"Selamat pagi, Pak Atmadja."
Sapaan itu mengejutkan pria paruh baya yang masih menatap geram ke arah Narendra. Dia segera berbalik dan matanya terbelalak ketika melihat Asija bersama dengan Rajasena dan Bimasakti sudah berada di belakangnya. Entah sejak kapan.
"Pa-Pagi, Pak Widjaja," hanya itu yang mampu diucapkannya walau saat ini kepalanya penuh dengan tanda tanya. Bagaimana bisa Asija dan anak-anaknya berada di sini sementara kemarin dia sudah mendapatkan informasi terkini kalau mereka akan segera dihabisi oleh Bira Widjaja.
"Kenapa Anda seperti melihat hantu?" Asija tersenyum lebar, "Tidak senang dengan kehadiran saya?"
"Tentu tidak seperti itu," Atmadja mengumpulkan sisa ketenangannya, "Saya hanya tidak menduga karena mendapatkan informasi yang salah. Saya kita teman-teman yang lain juga sama terkejutnya dengan saya."
"Sepertinya hanya Anda," Narendra yang berujar sambil menyilangkan tangan di dada. Sejak tadi dia tidak lepas memperhatikan rea
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berjalan dengan lancar dan nyaris tanpa ada gangguan. Laporan yang disampaikan oleh Rajasena dan Bimasakti sangat sempurna. Tidak ada cela dan celah sedikitpun untuk para pemegang saham mengeluhkan performa perusahaan mereka. Keuntungan yang dihasilkan juga jauh lebih banyak dari yang mereka perkiraaan. Saat ini Widjaja Group dapat dikatakan sedang dalam masa keemasannya.Begitu juga dengan rencana perusahaan satu tahun ke depan. Narendra yang memaparkan rencana yang sudah disusun sedemikian rupa. Mulai dari pengembangan dan menambahkan bidang usaha juga rencana agar keuntungan mereka terus meningkat. Tidak ada yang luput dari perhatian Narendra. Rencana yang disusun dan disiapkannya meliputi seluruh aspek."Seperti dugaan saya, semua berjalan lancar," seorang pemegang saham menyapa Asija yang sedang mengobrol santai dengan Narendra setelah pria paruh baya itu menutup RUPS."Ini berkat dukungan dan bantuan Anda," Asija menjawab b
"Kudengar habis makan enak kau di atas," Bang Ucok langsung menoleh ke arah Narendra yang sedang memasuki ruang kerjanya, "Nggak nyangka aku. Selama di kontrakan aku yang belikan kau makanan enak, sekarang lupa kau sama aku?""Tidak mungkin aku melupakan Abang," Narendra menarik kursi di depan meja kerja Bang Ucok kemudian mendudukinya, "Biasa saja makan siangnya. Abang aku traktir yang lebih enak saja, ya? Nanti malam. Sekalian aku ajak Badi. Abang tahu alamat penthouse-ku?"Dia menggeleng, "Aku tanyakan ke Badi nanti. Mau traktir apa kau?""Tidak tahu," Narendra mengendikkan bahu, "Abang ingin makan apa?""Kenapa kau tanya aku? Kau ini yang pengin traktir aku," pria itu tergelak."Aku yang traktir artinya aku yang bayar, Bang. Bukan berarti aku yang menentukan apa yang akan kita makan. Kalau Abang sudah tahu ingin makan apa, kabari aku.""Macam di kontrakan, ya? Kurang Agnia aja. Kuajak dia nanti malam?""Jangan," Narendra menjawab
Makan di penthouse Narendra dapat dikatakan serupa dengan ketika mereka masih di kontrakan petak. Mereka menikmati berbagai makanan kaki lima yang sudah lama dirundukan baik oleh Narendra maupun Bang Ucok. Sepanjang makan mereka tidak berhenti mengobrol dan tertawa. Seandainya ada Agnia maka malam ini akan sempurna."Makan yang banyak kau," Bang Ucok mengulurkan kotak martabak manis ke arah Narendra, "Kata Badi susah kali kau makan. Belum lagi tidur kau itu berantakan.""Iya, Bang," Narendra mengambil sepotong martabak manis dan langsung menggigitnya, "Jangan dengarkan Badi. Tujuan hidupnya memang menyebarkan berita buruk tentangku."Ucapan Narendra disambut tawa oleh Badi yang sedang mengambil minum di pantry, "Nggak ada, ya. Aku cuma ngomongin kenyataan. Eh, Bang, gimana Amelia? Betah dia di sana?""Tak usah kau tanya. Betah kali pun dia. Cuma masalah makanannya. Masih kurang bisa diadaptasi. Mau masak tak sempat karena tugasnya makin banyak. Kata Ameli
"Pak Sabda?" Susilo yang merupakan salah seorang petinggi di Widjaja Group cukup terkejut melihat Narendra berada di ruangannya ketika pria itu baru tiba di kantor pagi ini."Selamat pagi, Pak Susilo," Narendra memutar kursi yang didudukinya, "Kursi Anda cukup nyaman. Tapi sayangnya, Anda tidak akan pernah menduduki kursi ini lagi.""Ma-maaf ... saya tidak paham. Apa maksud Anda?" Mendadak keringat dingin muncul dan mulai membahasi punggung serta dahi pria yang sudah tidak muda lagi."Mulai hari ini Anda ..." Narendra sengaja menggantung kalimatnya, "Aku tidak tahu apa kata yang tepat. Dipecat? Ya, walau sedikit kasar tetapi itu sepertinya kata yang tepat.""Dipecat? Saya? Tapi ... kenapa? Apa saya melakukan kesalahan? Tidak, tidak mungkin saya melakukan kesalahan saya ... saya sudah puluhan tahun mengabdi di sini!""Oh ya? Benarkah Anda bekerja untuk Widjaja Group?" Narendra bangkit dari duduknya, "Bukan untuk diri Anda sendiri?"Dengan ten
APA YANG TERJADI DALAM WIDJAJA GROUP?Widjaja Group memberhentikan beberapa petinggi mereka tanpa memberikan informasi lebih lanjut. Beberapa spekulasi mengatakan kalau itu memiliki hubungan erat dengan ketidakhadiran Bira saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan beberapa hari lalu. Meski begitu banyak yang membantah spekulasi ini karena Bira sendiri sudah memberikan jawaban terkait ketidakhadirannya. Pria yang selama ini merupakan tangan kanan Asija, pemimpin Widjaja Group, mengatakan kalau dia memutuskan untuk pensiun dan menghabiskan sama tua di ibukota Polandia ... <Klik untuk selengkapnya>SABDA NARENDRA WIDJAJA, PENERUS YANG AKHIRNYA KEMBALIBeberapa minggu ini Sabdra Narendra Widjaja kerap terlihat di gedung Widjaja Group. Walau belum ada informasi resmi terkait posisi apa yang dipegang oleh Sabda Narendra Widjaja yang merupakan anak bungsu dari Asija Widjaja ini, rumor mengatakan kalau kemungkinan besar dia menduduki
"Apa ..."Agnia kehilangan kata-kata. Pagi ini dia hanya menyalakan televisi agak kontrakan petaknya tidak terlalu sepi. Setiap kali sepi, pikirannya dengan cepat akan berpusat pada Narendra. Dia tidak dapat menahan diri untuk memikirkan pria itu. Mempertanyakan kenapa tiba-tiba pria itu memutuskan untuk menghilang dari hidupnya. Begitu saja. Berusaha mengingat apa yang dilakukannya hingga pria itu tega untuk menghilang tanpa kabar dan sepatah katapun.Tetapi dia mendapatkan kejutan.Awalnya dia sama sekali tidak tertarik ketika berita terus menerus menyebut nama Sabda Narendra Widjaja. Agnia tahu keluarga Widjaja. Siapa yang tidak? Tetapi dia tidak peduli karena dia sama sekali tidak mengenal nama tersebut. Selain itu, Agnia juga jarang tertarik dengan berita atau gosip mengenai keluarga-keluarga kaya di negara ini.Ketika akhirnya sarapannya siap untuk disantap, dia berpindah ke sofa ruang tengah bersamaan dengan acara berita yang sedang tayang menggant
Suara ketukan di pintu menarik perhatian Agnia. Gadis itu segera mengambil tisu dan mengeringkan air mata yang membasahi wajahnya. Beberapa kali dia juga membersit untuk membersihkan hidung sebelum merapikan penampilannya. Setelah merasa cukup layak, gadis itu bangkit dan berjalan menuju pintu kontrakan petaknya."Kamu belum siap?" Kenny yang berdiri di depan pintu kontrakan petak Agnia."Astaga," gadis itu bergumam pelan, "Aku lupa. Bukan benar-benar lupa hanya saja tadi aku ter-distract oleh sesuatu.""Hei..kamu habis nangis? Mau cerita alasannya?" Kenny bertanya dengan hati-hati.Walau Agnia sudah menerima kehadirannya sepenuhnya. Gadis itu juga dengan senang hati berusaha membangun hubungan sebagai anak dan ayah dengan Kenny serta menutupi kealpaan Kenny selama bertahun-tahun dari hidupnya dengan berbagi cerita hidupnya, pria paruh baya itu masih belum cukup ahli bertindak sebagai seorang ayah."Aku ... baik-baik aja," Agnia menjawab kemudian m
"Ayah siap?" Agnia tersenyum ke arah Kenny yang baru saja mematikan mesin mobilnya."Tentu," ada senyuman yang terulas walau Agnia tahu ayahnya tidak seyakin itu, "Ayah udah nunggu bertahun-tahun buat ketemu sama ibu kamu lagi."Agnia tersenyum. Hatinya tiba-tiba menghangat. Walau dia tidak dapat melihat pertemuan ayah dan ibunya saat mereka berdua masih ada tetapi pertemuan ini sudah cukup untuknya. Setidaknya mereka bertemu. Ayahnya menemukan akhir dari pencariannya."Oke," gadis itu tertawa kecil. Pancaran bahagia terlihat dari matanya, "Kita turun kalau gitu. Kasihan kalau Ibu kelamaan nunggu.""Sebelum itu ada yang pengin ayah tanyain." pria itu tersenyum hangat, "Kenapa kamu dandan secantik itu? Kamu mau ketemu siapa habis ini? Kencan?"Pertanyaan Kenny tidak aneh mengingat untuk mengunjungi makan ibunya gadis itu sengaja mengenakan terusan selutut berwarna biru pastel bermotif bunga forget-me-not. Tidak hanya itu, dia juga berdandan walau ha