“Ibu!! Ibu salah paham,” seru Dokter Bayu.
Namun, sepertinya Bu Narmi tidak peduli dengan ucapan Dokter Bayu. Wanita paruh baya itu malah menghampiri Widuri dan duduk di sampingnya. Widuri serba salah. Ia ingin langsung bangkit dan menghampiri Emran, tapi Emran malah membalikkan badan dan berlalu pergi begitu saja.Widuri bisa melihat jelas wajah muram suaminya dan tatapan penuh marah. Widuri memutuskan untuk pergi saja, tapi wanita paruh baya itu malah menarik tangan Widuri.“Jadi, di mana rumahmu, Widuri? Biar setelah ini, kami bisa langsung melamarmu.”Mata Widuri membola saat mendengar ucapan Bu Narmi. Ia menoleh ke Dokter Bayu. Pria tampan itu tampak terus berdecak sambil menggelengkan kepala, seakan memberitahu jika ini bukan keinginannya.“Eng … anu, Bu. Saya … saya ---”“Iya, Ibu tahu kamu gak mau terburu-buru. Namun, mau nunggu apa lagi. Kalian sudah coc“Mas, kamu jangan gila!! Ini rumah sakit,” sergah Widuri.Ia berkata sambil menekan suaranya. Tentu saja Widuri tidak mau terjadi sesuatu dengan Emran dan Dokter Bayu. Tidak hanya bonyok yang didapat, tapi juga rasa malu.“Makanya dengerin dulu penjelasanku,” imbuh Widuri.“Aku sudah melihat dan mendengarnya. Dokter itu menggodamu kemudian orang tuanya juga menginginkan kamu jadi menantunya, kan? Memangnya kamu tidak bilang kalau masih punya suami? Kamu anggap aku mati, gitu?”Widuri melotot ke arah Emran. Untung saja Emran mengatakan itu semua dengan berbisik. Tentu suaminya masih punya rasa malu sehingga mengatakan dengan setengah berdesis. Widuri juga tidak tahu jika Emran melihat serta mendengar apa yang terjadi tadi.“Aku sudah menjelaskan semuanya. Ini semua hanya salah paham dan aku harap usai mendengar penjelasanku tidak akan ada seperti ini lagi.”Emran berdecak sambil menggelengkan ke
“Pak Fabian, ini Pak, ada pasien datang padahal kita belum buka,” ujar gadis resepsionis.Sosok yang berseru tadi ternyata Fabian. Kini dia melihat ke arah Nayla yang sedang berdiri di belakang kursi roda. Ada Dokter Bayu juga yang berdiri di sana. Nayla membalas tatapan Fabian kemudian sudah bersuara.“Maaf, Pak. Ibu ini hendak melahirkan, saya kasihan melihatnya. Jadi ---”Fabian langsung mengangkat tangan ke udara menghentikan kalimat Nayla.“Iya, lanjutkan!! Kita tolong Ibu ini. Nayla, Dokter Bayu, silakan bawa ibu ini ke ruang bersalin!” putus Fabian.Nayla langsung tersenyum. Ia tergesa mendorong kursi roda ke arah ruang bersalin. Dokter Bayu mengikuti. Fabian hanya tersenyum kemudian meminta beberapa suster bersiap di sana membantu mereka.Nayla sudah memindahkan ibu hamil tersebut ke atas brankar. Ia tampak kesakitan dan terus memegang perutnya.“Sebentar ya, Bu. Saya periksa dulu,&rdq
“Tentu, saya masih ingat,” jawab Dokter Bayu.“Baguslah kalau begitu. Saya akan kirim lokasi kita bertemu dan saya harap Anda tidak datang terlambat.”Emran langsung mengakhiri panggilannya. Sementara Dokter Bayu hanya diam sambil berulang menghela napas.“Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan kejadian tempo hari di rumah sakit,” gumam Dokter Bayu.Pria tampan itu tampak melamun sambil membaca pesan yang baru masuk ke ponselnya. Sebuah alamat kafe yang letaknya tak begitu jauh dari posisinya sekarang. Tanpa banyak berpikir, Dokter Bayu langsung melajukan mobilnya menuju kafe tersebut.Hanya lima belas menit hingga akhirnya Dokter Bayu tiba di lokasi. Dokter Bayu gegas turun dari mobil dan masuk ke dalam kafe. Ia melihat Emran sudah duduk menunggu di kursi dekat jendela. Suami Widuri itu tampak menunduk sambil sibuk mengaduk kopinya.“Maaf, Tuan. Apa Anda menunggu lama?” sapa Dokter Bayu.
“WOW!! Anda gercep sekali, Dok,” seru Emran.Dokter Bayu mengulum senyum sambil menggelengkan kepala.“Katanya Anda tidak mau cemburu lagi, jadi kenapa saya harus menunggu lama? Lain kali kalau mau nyomblangin yang lengkap sekalian. Kasih tahu nomor telepon, hobby dan juga tanggal lahirnya. Itu lebih afdol, Emran.”Emran sontak cemberut, memajukan bibirnya beberapa senti sambil melirik Dokter Bayu dengan sebal.“Hmm … saya pikir Anda kalem, ternyata sama saja. Kayaknya bakal cocok masuk genk saya.”Dokter Bayu tersenyum lagi sambil menganggukkan kepala. Kemudian tak lama Emran mengeluarkan ponsel dan mengirimkan sebuah nomor telepon ke ponsel Dokter Bayu.“Itu nomor teleponnya, namanya Nayla dan satu lagi jangan permainkan dia!! Kalau Anda tidak suka, mending langsung pergi. Karena ada empat orang pria yang akan menghajar Anda kalau sampai itu terjadi.”Dokter Bayu mengulum senyum
“Selamat Fabian!! Semoga makin sukses,” seru Ivan.Fabian hanya tersenyum sambil membalas uluran tangan Ivan. Hari ini adalah pembukaan sekaligus peresmian klinik milik Fabian. Semua teman Fabian ikut menghadiri acara peresmian tersebut, termasuk Emran, Ivan dan Dandy.“Iya, terima kasih, Van. Terima kasih juga semuanya,” jawab Fabian.Emran manggut-manggut sambil menepuk bahu Fabian. “Jangan lupa, beri pelayanan terbaik untuk para pasien,” pesannya.Fabian mengangguk sambil tersenyum. “Iya, tentu saja.”“Syukurlah aku ikut senang, Fabian. Apalagi adik sepupuku tidak jadi pengangguran dengan adanya klinikmu ini.”Kini Dandy yang menyahut dan Fabian tertawa lebar. Kemudian semuanya sudah sibuk menikmati acara ramah tamah selanjutnya. Klinik sudah beroperasional mulai hari ini sehingga banyak terlihat kesibukan di sana.“Selamat siang, maaf, saya datang terlambat,”
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me