“Jadi gimana, Bos?”
Badi kembali bertanya karena Narendra tidak mengucapkan apa pun setelah mendengar informasi yang disampaikannya. Dia mendapatkan informasi dari salah seorang tetangga kontrakan petak mereka kalau salah satu minimarket yang terkenal di negara ini sedang membuka lowongan. Ketika tahu kalau persyaratannya hanya lulus SMA, dia langsung bersemangat menyampaikan kepada Narendra.
“Apanya?”
“Mau dicoba nggak?”
“Ngapain ditanya, kamu udah kirim lamaran ke sana.”
“Iya, sih,” Badi mengangguk, “Tapi Bos nggak marah, kan? Kemarin aku langsung apply karena takut nggak keburu.”
“Marah kenapa?”
“Karena aku nggak izin.”
“Kamu kenal aku berapa lama? Aku tidak pernah merah karena hal remeh.”
Ada benarnya. Narendra memang tidak pernah marah karena sesuatu yang sepele. Pria itu akan memilih untuk diam hingg
“Lo udah selesai?”Seperti yang dikatakan Abimana, tidak ada yang urgent atau penting. Sejak tiba di kantor, pria itu hanya disibukkan dengan mengecek dan menandatangani dokumen yang sepertinya tidak ada habisnya. Bahkan dia baru sempat makan siang menjelang sore. Itu juga dibelikan oleh office boy kantor dan dihabiskannya sambil membaca proposal rencana dan laporan bisnis.“Sedikit lagi,” Narendra menandatangani dokumen yang sedang diperiksanya.“Kalau lo udah selesai kita makan. Gue udah booking restoran.”“Wuiih! Gitu, dong, bro!” Dia tersenyum lebar sebelum kembali menatap serius, “Sebentar. Kamu kalau baik ada maunya. Ada apa?”Abimana mengibaskan tangan berulang, “Nggak ada. Cuma mau ngobrolin masalah kemarin. Cari aman aja.”“Nice. Tidak percuma eyang milih kamu buat jadi tangan kanan aku.”“Kal
“Silakan,” seorang waitress meletakkan sepiring hidangan yang tertata estetik. Tidak hanya terlihat cantik tetapi juga menggugah selera.Narendra mengangguk setelah memastikan kalau makanan itu benar pesanannya sementara waitress menyajikan pesanan Abimana yang tidak kalah mewah dan estetiknya. Setelah memastikan kalau semua pesanan benar, waitress bersiap meninggalkan meja mereka.“Selamat menikmati. Jika membutuhkan bantuan Anda dapat memanggil saya.”“Terima kasih,” Narendra menjawab sambil mengangguk kecil.Gestur kecil. Waitress yang menghidangkan makanan sempat terkejut sebelum balas mengangguk sambil tersenyum. Langkah waitress itu terlihat lebih ringan ketika meninggalkan Narendra dan Abimana.“Tumben banget,” Abimana berkomentar setelah waitress cukup jauh dari meja mereka.“Apanya?” Narendra bertanya bingung sambi
Abimana tersenyum sebelum menjawab pertanyaan sepupunya, “Raji.”“That piece of shit?!” Narendra harus menahan diri agar tidak berteriak, “Dengan track record-nya masih ada cewek yang deketin dia?”“Apalah arti track record selama dia masih punya duit? Lagian jenis cewek kayak gitu, kan, fokusnya ya uang. Lo pikir dia nyari cowok yang setia dan bakal bahagiain dia?”“Bener juga. Tapi tetap aja nggak masuk akal. Masalah, kok, dicari.”“Bukan masalah yang dicari tapi uang, Narendra,” Abimana terkekeh.Sepupunya boleh seorang genius yang mempu menggentarkan lawan bisnis, siapa pun mereka, tetapi untuk beberapa masalah entah kenapa pria itu bisa begitu polos. Tidak jauh beda dengan anak kecil yang belum pernah melihat dunia nyata.“Aku mau pakai data kita tentang dia.”“Untuk?” Kali ini giliran dahi Abimana yang berke
“Tentang yang tadi,” Abimana melajukan Porsche Cayman kesayangannya meninggalkan lobi gedung tempat restoran berada.Narendra hanya menaikan sebelah alis. Gestur kecil yang menandakan kalau dia mendengarkan. Sejak tadi sepupunya memilih untuk membicarakan hal lain. Mulai dari kondisi perusahaan, rencana merger yang didengarnya sampai isu bisnis global yang mungkin akan mempengaruhi iklim bisnis negara ini maupun Widjaja Group. Apa pun selain alasan terimakasih yang diucapkan sebelumnya.“Gue minta tolong lo rahasiain apapun yang gue ceritain ini.”Pria itu tidak menjawab. Dia mengubah posisi jadi menghadap Abimana yang tanpa alasan meremas gagang kemudi mobilnya.“Gue juga minta tolong lo bersikap biasa aja depan Rania.”“Apa hubungannya sama Rania?”“Well,” Abimana menjilat bibirnya gelisah, “Rania cerita waktu gue ngajak dia untuk serius.”Heni
“Hah, bakal hujan kurasa hari ini. Tak pernah-pernah aku lihat kau rapi sepagi ini.” Bang Ucok yang baru keluar dari kontrakan petaknya menyapa Narendra yang sedang mengenakan sepatu di teras. Seperti yang dikatakan tetangganya, Narendra memang sudah rapi dengan kemeja putih – kali ini dia tidak lagi mengenakan kemeja murah karena tidak ingin gatal-gatal seperti sebelumnya - dan celana bahan berwarna hitam. Rambutnya yang biasa dibiarkan berantakan juga pagi ini tersisir rapi. “Interview lagi kau?” Sama seperti Narendra, pria itu juga sibuk mengenakan kaos kaki kemudian sepatu. “Iya, Bang. Ini lagi nunggu Badi.” “Di mana?” Entah basa-basi, entah pria itu benar-benar peduli. “Dealer mobil. Kemarin ada lowongan untuk sales.” “Si Badi daftar juga?” Narendra mengangguk, “Iya, Bang. Dia yang ajak aku daftar kemarin.” “Kudoakan kalian berdua lolos, ya. Jangan lupa sarapan sebelum berangkat. Tak bisa mikir nanti
“Jadi kenapa Anda melamar ke perusahaan kami?” Pertanyaan standar yang dijawab Narendra dengan jawaban yang sama standarnya yang sudah dilatihnya bersama Badi semalaman. Penginterview terlihat cukup puas dengan jawaban yang diberikan Narenda karena pertanyaan itu segera disusul dengan pertanyaan lainnya tanpa henti. Pertanyaan yang nyaris serupa dengan yang sudah dilatihnya bersama Badi. “Anda hanya lulusan SMA, benar?” “Benar,” dia menjawab singkat. “Kenapa tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya?” Narendra diam sesaat sambil memilih jawaban yang ingin diberikannya, “Sempat kuliah tapi tidak selesai karena alasan ekonomi.” Jawaban teraman yang sudah disiapkan oleh Badi. “Begitu,” pria itu membalik formulir riwayat hidup Narendra sampai ke bagian riwayat pekerjaan dan keningnya berkerut. Posisinya yang sebelumnya cukup nyaman kali ini mulai terlihat gelisah, “Belum pernah bekerja sebelumnya? Apa yang Anda lakukan selama ini?”
“Beneran, Bos?” Badi bertanya sambil menambahkan banyak kecap ke bakso pesanannya.Narendra yang sedang asyik meracik dengan menambahkan saos, sambal dan kecap itu mengangguk dengan yakin, “Beneran. Tanya aja Kak Raja.”“Nggak mungkin aku berani tanya ke Pak Rajasena,” Badi mencicipi bakso yang sekarang kuahnya tidak lagi bening.Jika Agnia menyukai bakso dengan rasa super pedas maka Badi sebaliknya. Bodyguard itu lebih suka menambahkan banyak kecap agar kuah baksonya terasa manis.“Cek aja ke lokasi kalau gitu. Besok pasti masih kerja orangnya.”“Waah, keajaiban ini! Biasa Bos main pecat aja.”Narendra terkekeh, “Masa?”“Iya. Coba udah berapa kali kejadian Bos mecatin orang selama jadi orang biasa?”“Yaaa….aku pikir ini bukan sepenuhnya kesalahan dia,” pria itu cukup puas dengan rasa baksonya, “Mungkin dia mema
“Dra,” Bang Ucok yang baru pulang kerja menyapa Narendra yang sedang duduk di ruang tamu dengan pintu terbuka.“Bang, tumben jam segini udah balik?” Narendra bergegas bangkit dan berdiri di ambang pintu.“Ke sini kau. Ada yang mau aku bicarakan.”Narendra mengangkat kedua alis. Dengan perasaan bingung campur penasaran pria itu berjalan menuju kontrakan petak tetangganya. Walau ukuran kontrakan mereka sama tetapi kontrakan petak Bang Ucok jauh lebih nyaman daripada kontrakan Narendra ataupun Badi.Kontrakan petak Bang Ucok selalu rapi dengan aroma citrus yang menggantung tipis di udara. Sangat nyaman. Bang Ucok juga sengaja tidak mengisi kontrakannya dengan banyak furnitur. Pria itu memilih furnitur dengan selektif dan mementingkan fungsi. Ini membuat ruangan nyaman juga lega.Hampir setiap sudut ruangan dihiasi tanaman. Mulai dari tanaman yang umum seperti sanseviera sampai tanaman yang belum
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan