"Ini enak. Aku belum pernah makan pecal yang seenak ini!" Narendra terlihat lahap menghabiskan makan malamnya.
Saat ini mereka sedang berada di salah satu warung makan yang terkenal dengan pecalnya. Sepanjang siang mereka membujuk Miranti untuk beristirahat bukannya memasak apapun yang direncanakannya untuk makan malam mereka. Akhirnya, walau dengan berat hati, Miranti setuju untuk beristirahat.
"Iya, kan? Kak Bos harus percaya kalau aku bilang enak pasti enak," Hanny bahkan sudah menambah untuk kedua kalinya. Gadis itu memang memiliki nafsu makan yang besar dan dia tidak malu untuk menunjukkannya.
"Aku percaya," Narendra tersenyum lebar.
"Tentu aja Bos percaya. Kalau nggak percaya nggak mungkin mau ikut nongkrong di sini."
"Kak Narendra udah terlatih kali! Aku ingat waktu masih di kontrakan petak Kak Narendra sering makan nasi bungkus."
"Itu lauknya nggak pernah berubah tahu! Aku sampai bingung, kok, nggak bosan-bosan Bos makannya," Badi te
"Seminggu? Bos yakin?"Dalam perjalanan pulang Badi masih bertanya. Entah mengapa rasanya sulit untuk mempercayai Narendra dengan senang hati menghabiskan satu minggu di kota kecil seperti tempat tinggal keluarga Badi. Pasti ada sesuatu. Badi hanya harus mencari tahu apa alasan Narednra sebenarnya."Tentu saja aku yakin," Narendra memasukan tangan ke dalam saku jaket yang dikenakannya.Tadi sore begitu tas dan kopernya diantar oleh salah seorang pegawai keluarga Widjaja, pria itu langsung berganti pakaian. Dia tidak ingin diolok-olok oleh Hanny lebih lama lagi hanya karena pakaian."Liburan?" Badi masih berusaha mengejar dengan terus bertanya."Ya," majikannya menjawab dengan yakin, "Coba kamu ingat kapan terakhir kali aku berlibur ke tempat seperti kota ini?"Badi bergumam selama beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, "Nggak pernah.""Menurutmu aku akan melewatkan kesempatan ini?"Bodyguard itu menatap Narendra, "Nggak akan.
"Ada rame-rame apa, Buk?" Pagi ini Badi terbangun karena ada banyak suara di sekitar rumah mereka.Sangat jarang pagi dimulai dengan keriuhan. Biasanya ini hanya terjadi saat mereka mengadakan gotong royong atau ada yang mengadakan hajatan. Seingat Badi, Miranti tidak mengatakan apa-apa terkait adanya kegiatan di desa mereka."Ibuk juga nggak tahu. Mendadak aja itu, lho," Miranti yang sedang menyiapkan meja makan menatap bingung ke arah pintu rumah yang terbuka, "Coba kamu lihat. Cari tahu ada apa. Ibuk, ya, juga penasaran.""Aku ke depan dulu," Badi berjalan keluar rumah. Dengan cepat dia berbaur dengan para tetangga dan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Itu, lho, ada truk di depan desa. Buanyak!""Iya, saya juga lihat," penduduk yang lain menimpali."Logonya itu, lho, kayak nggak asing.""Ada apa, ya?"Semakin Badi mendengar percakapan para penduduk yang berkumpul di sekitar mereka semakin pria itu bingung.
Selesai sarapan, Narendra dan Badi memilih untuk duduk di teras rumah Miranti sambil memperhatikan para penduduk yang masih berkerumun dan membicarakan tentang truk-truk berlogo Widjaja Group. Mereka sudah tidak sepanik tadi pagi tetapi masih penasaran. Kepala dan perangkat desa sudah menemui mereka dan menyampaikan apa yang sebenarnya sudah mereka bicarakan kemarin di balai desa.Pertemuan kemarin diadakan untuk membicarakan apa yang terjadi hari ini. Sayangnya sebagian besar penduduk tidak mendengarkan karena sudah terlalu sering mendengar janji-janji kosong yang diberikan kepada mereka terkait perbaikan infrastruktur. Sebagian yang lain mendengarkan tetapi tidak pernah membayangkan kalau akan dilakukan secepat ini sehingga ketika terjadi mereka sama sekali tidak berpikir kalau ini berkaitan dengan pertemuan tersebut."Sejak kapan?" Badi bertanya sambil memindahkan beberapa pot tanaman sesuai yang diperintahkan oleh Miranti."Apanya?" Narendra sedang menatap s
"Tarik! Tarik!""Jangan ditarik terus! Sekarang ulur, iya, ulur, gitu, terus tarik!"Narendra dengan kewalahan mengikuti seruan Pak Man dan Pak Ridwan. Sejak Narendra berteriak kalau umpannya dimakan, kedua pria paruh baya itu tidak berhenti terus berseru sahut-sahutan. Narendra yang memang tidak memiliki pengalaman memancing memilih untuk mengikuti seruan mereka walau semakin lama dia semakin bingung seruan siapa yang harus diikuti. Sementara itu, Badi tertawa puas melihat kelakuan majikannya."Lho, lho, lhooo ... " Pak Man dan Pak Ridwan berteriak karena tiba-tiba senar joran Narendra yang sejak tadi tegang karena tarikan ikan tiba-tiba mengendur bahkan hingga membuat Narendra hampir terpental."Yaaaah ... gagal. Kabur ikannya," Pak Ridwan menarik senar pancing Narendra untuk memastikan."Jadi kita gagal mendapatkan ikan, Pak?" Narendra bertanya polos sambil mengusap peluh di dahinya, "Sia-sia tenaga saya."Pak Ridwan meningkahi ucapan Nar
"Nah, udah siap semua. Tinggal makan aja," Pak Man menatap puas nasi dan berbagai lauk di atas selembar daun pisang berukuran cukup lebar.Pria paruh baya itu sudah membagi makanan menjadi empat dengan porsi yang kurang lebih sama dan lauk yang sama. Tidak hanya itu, Pak Ridwan berhasil memetik beberapa kelapa dan ketika temannya menyiapkan makan siang mereka, pria tua itu sudah membuka kelapa agar dapat dinikmati dengan mudah."Wah, mewah banget ini! Aku nggak nyangka bakal dapat makan siang semewah ini," Badi menghampiri kedua pria itu setelah mencuci tangan di aliran air sungai, "Nasi liwet?""Nasi liwet ikan asin, sambal kecombrang dan pepes," Pak Man terlihat begitu bangga, "Kamu pasti kangen dengan masakan istriku, tho? Udah berapa tahun coba kamu nggak makan masakan Bu Man?"Badi terkekeh. Dia tahu kalau tetangganya itu sedang menggodanya. Bukan rahasia kalau Badi kecil sering sekali mengunjungi tetangga untuk menawarkan bantuan kemudian ikut makan
"Bos kelihatan lebih rileks," Badi ikut duduk di teras dengan membawa dua gelas berisi wedang jahe yang baru dibuatkan oleh Miranti."Aku tidak percaya," Narendra terkekeh sambil menerima gelas yang diulurkan oleh bodyguard-nya."Ayolah, Bos," Badi ikut terkekeh, "Aku tahu kalau Bos sebenarnya juga ngerasain, kan? Aku juga yakin kalau ini tujuan Bos ke sini.""Maksud kamu?" pria itu menyesap wedang jahenya. Dia sangat menyukai wedang jahe buatan Miranti. Ringan tetapi menghangatkan."Alasan bos ke sini pasti sama dengan alasan Bos pengin tinggal di kontrakan petak, kan? Nyoba kehidupan yang nggak pernah Bos coba sebelumnya.""Tidak sepenuhnya benar," Narendra menatap jauh ke arah langit malam, "Tapi tidak salah.""Jadi alasan Bos sebenarnya ke sini apa?" Badi kembali bertanya dengan penasaran, "Ayolah, Bos. Aku harus tahu."Narendra diam sambil menarik napas panjang beberapa kali, "Seperti yang aku bilang, aku ingin desa ini menjadi p
"Besok kamu udah pulang, ya, Cah Ayu," Miranti menatap Antari sambil tersenyum lembut.Gadis itu memiliki kepribadian yang sangat menyenangkan. Sulit untuk tidak menyayangi Antari. Setelah beberapa hari menginap di rumahnya, Miranti menemukan kalau dia merasa sedih dan kehilangan ketika menyadari kalau besok gadis itu akan kembali ke ibukota bersama dengan Badi. Seandainya Antari bukan kekasih anaknya, Miranti yakin dia akan tetap menyukainya dan rasa kehilangannya juga akan sebesar yanh sekarang dirasakannya."Iya, Buk," Antari yang sedang melipat pakaian dan menata kopernya refleks menghentikan kegiatannya. Gadis itj berpaling dan membalas senyuman yang diberikan oleh Miranti, "Tapi Ibuk nggak perlu sedih. Kapan-kapan Antari pasti ke sini lagi.""Ah, Badi itu susah sekali buat cuti. Setahun belum tentu sekali dia ke sini.""Nggak ada keharusan aku ke sini harus bareng Kak Badi, kan? Sendirian juga Antari berani, kok, ke sini. Antari udah hapal jalannya.
"And ... cut!" Teriakan Riza, sang sutradara, menjadi penanda syuting hari ini berakhir.Agnia langsung berlari ke arah asistennya dan menerima selimut penghangat. Cuaca Melbourne memang sedang dingin-dinginnya.Sebenarnya jadwal syuting ini dapat menunggu sampai musim semi tetapi ketika tahu kalau Agnia lebih memilih untuk melepas proyek film ini karena jadwalnya bentrok dengan persiapan proyek filmnya bersama Kenny, produser dan sutradara setuju untuk mempercepat proses syuting. Nama Agnia membumbung tinggi sejak proyek filmnya bersama Kenny. Tidak hanya itu, namanya semakin tinggi karena beberapa merk ternama menggunakannya sebagai brand ambassador atau pun bintang iklan. Bak meteor, dengan cepat nama Agnia melejit bergabung bersama selebritas besar negara ini."Ini minum hangatnya, Mbak," asisten Agnia dengan sigap segera mengulurkan secangkir teh hangat."Makasih" Agnia menerima sambil tersenyum, "Dingin banget! Kalau syutingnya lebih lama a