“Apa kamu tahu kalau mereka mantan pasangan kekasih, Mas? Itu artinya mereka setiap hari berinteraksi. Kamu tidak takut Widuri selingkuh?” ujar Mawar.
Emran tidak menjawab, tapi jelas terlihat sekali kemarahan di wajahnya. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung bangkit dari sofa, meraih kunci mobil di meja dan berjalan keluar. Mawar gegas berlari mengejar.
“Mas ... kamu mau ke mana?”
Tidak ada jawaban dari Emran. Pria tampan itu sudah masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya dengan suara menderu. Mawar hanya terdiam menatap kepergiannya, kemudian perlahan sebuah senyuman aneh terukir di wajah cantiknya.
Sementara itu, Widuri baru saja menyerahkan laporannya. Ia lega akhirnya laporannya selesai tepat waktu sebelum orang kantor pusat pulang. Widuri melihat jam di tangannya, sudah pukul sembilan malam. Rasanya kali ini dia memang harus meminta Emran menjemputnya. Widuri sudah bersiap melakukan panggilan ke Emran.
Namun, matanya
“Maaf, aku jadi mengganggu waktu istirahatmu,” ujar Widuri.Ia sudah masuk ke dalam mobil Emran, mengenakan seat belt sambil menoleh ke arah Emran. Emran tidak menjawab hanya mengangguk saja. Tak lama ia sudah melajukan mobilnya meninggalkan kantor Widuri.Mereka sama-sama terdiam kali ini. Widuri asyik dengan lamunan, sementara Emran berusaha menenangkan hatinya. Ia berusaha menunggu Widuri akan menjelaskan tentang apa yang baru saja dilihat Emran malam ini. Namun, hampir sepuluh menit berlalu, Widuri tidak kunjung berbicara. Dia terlihat menikmati pemandangan di luar mobil sambil sedikit melamun.“Apa yang dia lamunkan? Apa dia masih membayangkan Dandy dan apa yang dilakukannya beberapa saat tadi dengan mantan kekasihnya itu?” batin Emran dengan kesal.Emran masih tidak mau menurunkan egonya dan terus menciptakan suasana dingin. Selain itu banyak bayangan di benaknya yang dialami Widuri dengan Dandy tadi. Suasana dingin ini seper
PLAK!!!Tamparan Widuri benar-benar membuat Emran terkejut. Sepertinya kesempatan itu dijadikan Widuri untuk menghindar. Dia gegas beringsut menjauh dari Emran sambil menutup kepalanya dengan hijab ala kadarnya dan menyilangkan tangan di depan dada menutupi blusnya yang terbuka.“Kamu jahat, Emran. Teganya kamu menuduhku seperti itu. Asal kamu tahu, aku belum pernah melakukan apa pun dengan Dandy ataupun dengan yang lain. Aku masih menjaga kehormatanku.”Widuri bertutur dengan lirih diiringi suara isakan. Emran hanya membisu, ia sudah mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk di tepi kasur. Sementara Widuri memilih duduk di sudut kasur menjauh dari Emran.“Lantas apa yang kamu lakukan di apartemen tadi? Kamu bahkan hampir satu jam di sana. Bukankah itu cukup bagi kalian melakukan banyak hal termasuk begituan.” Emran kembali bersuara dengan tuduhannya.Helaan napas panjang keluar masuk dari bibir Widuri. Wanita berhijab itu kini
“Aku tidak mau membuat jok mobilku basah. Kalau kamu kasihan, turun saja sekarang!” ujar Emran dengan dingin.Mawar langsung terdiam dan mengatupkan rapat bibirnya, tidak berani bersuara kembali. Ia sungguh tidak tahu apa yang terjadi antara Widuri dan Emran. Mengapa juga Emran berubah sedrastis ini? Padahal tempo hari dia begitu perhatian dan akan berbuat adil pada mereka berdua. Namun, mengapa kini terlihat kebencian di ucapan Emran tadi?Akhirnya Widuri tiba di rumah lebih dulu. Memang sengaja Emran tidak mau mendahului dan melambatkan mobilnya di belakang Widuri. Widuri sudah memarkir motornya dan sibuk memeras bajunya supaya tidak membuat lantai rumahnya basah.Selang beberapa saat Emran sudah memarkir mobilnya dengan rapi bersebelahan dengan motor Widuri. Emran langsung keluar dari mobil. Tanpa berkata apa pun, apalagi menoleh ke arah Widuri, Emran masuk ke dalam rumah. Widuri hanya diam dan tidak mempedulikannya. Dia sudah terbiasa tidak diper
“Widuri sakit apa, Dok?” tanya Emran.Ternyata Emran langsung membawa Widuri ke tempat praktek Dokter Heru, dokter langganannya.“Hanya demam dan flu saja. Saya sudah memberi resep untuk demam dan flunya. Terus satu lagi, suruh jaga pola makannya. Dia punya indikasi memiliki penyakit lambung sama seperti kamu. Jangan sampai makannya terlambat, Emran!”Emran hanya manggut-manggut mendengarkan. Sementara Widuri hanya duduk diam di sebelah Emran. Untung saja, saat tidur semalam Widuri mengenakan hijabnya. Dia merasa kedinginan, itu sebabnya untuk mengurangi rasa dingin Widuri sengaja mengenakan hijab selama tidur. Tidak disangka paginya Emran malah menerobos masuk kamarnya seperti tadi.“Tunggu di sini sebentar!! Aku mau menebus obatnya.”Mereka sudah keluar dari ruang periksa dan kali ini sedang menunggu di depan apotek dalam klinik tersebut. Widuri hanya mengangguk sambil menyandarkan kepalanya ke kursi. Kepalanya
“Apa kamu baik-baik saja, Widuri?” tanya Mawar sore itu.Begitu sampai di rumah, Mawar langsung masuk ke kamar Widuri dan menanyakan tentang sakitnya. Widuri yang sedang berbaring di kasur sedikit terkejut. Dia bergegas mengenakan hijabnya. Widuri takut ada Emran yang berjalan menyusul di belakangnya.“Iya, aku sudah mendingan, kok. Apa Emran yang memberi tahu kalau aku sakit?”Mawar mengangguk sambil tersenyum. Widuri tidak menyangka kalau madunya begitu perhatian padanya. Dari awal bertemu, Mawar memang terlihat baik. Hanya saja saat Emran mulai menunjukkan perasaannya kepada Widuri, dia sedikit berubah. Mungkin sekarang Mawar sudah bisa menerima dan bersikap baik lagi padanya.“Pasti kamu sakit gara-gara kehujanan kemarin. Kamu, sih. Sudah tahu hujan diterjang saja.”Widuri hanya meringis mendengar ucapan Mawar yang penuh perhatian. Widuri memang anak tunggal dan saat mendapat perhatian dari Mawar, ia sedikit
“Mas ... kamu boleh kok tidur di tempat Widuri malam ini,” ujar Mawar.Emran yang tadinya sudah memejamkan mata seketika kembali menatap Mawar dengan tajam. Mawar membalas tatapannya.“Katamu mau berbuat adil, kan? Widuri juga istrimu apalagi dia sedang sakit saat ini. Kamu gak khawatir kalau dia kenapa-napa.” Mawar menambahkan.Emran belum menjawab hanya jakunnya yang naik turun dengan teratur sembari melihat ke arah Mawar dengan tajam. Entah apa yang dipikirkan Mawar saat ini? Mengapa tiba-tiba Mawar meminta dia tidur dengan Widuri?“Gak, Sayang. Mungkin lain kali saja. Aku tidak ingin mengganggunya. Sudah, tidurlah. Aku ngantuk!”Emran kembali memejamkan mata dan Mawar hanya diam melihatnya. Padahal Mawar sudah bersiap jika nantinya Emran akan benar-benar pergi ke tempat Widuri. Tak terasa sebuah senyuman aneh tersungging di bibir Mawar. Lagi-lagi dia merasa menang dari Widuri. Meski suaminya sudah memperlakuk
“Asal kamu tahu, aku yang akan selalu menerima Widuri apa pun keadaannya nanti. Kalau kamu memang pada akhirnya memilih Mawar. Biarkan aku yang mencintai Widuri kembali,” ujar Dandy.Dandy mengatakannya dengan tajam sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Emran. Sementara Emran hanya terdiam membalas tatapan Dandy dengan mata elangnya nan tajam. Dua pria berparas rupawan itu hanya terdiam dan saling beradu mata untuk beberapa saat. Hingga akhirnya sebuah panggilan terdengar dari ponsel Emran.Emran meraih ponsel di kantong jasnya. Ia melihat sekilas ada nama Mawar di sana. Dengan beberapa kali helaan napas panjang, akhirnya Emran menjawab panggilannya.“Ada apa, Sayang?”[“Kamu di mana? Apa belum selesai bertemu dengan Dandy?”] tanya Mawar dengan khawatir. Sebenarnya ini hanya alasan Mawar menelepon. Mawar malah takut kalau Emran sedang menghabiskan waktu dengan Widuri bukan Dandy. Mawar yakin ada yang disembunyikan Emra
“Malam ini ... aku boleh tidur di sini?” tanya Emran. Widuri hanya diam membisu dan tidak menjawab sepatah kata pun. Kenapa juga Emran malah mengajukan pertanyaan seperti itu? Bukankah mereka suami istri dan tidak ada larangan untuk tidur bersama. Hanya saja sikap Emran di awal pernikahan yang membuat mereka berjarak. Apa mungkin Emran sudah bisa mencintai Widuri sepenuhnya hingga menginginkan interaksi yang lebih intim di antara mereka? “Eng ... apa Mawar ---” Belum sempat Widuri meneruskan kalimatnya, telunjuk Emran sudah berhenti di depan bibir mungilnya. Widuri membisu saat jemari Emran menyentuh bibirnya, serentak ribuan rasa aneh menyusur pelan ke dalam sanubarinya. Ada rasa hangat yang menyeruak perlahan di aliran darahnya. Tanpa diminta tangan Emran yang lain merengkuh pinggang Widuri menarik wanita berhijab itu masuk dalam rangkulannya. Mereka berdiri tak berjarak dan saling beradu mata tanpa bersuara. Widuri membisu saat jemari Emran
“IBU!! Kok di sini?” tanya Dokter Bayu. Untung saja mereka menjeda interaksi mesra, kalau tidak pasti Nayla akan sangat malu. Nayla urung membuka jilbab dan kembali duduk dengan tenang. Sementara Dokter Bayu bangkit menghampiri Bu Narmi. “Perut ibu sakit, jadi bolak balik ke kamar mandi. Ibu pikir Rayhan sudah tidur, ternyata kamu dan Nayla malah di sini.” Dokter Bayu menghela napas panjang sambil mengacak rambutnya. “Ya … gimana gak ke sini. Rayhan tidur di kamarku, tuh.” Dokter Bayu mengatakannya dengan kesal dan wajah cemberut. Bu Narmi hanya mengulum senyum sambil melirik putra serta menantunya. “Ya udah, biar Ibu bangunin Rayhan.” Bu Narmi bersiap pergi, tapi Dokter Bayu mencegahnya. “Gak usah, Bu. Aku tidur di sini saja. Ibu dan Bapak temani Rayhan di kamar sebelah.” Bu Narmi menghela napas panjang sambil mengangguk. “Ya udah kalau gitu. Nanti biar Ibu kasih tahu bapakmu nanti takutnya main nyelonong masuk saja.” Dokter Bayu hanya tersenyum sementara Nayla sudah menunduk
“Saya … saya tidak mau bohong, Dok,” lirih Nayla.Tentu saja mendengar jawaban Nayla membuat Dokter Bayu kebingungan. Kedua alisnya terangkat dengan mata penuh tanya. Perlahan Dokter Bayu menggelengkan kepala.“Aku gak tahu maksud kalimatmu. Kamu gak mau bohong soal apa?”Nayla membisu, tidak mau menjawab malah menundukkan kepala semakin dalam. Dokter Bayu makin bingung melihat sikap Nayla. Kemudian perlahan dan sangat lirih terdengar kalimat dari bibir Nayla.“Saya … juga suka Dokter.”Seketika Dokter Bayu terkesima mendengar jawaban Nayla. Matanya tampak berkaca-kaca dengan sebuah senyum yang terukir indah di wajahnya. Ia terdiam menatap gadis manis berhijab di depannya ini. Ingin rasanya ia mendekat dan menarik Nayla dalam pelukannya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.“TANTE!!!” tiba-tiba Rayhan datang dan berhambur memeluk Nayla.Nayla tersenyum dan balas memeluknya. D
“Kejutan? Kejutan apaan?” gumam Dokter Bayu.Ia baru saja usai membaca pesan yang dikirimkan Rayhan padanya. Dokter Bayu tidak mau banyak berpikir. Ia menyimpan ponselnya dan kembali sibuk memeriksa pasien. Hari ini kebetulan pasiennya sangat banyak sehingga membuat Rayhan menunggu sedikit lama.Pukul sembilan malam saat Dokter Bayu keluar dari ruang praktek. Ia melihat Rayhan sedang duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponselnya.“Kamu tidak membuat ulah, kan?” tanya Dokter Bayu.Rayhan mendongak, menghentikan bermain. Matanya membola menatap Dokter Bayu yang berdiri di depannya.“Aku dari tadi duduk diam di sini, Pa. Memangnya mau bikin ulah apa?”Dokter Bayu mengendikkan bahu sambil menggelengkan kepala.“Gak tahu. Kan biasanya kamu yang suka bertingkah aneh.”Rayhan tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Aku kan udah gede, Pa. Lagian
“Aku serius, Nay,” ucap Dokter Bayu.Nayla hanya diam membisu dengan mata tak berkedip menatap dokter tampan di depannya ini. Sudah kedua kali ini, Dokter Bayu mengutarakan perasaannya secara terang-terangan ke Nayla. Tentu saja semua yang pria ganteng itu lakukan membuat Nayla kebingungan.Perlahan Nayla memalingkan wajah dan menunduk. Lagi-lagi dia dihadapkan pada situasi yang sulit. Bahunya naik turun mengikuti ritme aliran udara di dadanya. Entah apa yang ada di benaknya, yang pasti semua ucapan yang baru saja keluar dari bibir pria di depannya ini benar-benar membuat Nayla kelimpungan sendiri.“Nay … kamu gak mau menjawab pertanyaanku?” Kembali Dokter Bayu bersuara.Nayla menghela napas pelan kemudian mendongak membuat mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Saya … saya harus menjawab apa, Dok?” lirih Nayla bersuara.Dokter Bayu tersenyum, matanya sayu menatap gadis manis di depannya ini.“Inginku kamu jawab ‘iya’, tapi tentu saja aku tidak bisa memaksamu. Semua tergantun
“Tunangan? Jadi kamu sudah bisa move on, Nay?” seru Fery.Nayla langsung tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Ia bahkan kini menoleh ke Dokter Bayu yang berdiri di sebelahnya. Menatap pria tampan itu dengan lembut kemudian membalas senyumannya.“Iya. Bukannya masa lalu memang harus dilupakan. Benar kan, Sayang?” Nayla langsung bersuara dengan menambahkan panggilan ‘Sayang’ untuk Dokter Bayu.Dokter Bayu hanya mengulum senyum mendengar Nayla memanggilnya ‘Sayang’. Ia langsung mengangguk, menjawab pernyataan Nayla. Sementara Fery hanya diam. Wajahnya merah padam dengan rahang yang menegang.“Mbak, ini pesanannya sudah selesai.” Suara abang penjual roti bakar menginterupsi interaksi mereka.Nayla langsung menerimanya sementara Dokter Bayu menyelesaikan transaksinya.“Aku duluan, ya!!” pamit Nayla ke Fery.Ia berjalan beiringan dengan Dokter Bayu dan langsung masuk
“Maaf, Dok … ,” lirih Nayla.Dokter Bayu tersenyum, matanya tampak berbinar menatap wajah manis di depannya. Sementara Nayla terlihat gelisah dan tidak tenang. Sesekali Nayla menggigit bibir bawahnya menunjukkan jika dirinya sedang gugup.“Aku tahu, pasti kamu berpikir ini terlalu cepat. Namun, bagiku tidak, Nay.”Nayla belum menjawab dan kini memutuskan menunduk saja. Ia tidak kuasa menatap mata pria di depannya ini yang bersinar penuh cinta. Selain itu kini dia sibuk menata gemuruh di dadanya yang tiada menentu. Kalau saja dia tidak menggantikan tugas Sari pasti Nayla tidak akan bersama Dokter Bayu saat ini.“Aku akan menunggu jawabannya, tidak perlu cepat. Kamu punya banyak waktu, kok.”Nayla masih membisu dengan wajah yang terus menunduk dan tangan yang sibuk meremas ujung hijabnya. Mimpi apa dia semalam hingga tiba-tiba ditembak Dokter Bayu seperti ini.Dokter Bayu menghela napas panjang sambil
“Ray, kamu apa-apaan, sih?” sergah Dokter Bayu.Rayhan tampak marah dan menatap papanya dengan mata meradang. Dokter Bayu mengabaikan tatapannya. Pria tampan itu langsung menarik tangan Rayhan dan mengajaknya berlalu pergi.“Pa … aku gak mau pulang. Aku mau Mama Nayla. Aku mau Mama, Pa!!” ronta Rayhan.Ia bahkan tidak mau menggerakkan kakinya sedikit pun. Dokter Bayu berdecak sambil menatap Rayhan dengan tajam.“Ray, gak semua permintaanmu bisa dipenuhi Papa. Ingat itu!!”Rayhan mendengkus sambil menatap papanya dengan kesal.“Aku gak masalah saat Papa gak jadi ama Tante Widuri. Namun, Papa duluan yang menyimpan foto Tante Nayla di rumah. Itu artinya Papa memang suka Tante Nayla, kan?”Dokter Bayu menghela napas, menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rayhan.“Kamu masih kecil dan gak tahu apa yang dirasakan orang dewasa. Jadi, Papa harap jangan bahas ini lagi!!&
“HEH!!!” seru Nayla tertahan.Rayhan hanya mengulum senyum melihat reaksi Nayla yang kebingungan. Gadis berhijab dengan wajah manis itu hanya diam sambil mengerjapkan mata menatap Rayhan dengan heran.“Kayaknya kamu salah, deh. Saya … saya bukan pacar Dokter Bayu.” Akhirnya Nayla bersuara usai terdiam beberapa saat.Rayhan sontak menggeleng dengan cepat.“Enggak. Saya gak salah. Papa punya foto Tante dan nama Tante Nayla, kan?”Nayla dengan refleks menganggukkan kepala. Untung saja suasana ruang tunggu sudah sepi pengunjung sehingga interaksi mereka berdua tidak menarik perhatian orang.“Kapan Tante mau jadi Mama saya? Nanti saya akan bilang ke Papa, ya?”Kedua alis Nayla sontak terangkat dengan mata yang melihat bingung.“Rayhan … pasti salah. Pasti itu bukan Nayla saya, kan? Saya dan Dokter Bayu hanya ---”“Iya, saya tahu. Orang dewasa sela
“Sudah siap untuk melakukan prosedur selanjutnya?” tanya Dokter Bayu.Setelah enam minggu berselang, Nina dan Ivan datang kembali ke tempat Dokter Bayu. Sesuai jadwal, kali ini akan dilakukan pengambilan sel telur dan sel sperma. Nina dan Ivan hanya menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala.“Iya, sudah, Dok,” ucap keduanya dengan mantap.“Oke, mari ikut saya!!”Dokter Bayu berdiri bersama seorang suster yang membimbing Nina ke ruang periksa. Sementara Ivan sudah berada di ruangan berbeda. Tidak membutuhkan waktu lama untuk proses tersebut. Bahkan setelahnya Ivan dan Nina bisa kembali melakukan aktivitas seperti biasa.“Apa hanya itu saja, Dok?” tanya Ivan.“Iya. Nanti jika sudah siap, saya akan kembali menghubungi Anda dan melakukan proses selanjutnya. Semoga saja untuk percobaan pertama ini langsung berhasil.”Ivan dan Nina manggut-manggut mendengarnya. Kemudian me