“Asal kamu tahu, aku yang akan selalu menerima Widuri apa pun keadaannya nanti. Kalau kamu memang pada akhirnya memilih Mawar. Biarkan aku yang mencintai Widuri kembali,” ujar Dandy.
Dandy mengatakannya dengan tajam sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Emran. Sementara Emran hanya terdiam membalas tatapan Dandy dengan mata elangnya nan tajam. Dua pria berparas rupawan itu hanya terdiam dan saling beradu mata untuk beberapa saat. Hingga akhirnya sebuah panggilan terdengar dari ponsel Emran.
Emran meraih ponsel di kantong jasnya. Ia melihat sekilas ada nama Mawar di sana. Dengan beberapa kali helaan napas panjang, akhirnya Emran menjawab panggilannya.
“Ada apa, Sayang?”
[“Kamu di mana? Apa belum selesai bertemu dengan Dandy?”] tanya Mawar dengan khawatir. Sebenarnya ini hanya alasan Mawar menelepon. Mawar malah takut kalau Emran sedang menghabiskan waktu dengan Widuri bukan Dandy. Mawar yakin ada yang disembunyikan Emra
“Malam ini ... aku boleh tidur di sini?” tanya Emran. Widuri hanya diam membisu dan tidak menjawab sepatah kata pun. Kenapa juga Emran malah mengajukan pertanyaan seperti itu? Bukankah mereka suami istri dan tidak ada larangan untuk tidur bersama. Hanya saja sikap Emran di awal pernikahan yang membuat mereka berjarak. Apa mungkin Emran sudah bisa mencintai Widuri sepenuhnya hingga menginginkan interaksi yang lebih intim di antara mereka? “Eng ... apa Mawar ---” Belum sempat Widuri meneruskan kalimatnya, telunjuk Emran sudah berhenti di depan bibir mungilnya. Widuri membisu saat jemari Emran menyentuh bibirnya, serentak ribuan rasa aneh menyusur pelan ke dalam sanubarinya. Ada rasa hangat yang menyeruak perlahan di aliran darahnya. Tanpa diminta tangan Emran yang lain merengkuh pinggang Widuri menarik wanita berhijab itu masuk dalam rangkulannya. Mereka berdiri tak berjarak dan saling beradu mata tanpa bersuara. Widuri membisu saat jemari Emran
Pukul lima pagi, Emran sudah bangun. Dengan mengendap-endap, ia keluar kamar dan langsung menuju kamar Widuri. Usai penyatuan dengan Mawar semalam, ia langsung ketiduran dan batal tidur di kamar Widuri.Emran menghentikan langkah saat tiba di kamar Widuri. Ia ingin mengetuk pintu, tapi urung ia lakukan. Tangan Emran sudah terulur memegang handle pintu dan perlahan membukanya. Emran terdiam di depan pintu saat melihat Widuri sedang duduk bersimpuh di sebelah ranjang. Tangan Widuri menengadah ke atas dengan tubuhnya yang terbalut mukena. Sepertinya ia baru saja usai salat.Emran membisu dan bergeming di tempatnya. Inilah salah satu hal yang dia sukai dari Widuri. Istri pertamanya itu tidak pernah sekalipun meninggalkan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan. Berbanding terbalik dengan dirinya. Mungkin juga, ini alasan kedua orang tuanya memilih Widuri sebagai istrinya.“Ada apa?” Tiba-tiba Widuri menoleh ke arahnya dan bertanya.Emran tersenyum dan
“PACARAN?” tanya Widuri. Wanita manis berhijab itu kini membelalakkan matanya menatap dengan pandangan aneh ke arah Emran. Lagi-lagi suaminya bersikap aneh. Widuri terdiam dan masih melihat ke arah Emran. Emran tahu reaksi istrinya, dia menoleh kemudian tersenyum. “Semalam aku ketiduran dan batal menghabiskan waktu denganmu. Jadi aku ingin menebusnya sekarang.” Widuri hanya membisu dan kini mengalihkan pandangannya. Mengapa juga dia jadi berdebar seperti ini? Ulah Emran belakangan ini memang selalu membuat jantungnya tidak aman, apalagi ucapannya barusan. “Eng ... memang kamu gak terlambat nantinya? Katamu kan harus keluar kota.” Emran tersenyum lagi, tapi kali ini tidak menoleh ke arah Widuri. “Enggak. Aku sudah hubungi klienku. Aku bilang mulai besok kerjanya, karena kemungkinan hari ini aku datang sore sampai sana. Mereka sepertinya tidak mempermasalahkannya.” Mereka terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga Widuri kembali bersuara. “Apa ... Mawar ---“ Belum sem
“EMRAN!! WIDURI!! KOK KALIAN DI SINI?” seru wanita paruh baya itu yang tak lain Tante Karin.Emran dan Widuri terkejut saat melihat Tante Karin di tempat yang sama. Namun, Emran dengan cepat bisa mengatasi keadaan. Ia langsung tersenyum menjawab sapaan mertuanya.“MAMA!! Kok Mama di sini?” Emran malah balik bertanya dan bersikap sangat wajar.Berbanding terbalik dengan Widuri. Ia sangat ketakutan kali ini, bahkan spontan hendak menarik tangannya dari genggaman tangan Emran. Entah mengapa, Widuri merasa seperti sedang berselingkuh dengan Emran dan ketahuan mertua Emran. Emran tahu kegelisahan Widuri, ia malah mempererat genggaman tangannya kali ini.Tante Karin hanya diam sambil mengulum senyum melihat ke arah Emran serta Widuri bergantian.“Mama habis belanja ikan dan hasil laut. Di sini selalu segar dan juga murah. Kamu sendiri, apa baru bertemu klien?” Tante Karin kembali bersuara.Emran tersenyum dan me
Sabtu pagi, Widuri sudah bersiap. Ia terus tersenyum sambil sibuk menyiapkan kue yang dibikinnya semalam. Ini adalah pertama kalinya Widuri membuat kue dan sepertinya berhasil. Meski dia belum mencicipi rasanya saat ini.“Sudah siap?” tanya Mawar mengejutkan Widuri.Widuri menoleh dan menganggukkan kepala. Ia melihat Mawar sudah menyiapkan sebuah hadiah yang terbungkus rapi di tangannya. Widuri merasa iri saat melihatnya, pasalnya kado yang dibawa Mawar terlihat besar. Pasti isinya sesuatu yang sangat indah dan mewah, tentu saja disukai oleh Denzel. Andai saja Widuri diberi tahu sejak kemarin siang. Pasti dia sudah menyiapkan kado untuk keponakan Mawar itu.“Kita naik mobil saja, Widuri!” Mawar kembali bersuara dan sudah berjalan lebih dulu. Widuri mengangguk dan mengekor di belakangnya.Selang beberapa saat, mereka sudah tiba di rumah Tante Karin. Lagi-lagi pesta ulang tahun diadakan di taman belakang. Suami Tante Karin memang sud
“Tante yakin ... suatu saat nanti kamu bisa memaklumi alasan Mawar melakukan semua ini,” ucap Tante Karin lirih.Widuri hanya diam. Ia ingin bertanya arti ucapan Tante Karin barusan. Memangnya ada alasan apa yang membuat Widuri harus maklum. Bukannya alasan yang dia tahu satu-satunya adalah Emran dan Mawar sepasang kekasih yang sudah merancang jauh hari masa depannya. Hanya itu. Apa ada yang lain?Sayangnya, Tante Karin sudah keburu mengurai pelukan dan berlalu pergi meninggalkan Widuri seorang diri. Widuri hanya diam menyaksikan kepergian Tante Karin. Ada beberapa kerabat yang memanggilnya kali ini.Widuri kembali sendiri dan menikmati pesta ulang tahun Denzel dari tempatnya duduk. Kemudian tak berapa lama, Mawar datang. Kali ini dia membawa sepiring kudapan.“Aku pikir kamu ke mana tadi. Nih, makanlah!” Mawar menyodorkan piring kudapan itu.Widuri mengangguk sambil tersenyum. Ia melihat ada lumpia ala Vietnam, kue talam ik
“Apa kamu sengaja memberi Widuri seafood itu, Mawar?” tanya Tante Karin.Seketika Mawar terkejut dengan pertanyaan mamanya. Wanita cantik dengan rambut indah itu kini menatap Tante Karin dengan cemberut.“Mama menuduhku mencelakainya, begitu?”Tante Karin menarik napas panjang kemudian tersenyum ke arah Mawar.“Tidak, Sayang. Hanya saja yang terjadi pada Widuri bisa-bisa membahayakan keselamatannya. Bagaimana kalau alerginya akut? Ada beberapa orang yang langsung meninggal karena alergi, Mawar. Mama tidak mau kamu berbuat di luar akal sehatmu.”Mawar menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. Kemudian sudah menatap Tante Karin dengan sendu.“Aku tidak tahu, Ma. Aku lupa kalau Widuri punya alergi. Aku pikir dia harus mencoba makanan itu. Rasanya sangat enak menurutku.”Mawar mengatakannya dengan perlahan dan penuh kesungguhan. Namun, Tante Karin tidak tahu kalau putri ca
Hampir dua minggu lebih, Emran menyelesaikan pekerjaannya di luar kota. Hari ini merupakan hari terakhir dia di sana. Kali ini Emran memang mengerjakan proyek besar. Mendesain interior sebuah hotel bintang lima. Memang beberapa pekerjaan sudah dikerjakan anak buahnya jauh hari. Kedatangannya dua minggu untuk melakukan pengecekan dan finishing touch.“Terima kasih, Pak Emran. Kami puas sekali dengan hasilnya. Kemungkinan hotel akan launching akhir bulan ini. Jika Bapak tidak keberatan, kami mohon kehadirannya,” ujar manager hotel tersebut.Emran mengangguk sambil tersenyum. “Tentu, Pak. Saya akan hadir. Kalau begitu, saya permisi pulang dulu.”Emran sudah berpamitan dan langsung melajukan mobilnya meninggalkan hotel tersebut. Hari sudah larut saat dia meninggalkan hotel. Harusnya dia diminta tinggal semalam, tapi Emran sudah tidak sabar untuk pulang. Ia juga sudah kangen dengan dua istrinya.Emran mengulum senyum sambil melirik jam
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me