“Maaf … ,” kata Dokter Bayu.
Pria muda nan tampan itu kini terkejut mendengar ucapan Emran. Tidak hanya itu, semua yang ada di ruangan itu juga terkejut, apalagi Widuri.
“Mas, apa-apaan, sih. Dokter Bayu baru saja memeriksaku dan beliau mengatakan kalau aku sudah boleh pulang besok,” jelas Widuri.
Emran terdiam, melirik ke arah Widuri sambil sesekali melihat Dokter Bayu yang berdiri di depannya. Di belakang Emran, terlihat Fabian, Ivan dan Dandy baru saja datang. Mereka terlihat bingung saat melihat sedikit ketegangan di pintu masuk.
“Emran … semuanya baik-baik saja?” tanya Dandy.
Emran menarik napas panjang kemudian menganggukkan kepala. Dia merasa serba salah kali ini. Kemudian Emran mengarahkan pandangannya ke Widuri. Ia melihat Widuri sedang menatapnya dengan tajam seakan menandakan jika istri manisnya itu sedang marah.
“Saya sudah selesai memeriksa. Saya permisi dulu, Pak.” S
“Berdasar hasil test semuanya normal, Tuan,” ujar sang Dokter.Ivan terdiam, matanya mengerjap berulang. Bibirnya tanpa sadar membentuk lengkungan indah di raut manisnya. Pria paruh baya itu ikut tersenyum melihat ekspresi Ivan.“Apa itu artinya saya bisa punya anak, Dok?” tanya Ivan.Pria paruh baya itu kembali tersenyum dan mengangguk. Ivan menghela napas lega sambil menyandarkan punggungnya ke sofa.“Namun, kembali lagi ke takdir, Tuan. Semua yang menentukan adalah Tuhan.”Ivan tersenyum sambil menganggukkan kepala. Semua yang terjadi pada dirinya juga atas mukjizat Tuhan.“Iya, Dok. Saya tahu. Terima kasih atas semuanya, Dok.”Pria paruh baya itu tersenyum. “Saya hanya minta Anda memperhatikan pola makan, tidur cukup, olahraga, tidak merokok dan tidak stress. Mungkin dengan menjalankan pola hidup sehat, penyakit kanker Anda tidak akan kambuh dan tentunya cepat mendapat keturunan.”Ivan tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia terlihat sangat bahagia kali ini. Hatinya berbunga-bung
“Ivan, kamu apa-apaan?” omel Nina.Ivan menoleh, melihat Nina dengan kedua alisnya yang terangkat. Sementara Nina berjalan mendekat, menatap Ivan dengan wajah yang merona merah. Ivan hanya diam, memperhatikan ekspresi istrinya. Setelah beberapa bulan menikah, baru kali ini dia melihat istrinya tersipu malu seperti itu.“Kamu kenapa? Kenapa gak pakai baju?” imbuh Nina.Ivan menghela napas panjang. Sambil kembali mematut wajahnya di depan cermin. Memang kali ini Ivan sudah melepas pakaiannya. Ia hanya menyisakan celana kainnya saja.“Gak papa. Cuman pengen lihat sedrastis apa perubahan tubuhku.”Ivan menjawabnya dengan santai dan datar, tanpa penekanan apa pun.“Memang kenapa kalau ada perubahan?”Ivan membalikkan badan dan melihat ke arah Nina yang sedang menatapnya. Ia terdiam untuk beberapa saat, menarik napas panjang dan menggelengkan kepala.“Aku hanya belajar menerima ke
Ivan membuka mata perlahan sambil mengerjapkan berulang. Sinar mentari pagi yang menerobos kamarnya pagi ini membuat Ivan terbangun. Ivan melirik ke sebelah dan melihat Nina sedang terlelap dalam pelukannya.Ivan mengulum senyum saat melihat banyak tanda kepemilikannya menempel di leher Nina. Harusnya mereka melakukan hal ini saat honeymoon akhir pekan esok, tapi sepertinya mereka tidak mau menundanya semalam.“Engg … .” Nina bergumam sambil menggeliatkan tubuhnya.Wajahnya tampak berantakan, belum lagi rambut gelombangnya yang indah. Semalam Ivan telah melakukan tugasnya sebagai suami untuk pertama kali. Bahkan tidak hanya sekali mereka melakukan penyatuan semalam.“Sayang … jam berapa?” tanya Nina dengan suara serak khas bangun tidur.Ivan melirik ke dinding melihat jam yang menempel di sana.“Masih jam tujuh.”Seketika Nina terperanjat. Matanya terbuka lebar dengan selimut yang ters
“Emang Nina punya urusan kerjaan dengan Dokter Bayu?” tanya Emran.Ivan tidak menjawab, tapi matanya sedang fokus menatap keadaan di luar kafe. Nina masih berada di sana bersama Dokter Bayu. Mereka tampak asyik mengobrol. Dokter tampan itu sesekali tersenyum saat menjawab obrolan Nina.Emran hanya diam memperhatikan Ivan. Mata Ivan sudah meruncing dengan bibir yang terkatup rapat. Rahangnya menegang. Bahkan kini tangan Ivan mengepal siap memukul seseorang. Melihat gestur tubuh Ivan kali ini mengingatkan Emran pada dirinya saat melihat Widuri berinteraksi dengan Dandy dulu.“Jangan cemburu buta. Bisa jadi, mereka sedang ngobrol urusan kerjaan.” Emran kembali bersuara.Ivan mendengkus sambil memukulkan tangan ke meja hingga terdengar nyaring.“Urusan kerja gimana? Dia dokter dan istriku pengusaha. Emang ada hubungannya?”Emran menarik napas panjang. “Ya … siapa tahu, Nina juga pengen berbisnis d
“Akh … ngapain juga aku cemburu,” batin Ivan.Ia buru-buru membalikkan badan dan berjalan cepat masuk ke dalam kamar. Ivan langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia tidur terlentang sambil menatap langit-langit kamar. Entah mengapa dia jadi kesal. Lagi-lagi Nina berhubungan dengan pria lain.“Kira-kira ada urusan apa sih, mereka. Kenapa juga Nina gak ngomong? Apa aku tanya duluan?”Ivan menghela napas panjang sambil sesekali melirik ke arah pintu. Ia semakin kesal saat tahu tidak ada pergerakan di handle pintu. Itu artinya Nina belum masuk ke dalam kamar.“Ngomong apa aja, sih? Kok lama banget. Udah gitu, sengaja ngomongnya di luar kamar. Biar aku gak denger, gitu.”Ivan meradang, hatinya gondok dan semakin kesal. Lima menit, sepuluh menit hingga tiga puluh menit berlalu, Nina tidak juga masuk kamar. Ivan mendengkus sambil bangkit bersiap hendak menghampiri Nina. Dia sudah tidak sabar menunggu lagi
“Yeay … akhirnya sampai juga,” sorak Nina.Ia sangat senang usai pesawat landing. Hanya dua jam setengah perjalanan menuju tempat honeymoon kali ini. Fabian memang sengaja memilihkan tempat honeymoon untuk mereka berdua yang tidak terlalu jauh. Fabian tidak mau membuat Nina dan Ivan terlalu lelah di perjalanan.“Tuan Ivan Pramudya?” sapa seorang pria paruh baya.Ivan yang berdiri di sebelah Nina langsung mengangguk. “Iya, Pak.”Pria itu tersenyum sambil mengulurkan tangan. “Saya Made, Pak. Saya yang menjemput Anda dan Nyonya hari ini.”Ivan manggut-manggut sambil tersenyum bahkan Nina ikut beramah tamah sekilas. Selanjutnya ketiganya sudah melanjutkan perjalanan menuju tempat honeymoon mereka. Hanya satu kilo jarak hotel yang mereka tuju dengan bandara.Lagi-lagi Nina tersenyum kesenangan saat tiba di lokasi. Sebuah hotel yang didesain dengan gaya Santorini Yunani tepampang di matanya. N
“Iya, Pa. Kami sudah tiba beberapa jam yang lalu,” jawab Ivan.Ia baru saja terjaga dari tidur gara-gara suara ponselnya berdering terus. Usai menikmati senja, interaksi mereka berpindah ke kasur dan berakhir dengan sangat manis hingga membuat Ivan terpulas.Ivan melirik ke sebelah dan dia tidak mendapati Nina di sisinya. Namun, telinga Ivan mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Ivan berpikir kalau Nina sedang berada di dalam.“Apa kamu baik-baik saja, Van? Nina juga baik-baik saja, kan?” tanya Tuan Thomas.Ivan tersenyum datar sambil menggelengkan kepala. Sejak tahu, Ivan menderita kanker hingga sembuh seperti saat ini, Tuan Thomas semakin sering mencemaskannya. Ini tidak seperti sikap Tuan Thomas sebelumnya, tapi Ivan juga tidak bisa menolaknya.“Aku dan Nina baik-baik saja. Kami menikmati honeymoon ini. Bahkan saat ini Nina sedang membersihkan diri di kamar mandi usai yang kulakukan tadi.”Son
“Apa yang kamu minum? Kamu sakit?” tanya Ivan.Nina terdiam, bergeming di tempatnya. Ivan berjalan mendekat dan melihat Nina penuh selidik. Nina tidak menjawab hanya tersenyum sambil membalas tatapan Ivan.“Kamu sedang sakit?” Kembali Ivan mengulang kalimatnya.Nina menggeleng. “Enggak. Aku … aku minum vitamin tadi.”Ivan hanya diam, mengerjapkan mata sambil menatap Nina. Nina berdecak.“Aku sudah biasa minum vitamin dan mungkin kamu baru kali ini melihatnya, Van.”Belum ada kalimat yang keluar dari bibir Ivan hanya jakunnya yang bergerak-gerak.“Apa salah aku minum vitamin? Aku hanya tidak ingin kelelahan. Lagipula beberapa hari ini, kita sering beraktivitas di ranjang. Aku … aku tidak mau mengecewakanmu.”Ivan menghela napas panjang sambil merengkuh tubuh Nina dan memeluknya.“Kata siapa kamu mengecewakanku? Kamu cukup hot bahkan aku yang t
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me