"Malam, Ma," Narendra menghampiri Rheinya bersama dengan Calya. Walau dengan bersungut-sungut gadis itu akhirnya tetap saja menuruti permintaan ibunya untuk memanggil Narendra, "Maaf, Narendra terlambat. Ada yang harus diselesaikan."
"Kamu ini bagaimana, sih? Abimana itu sepupu terdekatmu, lho! Mama nggak mau tahu kamu harus minta maaf, ya?"
"Ma, aku hanya terlambat sebentar. Yang terpenting aku hadir saat prosesi pernikahan dan juga resepsi keluarga. Pesta malam ini bukan untuk kita."
Prosesi penikahan juga resepsi privat sudah dilaksanakan kemarin. Ini permintaan Rhania. Gadis itu ingin pernikahannya sakral dan intim. Abimana juga setuju sehingga mereka mengadakan beberapa kali resepsi. Malam ini merupakan resepsi terakhir yang diperuntukkan bagi kenalan dan kolega mereka.
"Walau begitu tetap saja, ya. Terlambat berarti tidak menghargai yang mengadakan acara."
"Iya, Ma," Narendra memilih untuk mengalah, "Setelah acara selesai aku akan langsung mi
"Kita ke mana?" Agnia bertanya ketika menyadari kalau bukannya mendekat ke pelaminan mereka malah semakin menjauh.Bukannya menjawab pertanyaan Agnia, pria itu terus melangkah dengan yakin sambil sesekali membalas sapaan ramah beberapa tamu yang cukup mengenalnya atau cukup memiliki keberanian. Akhirnya Agnia memilih untuk mengikuti kekasihnya tanpa bertanya atau mengeluarkan protes. Dia mempercayai Narendra untuk hal-hal besar, sudah terlambat mempertanyakan kepercayaannya saat ini."Di dalam terlalu ramai dan berisik," Narendra baru buka suara ketika mereka sudah berada di lift. Tidak hanya itu, dia langsung menarik pinggul Agnia kemudian memeluk kekasihnya dari belakang, "Terlalu banyak mata berujung pada terlalu banyak pertanyaan.""Ya," Agnia menjawab singkat, "Kamu tahu, waktu aku datang semua tamu kayak ngasih tatapan bingung dan ... entahlah, seakan aku belum cukup pantas berada di sini.""Benarkah?" Narendra meletakann
"Pagi, Bos," Badi memasuki ruangan Narendra dengan membawa berkas milik pria itu yang tertinggal di mobil, "Kelupaan.""Terima kasih," Narendra mengambil berkas yang diberikan oleh bodyguard-nya, "Untung Abi masih honeymoon. Kalau tidak aku akan diceramahi sepanjang hari karena teledor. terkadang dia bisa lebih parah dari Mama."Badi tertawa mendengar ucapan majikannya. Apa yang diucapkan oleh Narendra benar. Jika berurusan dengan Narendra, Abimana dapat berubah menjadi seorang kakak bahkan orang tua yang protektif sekaligus menginginkan anaknya mandiri. Badi sudah menyaksikan itu berulang kali selama menjadi bodyguar pria itu."Ada lagi?" Pria itu bertanya karena bukannya keluar dari ruang kerjanya, Badi masih berdiri dengan kikuk di hadapannya."Bos," Badi berdeham sambil mengusap tengkuknya beberapa kali. Dia terlihat ingin mengucapkan sesuatu tetapi cukup ragu."Ada apa? Katakan saja," Narendra terkekeh, "Aneh melihat kamu seperti sekarang."
"Kereta!" Antari menduduki kursi sesuai dengan yang tertera di tiket sambil tertawa. Sejak mereka tiba di stasiun gadis itu memang tidak berhenti tersenyum dan wajahnya berseri-seri. Dia sangat jarang berpergian ke luar kota dengan menggunakan kereta api. Kampung halaman kedua orang tuanya masih dapat ditempuh dengan menggunakan mobil. Selain itu dia hampir tidak pernah keluar kota.Beberapa hari yang lalu ketika Badi mengatakan akan mengunjungi ibu dan adiknya, Antari sama sekali tidak memiliki dugaan kalau pria itu akan mengajaknya. Ketika dia tahu tentu gadis itu langsung mengiyakan walau dia mengingatkan pacarnya kalau dia harus meminta izin dari kedua orang tuanya. Di luar dugaan, Badi langsung mengajukan diri agar dia yang berbicara dengan kedua orang tua Antari. Menurut Badi karena dia yang mengajak maka itu artinya dia yang bertanggung jawab terhadap Antari selama perjalanan mereka.Tentu saja proses meminta izin itu tidak mudah. Orang tua Antari masih cukup ko
"Sudah siap menghadapi quarter-life-crisis?" Narendra melemparkan tatapan serius ke arah Calya yang sedang bersantai di sofa sambil menonton serial TV kesukaannya."Oh, please, aku belum setua itu, ya!" Gadis itu langsung memberengutkan pipi dan melemparkan tatapan kesal ke arah kakaknya yang sedang terbahak karena mendengar jawaban yang diberikan oleh adiknya."Tapi beberapa hari lagi kamu akan wisuda," Narendra menyeringai, "Sudah tahu apa yang ingin kamu lakukan?""Memangnya aku harus langsung tahu?" Calya balik bertanya."Tentu saja! Malah seharusnya kamu sudah tahu jauh sebelum dinyatakan lulus kuliah.""Aku belum tahu," Calya kembali memberengut, "Mungkin mau langsung ambil master aja.""Kamu mau ambil master karena kamu tidak tahu ingin melakukan apa?" Narendra mengernyitkan dahi, "Ajaib.""Yaa ... dari pada aku nggak ngapa-ngapain, kan?" Calya berujar kesal, "Nanti kalau aku nggak ngapa-ngapain dibilang aku b
"Mana pacar kamu?"Rajasena bertanya sambil tersenyum penuh arti kepada Calya yang baru memasuki ruangan sambil melepas toganya. Begitu juga dengan yang lain. Siang ini mereka berkumpul di salah satu restoran mewah yang berada di pusat kota Melbourne untuk merayakan wisudanya Calya. Hampir seluruh anggota keluarga utama Widjaja berada di sini saat ini."Apa, sih, Kak," Calya langsung memberengut kesal. Walau begitu gadis itu masih memeluk dan mencium ringan pipi ibu dan para kakak iparnya sambil memeluk sayang, "Masih belum puas ngerjain Ardiansyah?"Kakak pertamanya menanggapi keluhan gadis itu dengan kekehan. Tentu saja dia masih jauh dari kata puas. Rajasena tidak akan berhenti merundung pacar adik bungsunya sampai Calya berteriak penuh kekesalan atau pacar sang adik menjadi sangat salah tingkah. Dalam kasus ini itu akan sulit karena Ardiansyah bukan seorang yang manja. Pria itu sudah terbiasa menghadapi kerasnya kehidupan."Ada yang mencariku?" Ardian
"Kamu sudah punya calon?"Pertanyaan Rheinya membuat Narendra langsung menatap sang ibu dengan tidak percaya. Dia sama sekali tidak menyangkan pertanyaan itu akan keluar dari mulut Rheinya. Sang Ibu memang selalu mengingatkan untuk menjalin hubungan romantis dan menikah tetapi dia tidak pernah menyangka kalau Rheinya akan mengeluarkan pertanyaan itu. Setidaknya, tidak sekarang. Dia bahkan belum berusia tiga puluh tahun."Ma, apa itu harus dibahas sekarang? Ini harinya Calya."Rheinya tersenyum dengan anggun. Sama sekali tidak terlihat terganggu dengan jawaban yang diberikan oleh anak sulungnya."Lalu menurutmu kapan sebaiknya kita membahas hal ini?"Narendra mengendikkan bahu, "Entahlah. Yang pasti tidak kali ini."Rheinya tertawa pelan. Hanya Rheinya yang dapat melakukan ini tetapi entah bagaimana tawanya selalu terdengar merdu padahal wanita itu tidak mengaturnya sama sekali."Ayolah, Ma. Aku belum tiga puluh. Kita sudah pernah memb
Badi baru terbangun menjelang siang.Tidak aneh mengingat dia baru tidur setelah subuh. Tadi malam dia ikut siskamling dan begdang di pos ronda bersama pada penduduk pria kampung tempat tinggal keluarganya. Tidak ada yang memintanya mengingat dia hanya datang berkunjung. Pria itu hanya merasa kalau ini merupakan salah satu cara terbaik untuk mengakrabkan diri dengan penduduk kampung. Badi nyaris tidak pernah menghabiskan waktu cukup lama di kampung sejak dia keluar untuk menyelesaikan SMA kemudian kuliah dan bekerja.Sambil menguap pria itu berjalan keluar kamar dan mulai mencari keberadaan ibu juga dua wanita lain yang ada di rumah ini. Antari dan Hanny. Sejak mereka tiba, Hanny dan Antari dengan segera menjadi tidak terpisahkan. Mereka melakukan apapun bersama-sama. Setelah menjelajah hampir seluruh ruangan rumah dan tidak menemukan keberadaan mereka, Badi memutuskan untuk duduk di teras sambil menyapa beberapa tetangga yang kebetulan lewat dan dikenal olehnya."Badi,
Pria itu berjalan dengan santai di samping Miranti. Dia bahkan tidak sungkan membawa belanjaan Miranti. Setelah mengikuti pertemuan di balai desa, Miranti memang memutuskan untuk berbelanja sayur mayur di pasar. Wanita itu ingat kalau anak sulungnya sempat berkata kalau dia ingin rawon yang dimasak oleh Miranti. Tidak hanya membeli rawon serta bumbu dan pelengkapnya, wanita itu juga membeli bahan-bahan untuk capcay, sayuran kesukaan Antari."Ibu kelihatan semringah," pria muda itu bertanya sambil tersenyum ramah, "Apa karena Badi sedang ada di rumah?""Ya iya, tho," Miranti tertawa kecil, "Ibu mana yang nggak seneng kalau anaknya ada di rumah. Apalagi ini udah lama nggak pulang, lho!""Ibu lebih suka kalau Badi sering pulang?" Walau pertanyaannya terdengar penuh selidik tetapi Miranti tanpa beban menjawab pertanyaan itu."Ndak juga. Selama Badi seneng, mau jarang balik juga nggak apa-apa.""Untuk Hanny juga begitu?"Wanita paruh baya itu ter