar pelan, lantas tertawa.“Preett...”“DAVIINN!” Seorang perempuan berteriak sangat keras. Dia berdiri di depan lobby dengan tangan melingkar di dada. “CEPAT KE SINI!” dia terus berteriak.“Tuh cep