“Terima kasih, Fabian!!” ujar Ivan.
Ia sudah memeluk Fabian dengan erat. Fabian membalas pelukannya.
“Iya, aku doain semua berjalan lancar, Van.”
Ivan mengangguk sambil tersenyum manis. Dia sedikit lega kali ini. Rasanya dia tidak ragu lagi untuk menuruti keinginan Nina melakukan program bayi tabung.
Senin pagi, Nina dan Ivan sudah berada di rumah sakit. Kali ini mereka sudah masuk ke ruang praktek Dokter Bayu. Dokter tampan itu tampak sedang menunjukkan beberapa berkas yang wajib diisi oleh Ivan dan Nina.
“Sebelum melakukan programnya. Ada hal yang wajib Anda berdua ketahui,” ucap Dokter Bayu.
Nina dan Ivan manggut-manggut sambil menerima penjelasan Dokter Bayu.
“Nantinya ada beberapa test yang harus dilakukan untuk memastikan kondisi fisik Anda berdua. Kemudian jika semua sudah bagus, saya akan memberi Anda obat. Obat ini berpengaruh pada hormon kesuburan, nantinya … .”
D
“Iya, benar. Namun, saya harap Anda tidak salah sangka, Dok,” ujar Dokter Bayu.Luna hanya diam menatap tanpa kedip pria tampan di depannya ini. Dokter Bayu tahu jika Luna sedang memperhatikannya saat ini.“Anak saya temannya anak Widuri. Kebetulan juga mereka ikut futsal dan masuk satu tim. Itu sebabnya, ada foto Widuri di ponsel saya. Anak saya yang mengambilnya, bukan saya.”Dokter Bayu terlihat sekali menekan kata di bagian akhir kalimat. Ulahnya benar-benar kikuk dan seperti orang bingung. Luna langsung tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, Dok. Saya tahu tentang itu. Mbak Widuri pernah cerita, kok. Awalnya saya pikir Dokter masih single, ternyata sudah punya anak, toh.”Dokter Bayu tersenyum sambil sibuk merapikan beberapa catatan di atas mejanya.“Sebenarnya maksud kedatangan saya ke sini hanya mau menanyakan tentang Nina dan Ivan. Apa benar mereka akan melakukan program bayi tabung?&rd
“RAY!! Kok kamu ngomong gitu?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tidak menjawab, malah bangkit dan berlalu lebih dulu meninggalkan papanya. Dokter Bayu tergesa menyelesaikan transaksinya di kasir kemudian berlari mengejar Rayhan. Rayhan tampak terus berjalan kaki keluar dari kafe tanpa menunggu papanya.Dokter Bayu mengejar dan langsung menarik tangan Rayhan. Rayhan menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Dokter Bayu.“Rayhan kok ngomong gitu. Padahal Papa baru saja bilang kalau itu tidak mungkin. Tante Widuri itu sudah punya keluarga, Nak. Bagaimana nasib Alif, Alisha dan Alvan? Kamu gak boleh egois.”Rayhan terdiam. Menundukkan kepala kemudian tak lama buliran bening luruh dari matanya. Dokter Bayu mendengar isak tangis dari putranya. Dokter Bayu mendekat, duduk jongkok di depannya kemudian merengkuh Rayhan masuk dalam pelukannya.“Rayhan hanya kangen Mama, Pa. Rayhan pengen punya Mama. Apa salah jika Rayhan ngomong kay
“Jangan gila kamu!! Gak kapok ama yang dulu?” sergah Dandy marah.Emran malah tertawa cengengesan sambil berulang merapikan rambutnya. Dandy semakin gemas melihat ulah Emran.“Kamu punya fotonya, gak? Aku minta.”Sontak Dandy memelotot menatap Emran tajam.“Bener-bener nih orang gak ada takutnya. Ada bininya juga,” cerocos Dandy.Emran menghela napas panjang sambil tersenyum.“Kamu ini yang salah sangka. Aku minta fotonya bukan buat aku.”Dandy terdiam, menarik napas sejenak sambil menatap Emran tajam.“Terus buat siapa? Kamu kan anak tunggal. Saudara sepupumu pun udah nikah semua.”Emran tidak menjawab hanya mengerling nakal sambil tersenyum penuh curiga.“Ada, deh. Ntar juga tahu.”“Awas saja kalau sampai kamu buat mainan. Nayla itu adik sepupuku dan udah kuanggap kayak adik sendiri, Emran.”Emran manggut-manggut sa
“Rayhan kenapa, Lun?” tanya Dokter Bayu.Begitu tahu Rayhan pingsan, Dokter Bayu langsung membawanya ke rumah sakit. Beruntung ada Luna yang masih praktek.“Kayaknya radang dan gejala tipus. Namun, untuk tahu lebih jelas, kita tes darah dulu, Dok,” jawab Luna.Dokter Bayu mengangguk sambil menatap Rayhan yang terbaring di brankar.“Iya, lakukan saja yang terbaik. Saya gak mau terjadi apa-apa padanya.”Luna tersenyum, kemudian tampak sudah menuliskan surat pengantar ke lab. Selang beberapa jam kemudian, Rayhan sudah terbaring di brankar dalam ruang rawat inap. Tepat dugaan Luna, jika Rayhan terkena radang tenggorokan dan gejala tipus.“Untung saja sekolahnya libur, jadi dia tidak perlu bolos karena sakit. Terima kasih ya, Lun,” ucap Dokter Bayu.“Iya, Dok.” Luna kini melirik ke arah Rayhan. Bocah laki-laki yang tampan itu hanya diam sambil menatap Luna. Wajahnya sudah terlihat
“Kalian beneran pulang hari ini? Gak jadi seminggu di sini, Emran?” tanya Dandy.Hanya tiga hari Emran dan keluarganya berlibur ke luar kota. Hari ini saatnya mereka untuk kembali pulang. Maunya Emran ingin lebih lama menghabiskan waktu bersama keluarga, hanya saja ada pekerjaan yang tidak bisa ia tinggal.“Iya, aku ada kerjaan lain. Lagipula anak-anak sudah cukup kok liburannya,” jawab Emran.Dandy hanya manggut-manggut.“Aku nitip Nayla ya, Emran, Widuri. Aku udah telepon ke Fabian dan setibanya di sana Nayla akan segera menemui Fabian.”“Iya, beres. Nanti aku antar Nayla,” jawab Widuri.Dandy kembali tersenyum sambil menganggukkan kepala. Mereka sudah berpamitan satu sama lain kemudian lekas masuk ke check in area. Kebetulan hari ini mereka menggunakan penerbangan siang.Hanya membutuhkan waktu dua jam hingga akhirnya Emran bersama keluarga tiba di rumah.“Sayang …
“Lif, gak sekarang juga, dong, Sayang,” jawab Widuri.Luna yang mendengarkan hanya mengulum senyum saat melihat Widuri kebingungan.“Kita kan sedang bersama Tante Nayla terus juga lagi bawa adek-adek. Kalau jenguk orang sakit itu gak boleh bawa anak kecil apalagi bayi seperti Alvan.” Widuri mencoba menjelaskan.“Ya udah, Tante Nayla, Alisha dan Alvan nunggu di sini saja. Kita jenguk berdua saja ya, Bunda.”Widuri terdiam, menelan saliva sambil sibuk merapikan hijabnya.“Alif, kita jenguknya tunggu Ayah, ya? Nanti sore saja bareng sama Ayah.”Alif langsung menggeleng sambil memajukan bibirnya beberapa senti ke depan.“Gak mau!! Aku maunya sekarang. Pasti nanti Ayah pulang malam dan ujung-ujungnya gak jadi jenguk. Ayo, dong, Bunda!! Cuman bentar doang, kok.”Widuri terdiam menatap putra sulungnya yang sedang merajuk di depannya. Luna ikut terdiam memperhatikan sambil men
“IBU!!” seru Dokter Bayu spontan.Bu Narmi hanya tersenyum sambil melirik Pak Joko. Pria paruh baya itu tersenyum dan menganggukkan kepala seakan mengiyakan ucapan istrinya. Kemudian Pak Joko ikut menghampiri Dokter Bayu dan duduk di sisi yang lain sehingga posisi Dokter Bayu kini diapit dua orang tuanya.“Iya, Bapak setuju, Bay. Widuri terlihat sayang banget ke Rayhan. Gak masalah meski dia sudah punya anak. Toh, anaknya juga sudah akrab dengan Rayhan juga.”Dokter Bayu makin tercengang dan menatap tanpa kedip ke arah Pak Joko.“Iya, biasanya memang jodohnya gitu. Duda ketemu janda. Jandanya masih cantik lagi.” Bu Narmi malah menimpali.Dokter Bayu menarik napas panjang sambil menggelengkan kepala.“Ayah, Ibu … aku dan Widuri gak ada hubungan apa-apa. Dia itu hanya pasienku sekaligus teman sesama wali murid itu saja.”Bu Narmi tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Iya, iya, ibu tahu. Kamu memang selalu begitu, kalau pdkt lama. Dulu
“Ibu!! Ibu salah paham,” seru Dokter Bayu.Namun, sepertinya Bu Narmi tidak peduli dengan ucapan Dokter Bayu. Wanita paruh baya itu malah menghampiri Widuri dan duduk di sampingnya. Widuri serba salah. Ia ingin langsung bangkit dan menghampiri Emran, tapi Emran malah membalikkan badan dan berlalu pergi begitu saja.Widuri bisa melihat jelas wajah muram suaminya dan tatapan penuh marah. Widuri memutuskan untuk pergi saja, tapi wanita paruh baya itu malah menarik tangan Widuri.“Jadi, di mana rumahmu, Widuri? Biar setelah ini, kami bisa langsung melamarmu.”Mata Widuri membola saat mendengar ucapan Bu Narmi. Ia menoleh ke Dokter Bayu. Pria tampan itu tampak terus berdecak sambil menggelengkan kepala, seakan memberitahu jika ini bukan keinginannya.“Eng … anu, Bu. Saya … saya ---”“Iya, Ibu tahu kamu gak mau terburu-buru. Namun, mau nunggu apa lagi. Kalian sudah coc
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me