Hari dengan cepat berganti hingga tanpa terasa akhir pekan sudah menyapa. Bang Ucok merasa aneh karena beberapa akhir pekan terakhir selalu dihabiskannya bersama Amelia. Sementara akhir pekan ini… tidak.
Gadis itu sempat meminta Bang Ucok untuk menemaninya ke taman bermain. Tetapi setelah insiden di ruangannya beberapa hari lalu, komunikasi mereka dengan cepat memburuk. Sekarang komunnikasi mereka hanya sebatas pekerjaan. Tidak ada lagi pesan dan telepon di luar jam kerja.
Bang Ucok merasa sesuatu dalam dirinya tercerabut. Entah apa.
“Nggak ke mana-mana, Bang?” Narendra yang baru keluar dari kontrakan petaknya bertanya ketika melihat Bang Ucok sedang mengurus tanaman di teras.
“Tak ada rencana aku. Kau sendiri?” Bang Ucok memeriksa kondisi daun tanamannya.
“Sama,” pria itu tersenyum, “Agnia ada pekerjaan hari ini. Aku juga belum boleh terlalu lelah.”
“Betah kau?” Pria itu mas
Siapa mereka?Narendra bertanya sambil terus-menerus menatap ke luar jendela. Masih ada beberapa pria berperawakan tinggi besar dengan potongan rambut yang serupa mengawasi kontrakan petak ini. Dia tidak tahu mereka siapa. Biasa saja itu tenaga keamanan Widjaja Group yang diminta orang tuanya untuk menjaganya. Tetapi bisa juga mereka orang suruhan dari musuh alis Bira.Dia berpikir keras untuk menentukan langkah atau rencana selanjutnya. Tetapi dia tidak dapat melakukan apa pun selama belum memastikan siapa mereka. Narendra tidak inin salah langkah.Tidak mungkin Badi tidak menyadari kehadiran mereka. Ada alasan kenapa pria itu tidak menyampaikan informasi sepenting itu kepada Narendra. Mungkin karena kemarin majikannya masih terbaring sakit. Lalu kenapa sampai sekarang pria itu tidak berujar apa pun?Hanya satu kemungkinannya. Abimana melarangnya.Pertanyaan sekarang, kenapa?Sambil berjalan ke kamar, pria itu merogoh saku untuk me
“Yakin kau ini alamat yang benar?” Bang Ucok bertanya ketika Narendra memintanya untuk turun di lobi gedung Widjaja Group.Tadi pagi, ketika Bang Ucok akan berangkat bekerja, Narendra dan Badi meminta untuk menumpang hingga pusat kota. Awalnya pria itu berpikir kalau mereka akan interview kerja. Tetapi sepertinya tidak karena dia merasa pakaian Narendra dan Badi terlalu santai.Jawaban yang didapat ketika Bang Ucok bertanya ke mana tujuan mereka, semakin membuat keperluan mereka semakin tidak tertebak. Widjaja Group. Apa yang akan mereka lakukan di gedung itu?Widjaja Group tidak pernah melakukan tes penerimaan pegawai baru di gedung utama mereka. Seingat Bang Ucok para calon pegawai juga diminta untuk mengenakan setelan jas dan kemeja putih lengkap dengan dasi. Sangat jau dari penampilan tetangganya saat ini.“Yakin, Bang. Ada keperluan di sini,” Narendra langsung membuka pintu mobil ketika Bang Ucok menghentikan mobil di depan pi
"Hanya ini pekerjaan yang harus aku bereskan?" Narendra bertanya sambil mengecek tumpukan dokumen secara asal. Tidak setinggi biasanya."Sebagian udah lo beresin via email," sepupu itu menjawab santai. Sama sekali tidak merasa bersalah atau terintimidasi."Seharusnya aku tidak perlu ke kantor, ya?" Narendra duduk dan mengambil dokumen teratas kemudian mulai memeriksa. Dengan cepat dia tenggelam dalam dokumen. Walau dokumen itu tidak setinggi biasanya, tetapi ternyata dokumen itu memang sengaja disisakan oleh Abimana karena membutuhkan perhatian khusus dan merupakan dokumen penting.Menjelang makan siang, dokumen itu sudah banyak berkurang. Narendra masih fokus seakan melupakan waktu. Dia memang seorang workaholic."Dra, makan dulu," Abimana berujar ketika seorang office boy masuk mengantarkan makan siang mereka."Makan? Memangnya sekarang jam berapa?" Dia masih belum memgangkat pandangan dari dokumen yang sedang dikerjakannya."Udah nyari pu
"Bos! Ada kabar penting!" Setengah berteriak Badi berseru dari ambang pintu ruang kerja Narendra.Narendra tidak mengucapkan apa-apa. Pria itu hanya menatap Badi sambil menaikan sebelah alis.Tanpa menunggu Badi masuk dan duduk di hadapan Narendra. Setelah berhasil mengatur napas baru pria itu buka suara, "Aku nggak sengaja dengar dari bodyguard lain waktu laporan tadi!""Informasi apa yang kamu dengar?" Abimana yang bertanya dengan penuh rasa penasaran.Tidak pernah dia melihat Badi seperti ini. Dia yakin kalau sesuatu yang didengar oleh bodyguard itu adalah informasi penting."Jadi tadi..."***Badi baru keluar dari ruangan atasannya. Setiap kali dia berkunjung ke Widjaja Group untuk menemani Narendra, dia wajib untuk melapor ke atasannya.Kantor utama Widjaja Security bukan berada di gedung ini. Mereka memiliki gedung sendiri di luar kota. Gedung yang lebih kecil dengan tanah yang lebih luas untuk mengako
"Kalian ini berisik sekali," diiringi suara heels beradu dengan marmer, Rhania memasuki ruang kerja Narendra.Ketiga pria yang sedang sibuk membahas tentang hubungan antara Kenny dan Agnia seketika terdiam. Tidak lama. Ketika menyadari kalau Rhania yang bergabung bersama mereka, diskusi dengan cepat kembali berlanjut.Awalnya Rhania tidak tertarik. Dia datang untuk mengambil dokumen yang sudah diselesaikan oleh Narendra dan menjenguk tunangannya yang seharian tidak berada di ruangannya karena harus menemani sepupunya.Gadis itu baru tertarik ketika mendengar nama yang familiar di telinganya disebutkan."Itu gosip lama lagi," akhirnya Rhania tidak tahan untuk berkomentar, "Kalau yang suka sama gosip underground pasti udah familiar, deh.""Gosip underground?" Mereka bertiga langsung menatap Rhania dengan campuran penasaran dan tertarik."Iya, jadi ada forum gitu yang khusus membahas gosip-gosip yang beredar. Nah, gosip di situ bukan gosip bias
"Kak, sibuk?"Tentu saja itu hanya pertanyaan basa-basi. Sebelum berkunjung ke kantor Bimasakti, Narendra sudah mengirimkan pesan dan memastikan kalau pria itu ada di ruangan dan bisa diganggu."Sejak kapan lo nanya gitu ke gue?" Bimasakti menyambutnya dengan tawa, "Seharian di kantor?"Narendra mengangguk, "Kerjaan si Abi. Kak Raja lagi nemenin Papa keluar, ya?""Iya. Memangnya lo nggak ngasih tahu?" Bimasakti mematikan layar laptopnya, "Apa yang mau lo omongin?"Empat penerus Widjaja Group memiliki bidang keahlian yang berbeda-beda. Rajasena, sesuai dengan tanggung jawab sebagai anak pertama merupakan seorang eksekutor yang baik. Dia sangat ahli dalam memimpin sehingga rencana mereka dapat berjalan dengan lancar sesuai rencana.Sementara Bimasakti menguasai bidang pengumpulan data. Selain keluarga, tidak ada yang menduga di balik gayanya yang seperti eksekutif muda tersimpan sosok yang dapat menjebol keamanan termasuk keamanan website yang
"Ni, Agnia!" Reizi mengejar Agnia keluar dari ruang reading. Lima menit yang lalu proses reading untuk proyek film mereka selesai. Sebagian langsung berhambur keluar seperti murid saat bel pelajaran berakhir berdering. Sementara yang lain sibuk bersosialisasi. "Ya, Kak?" Agnia yang sedang menuju meja berisi makanan dan minuman segera berhenti. Peran membuat mereka dekat. Sebagai peran utama dan pemeran pembantu utama tentu waktu yang mereka habiskan bersama. Belum lagi karena Agnia memang sejak awal sudah kenal dengan Berlian yang merupakan pemeran utama sekaligus teman Reizi. "Gimana sama sutradara baru?" Agnia tahu kalau itu hanya pertanyaan basa-basi tetapi dia masih meladeni karena menghargai pria itu sebagai seoarang senior. "Sesuai ekspektasiku, sih. Detail banget terus bener-bener tiap adegan dikupas. Tuntutan ke pemain juga tinggi banget. Agak serem, sih, ya. Takut nggak bisa menuhin ekspektasinya Pak Sutradara." "A
"Haaai..bisa barengan gini, ya?" Agnia tertawa kecil ketika dia tidak sengaja bertemu dengan Narendra dan Badi yang juga baru sampai di kontrakan petak mereka..Narendra tertawa kecil dan langsung memeluk pinggang kekasihnya, "Kamu sudah pulang? Tidak sampai malam? Tumben sekali.""Iya. Aneh, banget, Si Sutradara mau ngomong sama pemeran utama dulu. Nggak tahu mau ngomongin apaan""Semoga semakin sering, ya," Narendra tersenyum, "Kamu udah makan?""Belum, tadi cuma nyemil aja. Mau makan apa? Aku ikut, dong.""Kalian mau penyetan? Kalau mau biar aku yang pergi beli.""Wah, enak. Aku mau.""Aku juga mau!" Agnia langsung terlihat bersemangat, "Yang di seberang, kan? Enak banget, tuh! Aku mau, dong. Mau ayam sama telur dadar. Ekstra sambel terus lalapnya juga.""Bos mau apa?""Samakan saja dengan Nia. Tapi aku tidak mau tambahan sambal.""Siap! Bos, kan, memang nggak doyan pedes," Badi terkekeh, "Untuk Bang Ucok giman
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan