Siapa mereka?
Narendra bertanya sambil terus-menerus menatap ke luar jendela. Masih ada beberapa pria berperawakan tinggi besar dengan potongan rambut yang serupa mengawasi kontrakan petak ini. Dia tidak tahu mereka siapa. Biasa saja itu tenaga keamanan Widjaja Group yang diminta orang tuanya untuk menjaganya. Tetapi bisa juga mereka orang suruhan dari musuh alis Bira.
Dia berpikir keras untuk menentukan langkah atau rencana selanjutnya. Tetapi dia tidak dapat melakukan apa pun selama belum memastikan siapa mereka. Narendra tidak inin salah langkah.
Tidak mungkin Badi tidak menyadari kehadiran mereka. Ada alasan kenapa pria itu tidak menyampaikan informasi sepenting itu kepada Narendra. Mungkin karena kemarin majikannya masih terbaring sakit. Lalu kenapa sampai sekarang pria itu tidak berujar apa pun?
Hanya satu kemungkinannya. Abimana melarangnya.
Pertanyaan sekarang, kenapa?
Sambil berjalan ke kamar, pria itu merogoh saku untuk me
“Yakin kau ini alamat yang benar?” Bang Ucok bertanya ketika Narendra memintanya untuk turun di lobi gedung Widjaja Group.Tadi pagi, ketika Bang Ucok akan berangkat bekerja, Narendra dan Badi meminta untuk menumpang hingga pusat kota. Awalnya pria itu berpikir kalau mereka akan interview kerja. Tetapi sepertinya tidak karena dia merasa pakaian Narendra dan Badi terlalu santai.Jawaban yang didapat ketika Bang Ucok bertanya ke mana tujuan mereka, semakin membuat keperluan mereka semakin tidak tertebak. Widjaja Group. Apa yang akan mereka lakukan di gedung itu?Widjaja Group tidak pernah melakukan tes penerimaan pegawai baru di gedung utama mereka. Seingat Bang Ucok para calon pegawai juga diminta untuk mengenakan setelan jas dan kemeja putih lengkap dengan dasi. Sangat jau dari penampilan tetangganya saat ini.“Yakin, Bang. Ada keperluan di sini,” Narendra langsung membuka pintu mobil ketika Bang Ucok menghentikan mobil di depan pi
"Hanya ini pekerjaan yang harus aku bereskan?" Narendra bertanya sambil mengecek tumpukan dokumen secara asal. Tidak setinggi biasanya."Sebagian udah lo beresin via email," sepupu itu menjawab santai. Sama sekali tidak merasa bersalah atau terintimidasi."Seharusnya aku tidak perlu ke kantor, ya?" Narendra duduk dan mengambil dokumen teratas kemudian mulai memeriksa. Dengan cepat dia tenggelam dalam dokumen. Walau dokumen itu tidak setinggi biasanya, tetapi ternyata dokumen itu memang sengaja disisakan oleh Abimana karena membutuhkan perhatian khusus dan merupakan dokumen penting.Menjelang makan siang, dokumen itu sudah banyak berkurang. Narendra masih fokus seakan melupakan waktu. Dia memang seorang workaholic."Dra, makan dulu," Abimana berujar ketika seorang office boy masuk mengantarkan makan siang mereka."Makan? Memangnya sekarang jam berapa?" Dia masih belum memgangkat pandangan dari dokumen yang sedang dikerjakannya."Udah nyari pu
"Bos! Ada kabar penting!" Setengah berteriak Badi berseru dari ambang pintu ruang kerja Narendra.Narendra tidak mengucapkan apa-apa. Pria itu hanya menatap Badi sambil menaikan sebelah alis.Tanpa menunggu Badi masuk dan duduk di hadapan Narendra. Setelah berhasil mengatur napas baru pria itu buka suara, "Aku nggak sengaja dengar dari bodyguard lain waktu laporan tadi!""Informasi apa yang kamu dengar?" Abimana yang bertanya dengan penuh rasa penasaran.Tidak pernah dia melihat Badi seperti ini. Dia yakin kalau sesuatu yang didengar oleh bodyguard itu adalah informasi penting."Jadi tadi..."***Badi baru keluar dari ruangan atasannya. Setiap kali dia berkunjung ke Widjaja Group untuk menemani Narendra, dia wajib untuk melapor ke atasannya.Kantor utama Widjaja Security bukan berada di gedung ini. Mereka memiliki gedung sendiri di luar kota. Gedung yang lebih kecil dengan tanah yang lebih luas untuk mengako
"Kalian ini berisik sekali," diiringi suara heels beradu dengan marmer, Rhania memasuki ruang kerja Narendra.Ketiga pria yang sedang sibuk membahas tentang hubungan antara Kenny dan Agnia seketika terdiam. Tidak lama. Ketika menyadari kalau Rhania yang bergabung bersama mereka, diskusi dengan cepat kembali berlanjut.Awalnya Rhania tidak tertarik. Dia datang untuk mengambil dokumen yang sudah diselesaikan oleh Narendra dan menjenguk tunangannya yang seharian tidak berada di ruangannya karena harus menemani sepupunya.Gadis itu baru tertarik ketika mendengar nama yang familiar di telinganya disebutkan."Itu gosip lama lagi," akhirnya Rhania tidak tahan untuk berkomentar, "Kalau yang suka sama gosip underground pasti udah familiar, deh.""Gosip underground?" Mereka bertiga langsung menatap Rhania dengan campuran penasaran dan tertarik."Iya, jadi ada forum gitu yang khusus membahas gosip-gosip yang beredar. Nah, gosip di situ bukan gosip bias
"Kak, sibuk?"Tentu saja itu hanya pertanyaan basa-basi. Sebelum berkunjung ke kantor Bimasakti, Narendra sudah mengirimkan pesan dan memastikan kalau pria itu ada di ruangan dan bisa diganggu."Sejak kapan lo nanya gitu ke gue?" Bimasakti menyambutnya dengan tawa, "Seharian di kantor?"Narendra mengangguk, "Kerjaan si Abi. Kak Raja lagi nemenin Papa keluar, ya?""Iya. Memangnya lo nggak ngasih tahu?" Bimasakti mematikan layar laptopnya, "Apa yang mau lo omongin?"Empat penerus Widjaja Group memiliki bidang keahlian yang berbeda-beda. Rajasena, sesuai dengan tanggung jawab sebagai anak pertama merupakan seorang eksekutor yang baik. Dia sangat ahli dalam memimpin sehingga rencana mereka dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana.Sementara Bimasakti menguasai bidang pengumpulan data. Selain keluarga, tidak ada yang menduga di balik gayanya yang seperti eksekutif muda tersimpan sosok yang dapat menjebol keamanan termasuk keamanan website yang
"Ni, Agnia!" Reizi mengejar Agnia keluar dari ruang reading. Lima menit yang lalu proses reading untuk proyek film mereka selesai. Sebagian langsung berhambur keluar seperti murid saat bel pelajaran berakhir berdering. Sementara yang lain sibuk bersosialisasi. "Ya, Kak?" Agnia yang sedang menuju meja berisi makanan dan minuman segera berhenti. Peran membuat mereka dekat. Sebagai peran utama dan pemeran pembantu utama tentu waktu yang mereka habiskan bersama. Belum lagi karena Agnia memang sejak awal sudah kenal dengan Berlian yang merupakan pemeran utama sekaligus teman Reizi. "Gimana sama sutradara baru?" Agnia tahu kalau itu hanya pertanyaan basa-basi tetapi dia masih meladeni karena menghargai pria itu sebagai seoarang senior. "Sesuai ekspektasiku, sih. Detail banget terus bener-bener tiap adegan dikupas. Tuntutan ke pemain juga tinggi banget. Agak serem, sih, ya. Takut nggak bisa menuhin ekspektasinya Pak Sutradara." "A
"Haaai..bisa barengan gini, ya?" Agnia tertawa kecil ketika dia tidak sengaja bertemu dengan Narendra dan Badi yang juga baru sampai di kontrakan petak mereka..Narendra tertawa kecil dan langsung memeluk pinggang kekasihnya, "Kamu sudah pulang? Tidak sampai malam? Tumben sekali.""Iya. Aneh, banget, Si Sutradara mau ngomong sama pemeran utama dulu. Nggak tahu mau ngomongin apaan""Semoga semakin sering, ya," Narendra tersenyum, "Kamu udah makan?""Belum, tadi cuma nyemil aja. Mau makan apa? Aku ikut, dong.""Kalian mau penyetan? Kalau mau biar aku yang pergi beli.""Wah, enak. Aku mau.""Aku juga mau!" Agnia langsung terlihat bersemangat, "Yang di seberang, kan? Enak banget, tuh! Aku mau, dong. Mau ayam sama telur dadar. Ekstra sambel terus lalapnya juga.""Bos mau apa?""Samakan saja dengan Nia. Tapi aku tidak mau tambahan sambal.""Siap! Bos, kan, memang nggak doyan pedes," Badi terkekeh, "Untuk Bang Ucok giman
Begitu keluar dari halaman kontrakan letak, Badi tidak langsung menuju ke warung penyetan langganan mereka. Dia berjalan pelan menghampiri seorang pria yang berdiri dalam keremangan bayangan tiang lampu."Bang, pinjem korek," dia meminta sambil mengeluarkan rokok dari saku celana. Badi bukan perokok tetapi pekerjaan membuatnya selalu menyimpan rokok di saku celana. Benda kecil itu selalu dapat menjadi alat memulai pembicaraan.Pria yang disapa Badi sempat kelagapan sebelum berhasil menguasai diri dan segera mengeluarkan korek sesuai permintaan Badi."Mau sampai jam berapa di sini, Bang?" Pertanyaan itu diajukan dengan tenang seakan Badi sedang bertanya sekarang pukul berapa."Ma-maksud Mas apa, ya?" Pria itu kembali gelagapan."Saya tahu Abang sedang mengawasi kontrakan petak itu, kan?""Ti-tidak..kata siapa?" Dia tergagap."Nggak usah bohong, Bang. Kita kerja di bidang yang sama. Saya udah ngawasin Abang dari berapa hari lalu, lho,"