- Tidak lama setelah Asija dan Allen diculik -
"Tidak nyaman berpindah-pindah hotel hanya demi dipuaskan oleh seorang wanita, ya, Sumitra?"
Pria yang dipanggil Sumitra berjengit karena terkejut. Sabuk pengaman yang nyaris terpasang sempat terlepas sebelum dia refleks menangkapnya kembali. Dia baru saja duduk nyaman di balik kemudi mobilnya. sama sekali tidak menyangka kalau ada seseorang yang sejak tadi duduk di jok belakang dan tertutup bayangan.
"Pa-Pak sabda," dia berucap setelah berhasil menenangkan diri, "Selamat malam."
"Kamu belum menjawab pertanyaanku," derit sama jok mobil menandakan Narendra sedikit mengubah posisi duduknya, "Kenapa tidak menggunakan penthouse mahalmu lagi?"
"Hanya ... sedang tidak ingin," pria itu menjawab pelan dan berusaha menutupi alasan sesungguhnya.
Dia terlalu takut untuk menggunakan penthouse itu. Narendra dapat muncul di sana kapan saja. Tetapi dia salah, ternyata Narendra dapat muncul di mana saja. Seinga
"Lo beneran nggak percaya sama gue?"Biasanya Abimana akan langsung masuk ke penthouse sepupunya. Kali ini tidak. Pria itu memilih untuk menunggu di foyer walau dia mengetahui kode akses untuk masuk ke penthouse Narendra. Dia melakukan itu dengan sengaja."Kenapa tidak langsung masuk?" Bukannya menanggapi pertanyaan Abimana, Narendra malah menanyakan hal lain, "Sudah lama?""Dra, jawab pertanyaan gue."Narendra terkekeh, "Masuk. Kamu tidak ingin kita bertengkar di sini dan dilihat oleh petugas melalui CCTV, bukan?"Seluruh penthouse Narendra bersih dari CCTV milih gedung apartemen mewah ini. Dia hanya mengizinkan manajemen gedung untuk memasang satu CCTV di foyer. Tidak lebih. Secara berkala, Badi akan memeriksa seluruh sudut penthouse untuk memastikan tidak ada kamera pengintau atau penyadap suara. Sebagai seorang penerus Widjaja Group, Narendra dengan jelas tahu konsekuensi yang harus dihadapinya.Dengan satu helaan napas panjang Abimana m
"Anak setan! Tidak mungkin kamu menggagalkan rencanaku!" Amarah Bira semakin tersulut ketika Narendra selesai bercerita upayanya untuk memastikan rencana pamannya tidak berjalan."Kenyataannya itu sangat mungkin, Om Bira," Narendra tersenyum, "Aku berhasil menggagalkan rencana Om. Semuanya.""Tidak ... ini tidak mungkin ..." Bira menatap kontainer yang kosong itu berulang kali, "Ini tidak mungkin. Seharusnya ... seharusnya saat ini Bimasakti sudah terbunuh dan ... dan ...""Kita tidak perlu berandai-andai, Om. Kenyataannya aku berhasil memenangkan pertempuran ini. Jika Om menyerah dan berjanji tidak akan melakukan hal serupa atau mungkin lebih mengerikan dari ini, aku berjanji Om akan tetap dapat hidup nyaman.""APA MAKSUD KAMU?!"Narendra mendekat beberapa langkah ke arah Bira kemudian menatap pria itu dengan tatapan yang mengintimidasi, "Seharusnya Om bersyukur masih memiliki pilihan ini. Jika aku tidak mempertimbangkan kalau Om adalah adik Papa
"Pa," Abimana memutuskan untuk mengejar sang ayah ketika pria paruh baya itu akan menaiki private jet yang siap mengudara segera setelah penumpang terakhirnya duduk dengan nyaman."Apa lagi?" Suara Bira terdengar ketus dan penuh kemarahan."Aku ingin Papa tahu kalau ... aku nggak pengin ini berakhir seperti ini.""Begitu? Lalu apa yang kamu pikirkan ketika kamu memutuskan untuk mengkhianati Papa?""Aku tidak pernah berkhianat, Pa," Abimana menjawab dengan tegas. Masa-masa ketika suara Bira berhasil membuatnya ketakutan sudah lama berlalu. Dia sudah bukan bocah laki-laki yang dulu dihajar berulang kali hanya untuk meredakan emosi Bira. Abimana harus membayar sangat mahal hanya untuk kesalahan kecil."Papa yang membuatku tidak pernah berada di pihak Papa," tatapan pria itu terlihat penuh kesedihan walau ketegasan masih memenuhi suaranya, "Jangan berpikir aku berkhianat karena Papa yang sejak awal membuangku."Bira menatap anak semata
Narendra sudah berdiri di tempat yang sama selama beberapa menit dan belum ada tanda-tanda dia akan berajak. Malam sudah larut, tidak banyak bahkan nyaris tidak ada orang yang berlalu lalang di sekitar sehingga kehadiran Narendra tidak menarik perhatian.Dia hanya diam memperhatikan sosok bayangan yang terlihat dari jendela kontrakan petak Agnia.Hari ini begitu melelahkan. Tidak aneh mengungat ini merupakan puncak dari rencana yang susah disusunnya dengan hati-hati. Rasanya jauh lebih melelahkan dari apa yang dibayangkannnya. Dan tidak tidak dapat melakukan apa-apa untuk itu.Seharusny dari kantor dia langsung menuju penthouse untuk beristirahat. Itu yang dibutuhkannya saat ini. Bukannya berdiri di tepi luar pagar kontrakan petak dan memperhatikan bayangan kekasihnya yang terlihat dari jendela.Ketika dia tiba, dia melihat Agnia sedang menyiapkan makan malamnya. Gadis itu dengan telaten memindahkan makanan yang baru dibelinya dari bungkusan ke piring. Se
"Sampai, Bos," Badi memastikan mobil yang dikendarainya berhenti tepat di depan pintu masuk menuju lobbu gedung Widjaja Group sebelum menoleh ke arah majikannya."Terima kasih," Narendra menarik napas panjang, "Hari ini akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan.""Sepertinya begitu," dia melirik untuk memeriksa keadaan di lobby.Selain aktivitas yang sudah menjadi keseharian di Widjaja Group terlihat beberapa kelompok kecil yang memenuhi lobby. Para pemegang saham yang hampir tidak pernah menampakkan batang hidung mereka di gedung ini kecuali beberapa orang yang merupakan sahabat atau teman Asija."Kamu nanti langsung ke ruangan meeting utama," pria itu berucap sambil memeriksa sesuatu di ponselnya."Siap, Bos. Aku udah suruh beberapa orang untuk memeriksa ruang meeting dan seluruh lantai. Tapi nanti akan aku periksa ulang sebelum rapat dimulai.""Terima kasih," Narendra kembali tersenyum sebelum membuka pintu dan turun dari salah satu m
"Selamat pagi, Pak Atmadja."Sapaan itu mengejutkan pria paruh baya yang masih menatap geram ke arah Narendra. Dia segera berbalik dan matanya terbelalak ketika melihat Asija bersama dengan Rajasena dan Bimasakti sudah berada di belakangnya. Entah sejak kapan."Pa-Pagi, Pak Widjaja," hanya itu yang mampu diucapkannya walau saat ini kepalanya penuh dengan tanda tanya. Bagaimana bisa Asija dan anak-anaknya berada di sini sementara kemarin dia sudah mendapatkan informasi terkini kalau mereka akan segera dihabisi oleh Bira Widjaja."Kenapa Anda seperti melihat hantu?" Asija tersenyum lebar, "Tidak senang dengan kehadiran saya?""Tentu tidak seperti itu," Atmadja mengumpulkan sisa ketenangannya, "Saya hanya tidak menduga karena mendapatkan informasi yang salah. Saya kita teman-teman yang lain juga sama terkejutnya dengan saya.""Sepertinya hanya Anda," Narendra yang berujar sambil menyilangkan tangan di dada. Sejak tadi dia tidak lepas memperhatikan rea
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berjalan dengan lancar dan nyaris tanpa ada gangguan. Laporan yang disampaikan oleh Rajasena dan Bimasakti sangat sempurna. Tidak ada cela dan celah sedikitpun untuk para pemegang saham mengeluhkan performa perusahaan mereka. Keuntungan yang dihasilkan juga jauh lebih banyak dari yang mereka perkiraaan. Saat ini Widjaja Group dapat dikatakan sedang dalam masa keemasannya.Begitu juga dengan rencana perusahaan satu tahun ke depan. Narendra yang memaparkan rencana yang sudah disusun sedemikian rupa. Mulai dari pengembangan dan menambahkan bidang usaha juga rencana agar keuntungan mereka terus meningkat. Tidak ada yang luput dari perhatian Narendra. Rencana yang disusun dan disiapkannya meliputi seluruh aspek."Seperti dugaan saya, semua berjalan lancar," seorang pemegang saham menyapa Asija yang sedang mengobrol santai dengan Narendra setelah pria paruh baya itu menutup RUPS."Ini berkat dukungan dan bantuan Anda," Asija menjawab b
"Kudengar habis makan enak kau di atas," Bang Ucok langsung menoleh ke arah Narendra yang sedang memasuki ruang kerjanya, "Nggak nyangka aku. Selama di kontrakan aku yang belikan kau makanan enak, sekarang lupa kau sama aku?""Tidak mungkin aku melupakan Abang," Narendra menarik kursi di depan meja kerja Bang Ucok kemudian mendudukinya, "Biasa saja makan siangnya. Abang aku traktir yang lebih enak saja, ya? Nanti malam. Sekalian aku ajak Badi. Abang tahu alamat penthouse-ku?"Dia menggeleng, "Aku tanyakan ke Badi nanti. Mau traktir apa kau?""Tidak tahu," Narendra mengendikkan bahu, "Abang ingin makan apa?""Kenapa kau tanya aku? Kau ini yang pengin traktir aku," pria itu tergelak."Aku yang traktir artinya aku yang bayar, Bang. Bukan berarti aku yang menentukan apa yang akan kita makan. Kalau Abang sudah tahu ingin makan apa, kabari aku.""Macam di kontrakan, ya? Kurang Agnia aja. Kuajak dia nanti malam?""Jangan," Narendra menjawab
"Nia, kamu sudah selesai berganti pakaian?"Suara Narendra membuat Agnia yang sedang berada di kamar mandi segera melepas kimono sutra yang dikenakan ketika dia membersihkan riasan wajah dengan bantuan seorang asisten MUA yang diminta oleh Reinya untuk tinggal sampai setelah acara selesai. Gadis itu mengambil piyama yang diberikan oleh Calya khusus untuk Agnia dan Narendra. Piyama berbahan sutra itu merupakan salah satu brand mewah dan salah satu yang tertua di Inggris. Kualitasnya sudah tidak perlu dipertanyakan karena sekelas Ratu Elizabeth II saja mempercayakan pakaian tidurnya kepada mereka.Agnia tidak pernah menduga kalau hal tersulit yang harus dilakukannya setelah memutuskan menikah dengan Narendra adalah beradaptasi dengan begitu banyak priviledge yang tiba-tiba dimilikinya. Semua serba dapat dimiliki. Tidak hanya sekadar memiliki tetapi selalu yang terbaik. Apapun itu."Nia?" Terdengar ketukan pelan di pintu kamar mandi."Sebentar," tergesa gadis itu menggelung rambut kemudi
"Macam inilah! Sah udah kalian sekarang," Bang Ucok langsung menyapa ketika seluru prosesi akad nikah selesai. Penampilan pria berbadan besar itu terlihat berbeda hari ini. Seperti seluruh undangan pria, Bang Ucok juga mengenakan three piece suit. Amelia turut hadir juga terlihat menawan dengan whimsical garden-inspired maxi dress. Penampilan disempurnakan dengan rambut tergelung model french twist yang memamerkan leher jenjangnya."Akhirnya, Bang," Agnia tertawa kecil, "Sekarang Bang Ucok udah nggak perlu khawatir lagi sama aku, kan? Aku udah nggak sendiri lagi.""He! Macam manaa... tak mungkin aku tak khawatir sama kau. Adik akunya kau ini," Bang Ucok berpura-pura bersungut kesal, "Jangan sementang kau sudah nikah terus kau anggap tak peduli lagi aku sama kau, ya!"Narendra terkekeh memperhatikan interaksi antara Agnia dan Bang Ucok. Walau mereka sudah tidak lagi di kontrakan petak tetapi tidak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu."Maaf, Bang," Narendra menyela percak
"Kamu yakin?""Ayah," Agnia hanya berpaling karena hiasan kepalanya cukup berat, "Ayah sudah berulang kali nanyain itu, lho. Mau Ayah tanya sampai seratus bahkan ribuan kali, jawaban Agnia tetap sama. Agnia yakin.""Tapi gimana kalau sampai tersebar? Memang pernikahan kamu private tapi tetap aja, di depan venue itu wartawan udah ngumpul kayak mau demo.""Memangnya kenapa kalau sampai nyebar?" Agnia menatap Kenny melalui cermin, "Ayah malu kalau sampai publik tahu aku ini anak ayah?""Bukan gitu," Kenny membalas tatapan Agnia, "Ayah bertanya karena Ayah nggak mau kamu menyesali kepuutusanmu.""Aku nggak akan nyesal, Yah," Agnia menjawab dengan yakin, "Percaya sama aku. Ini bukan keputusan impulsif. Aku udah mikirin ini dari lama. Dan itu keinginan aku. Pertanyaannya sekarang, apa Ayah mau ngelakuinnya atau nggak?""Tentu saja Ayah mau, Nia," Kenny menghampiri anak semata wayangnya dan meletakkan kedua tangan di bahu Agnia yang terbuka karena kebaya pernikahannya memiliki leher yang cuk
Narendra menatap pantulan diri pada cermin sambil menghembuskan napas dengan pelan. Dirinya terlihat sempurna dengann three pieces suit warna kelabu yang dipilihkan Agnia untuk hari istimewa ini. Kekasih yang akan segera menjadi istrinya itu mengatakan kalau kelabu merupakan warna yang hangat, dan itu sesuai dengan apa yang dirasakannya setiap kali berada di dekat Narendra. Sebagai seorang pria, Narendra menyerahkan sepenuhnya kepada Agnia.Ketika gadis itu meminta agar pernikahan mereka dilakukan secara private dan hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat, Narendra juga dengan segera menyetujuinya. Beruntung keluarga besar mereka mau berkompromi. Walau pernikahan akan dirayakan secara sederhana tetapi resepsi akan diselenggarakan besar-besaran dan mengundang seluruh kenalan mereka. Agnia yang menyadari posisi mereka, Narendra merupakan pewaris keluarga Widjaja dan dirinya yang merupakan selebritas, setuju dengan itu."Narendra," Asija bersama dengan Reinya memasuki ruangan yang
"Lo gila," Abimana masuk ke ruang kerja Narendra sambil menggulirkan jari di tablet."Ada apa?" Narendra masih sibuk memperhatikan layar ponselnya. Dia sedang memeriksa portofolio saham miliknya sambil beristirahat dari memeriksa berbagai dokumen pekerjaan.Ketika Narendra kembali dari Seoul kemarin, dia disambut dengan tumpukan dokumen di meja kerja. Hanya dua hari tetapi tumpukan dokumen itu seakan Narendra sudah tidak mengantor selama berbulan-bulan. Seandainya bisa, dia ingin mengabaikan dokumen-dokumen itu. Tetapi tentu saja dia tidak dapat melakukannya karena ada tanggung jawab yang dipikul di bahunya.Asija menanggapi keputusan Narendra yang akhirnya setuju untuk menjadi pewaris Widjaja Group dengan serius. Walau pria itu mengatakan akan menggantikan Asija beberapa tahun lagi, pria paruh baya itu dengan cerdik mulai mengalihkan pekerjaan dan tanggung jawabnya kepada Narendra. Tentu saja Narendra tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya tetapi dia tidak merasa keberatan dengan itu.
"Woaa!" Lee Jieun, aktris yang menjadi salah seorang lawan main Agnia di serial yang bekerja sama dengan Netflix itu memasuk lobi sambil berseru tidak percaya, "Mereka penasaran sekali sama kalian, ya!"Setelah Agnia, aktris berikutnya yang tidak di red carpet adalah Lee Jieun. Sayangnya, beberapa pewarta masih penasaran mengapa Agnia ditemani oleh Narendra sehingga mereka masih melontarkan pertanyaan itu berulang kali. Berkat pengalaman panjang menjadi aktris dan penyanyi, dengan cepat Lee Jieun dapat mengendalikan suasana dan menarik perhatian para pewarta. Setelah meladeni permintaan untuk berfoto dan menjawab pertanyaan yang dilontarkan serta berbincang dengan MC, gadis itu memasuki lobi gedung tempat acara digelar dan segera menyapa Agnia yang kebetulan masih belum memasuki ruangan tempat acara akan berlangsung."Eonnie," Agnia tertawa penuh rasa bersalah. Seharusnya spotlight hari ini milik Lee Jieun yang merupakan aktris utama di serial yang mereka bintangi. Tetapi karena kehad
"Surprise!" Narendra tertawa kecil sambil menjawil hidung kekasihnya, "May I be you plus one?""Ren... dra?" Agnia masih tidak percaya kalau pria yang sudah menunggu di mobil adalah kekasihnya, "Kamu ngapain di sini?""Jadi plus one kamu. Boleh?" Narendra masih menatap kekasihnya sambil tersenyum, "Shit! I really want to kiss you but it will ruins your lipstick."Sisa kebingungan Agnia menghilang dan berganti dengan tawa, "Kamu udah nggak ketemu aku lama terus itu kalimat pertama kamu?"Narendra masih tersenyum tanpa rasa bersalah sama sekali, "Seaneh itu? Bagian mana yang aneh dari seorang pria yang ingin mencium kekasihnya?""Bukan aneh," Agnia masih tertawa, "Tapi aku nggak nyangka kalau itu yang bakalan kamu ucapin setelah kita nggak ketemu selama beberapa minggu.""Beberapa minggu?" Senyuman masih tersisa walau sekarang pria itu mengernyit bingung, "Bukannya beberapa hari lalu kita baru bertemu, ya?""Beberapa hari?" Agnia berpiki selama beberapa saat, "Aaah! Aku ingat! Astagaa,
Suara ketukan disusul dengan seseorang gadis membuka pintu kamar hotel yang digunakan Agnia sejak beberapa malam lalu. Gadis berheadset dan memeluk clipboard berdiri di ambang pintu."Selamat siang Nona Agnia," senyumnya merekah sempurna, "Kita sesuai dengan jadwal. Lima menit lagi Anda sudah harus turun. Mobil yang akan mengantarkan Anda ke lokasi sudah siap."Agnia yang berdiri di tengah ruangan dan dikelilingi oleh begitu banyak orang dengan kesibukan masing-masing hanya dapat menoleh sambil tersenyum kemudian menganggukkan kepala. Dia tidak dapat melakukan lebih dari itu. Penata busana sedang memastikan seluruh lekuk tubuh artisnya menonjol dengan tepat tanpa ada kerutan atau lipatan yang merusaknya. Asisten penata busana sudah menyodorkan entah pasangan sepatu ke berapa untuk dicobanya. Hairdresser sejak tadi memastikan kalau rambut Agnia sempurna sesuai dengan keinginannya sementara make up artist yang dipercaya oleh artis muda itu sedang melakukan retouch pada beberapa bagian w
"Paman Leo," Narendra tersenyum ketika melihat pria paruh baya yang sudah berpuluh tahun bekerja di tailor yang sudah menjadi langganan keluarga besar Widjaja. "Saya tidak pernah menyangka kalau saya masih diberi kesempatan untuk mengukur dan menyiapkan suits untuk pernikahan Anda," Leo menyapa dengan ramah. "Paman pasti masih menganggapku anak kecil," Narendra terkekeh. "Kebiasaan orang tua," dengan hati-hati Leo mengarahkan Narendra yang ditemani Abimana dan Badi untuk berjalan ke bagian belakang yang lebih tertutup, "Rasanya baru kemarin Anda ke sini untuk pengukuran suits pertama. Bahan wol, warna kelabu. Three pieces dengan celana pendek." "Untuk ulang tahun pernikahan Papa dan Mama," Narendra menyambung, "Saya juga masih mengingatnya dengan baik, Paman." Selama beberapa saat Leo berdiri sambil menatap Narendra. Tatapannya penuh dengan kenangan bercampur kebanggaan. Dia sempat larut sebelum menyadari kalau ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dengan cepat dia mengeluarkan