4
Hal pertama yang Fina lakukan saat terbangun dari tidurnya adalah melihat notifikasi di layar ponselnya. Berharap ada pesan masuk dari orang yang sedari beberapa hari lalu ia tunggu kabarnya. Karena tak menemukan apa yang dia inginkan di aplikasi chat, Fina beralih ke aplikasi i*******m. Kebiasaan itu ia lakukan sembari menunggu nyawanya dan niatnya terkumpul.
Ia menscroll beranda beberapa kali. Kemudian melihat feed yang berisi kenangan foto-fotonya. Matanya tertuju pada sebuah foto yang ia post setahun lalu. Foto Rama dengan caption ucapan selamat ulang tahun. Kemudian ia mereply postingan itu ke story dengan memberikan sebuah captioan.
“Where are u???” tulis Fina sebagai caption di i***a storynya.
Tak ingin terlalu kalut dengan perasaan hatinya. Fina segera bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu kemudia menunaikan sholat subuh. Dalam sujudnya, semua keluh kesah ia curahkan kepada sang pemilik hati. Karena Allah lah yang membolak balikkan hati manusia.
Rutinitasnya selalu sama setiap harinya. Berangkat kerja jam 7 dan pulang jam 5 sore. Hari ini di jam kerja, ia ada beberapa proyek yang harus segera ia selesaikan. Meskipun hatinya sedang kacau, tapi ia tak ingin pekerjaannya juga kacau. Ia harus bisa bersikap profesional dalam bekerja.
Di jam kerja, kembali Fina berselancar di akun intagramnya. Kali ini ia benar-benar terkejut melihat sebuah postingan lewat di berandanya. Sebuah postingan yang berisi foto dirinya dengan caption yang cukup panjang. Dengan telaten ia membaca setiap katanya.
“Kini yang aku miliki hanyalah kamu, Safina. Aku sudah mengikhlaskan semuanya, termasuk meninggalkan keluargaku hanya untuk kamu. Mungkinkah nanti kamu juga akan meninggalkan aku juga? membiarkan aku sendirian? Semoga Rabb ku memberikan kekuatan untukku dan untukmu,”
Jujur saja, Fina merasa tak paham dengan semua itu. Ia tak paham dengan kalimat meninggalkan keluargaku hanya untukmu. Apakah orangtuanya tak merestui hubungan diantara dirinya. Seketika kepalanya menjadi pusing. Lelaki itu belum menghubunginya, tetapi mengapa bisa ia menyempatkan untuk menuliskan caption yang seperti itu.
Terlihat dipojok kanan atas terdapat sebuah pesan masuk yang belum sempat ia baca. Kemudian Fina membuka dm yang ternyata dari akun Rama. Dalam pesannya ia menjelaskan bahwa saat ia pulang ke Jawa Tengah, ia mengalami kecopetan sehingga ponsel dan barang yang lainnya hilang. Itu sebabnya ia baru bisa menghubunginya sekarang.
Setidaknya kini hatinya sedikit tenang sudah memperoleh kabar dari kekasihnya. Meskipun masih ada yang menganggu pikirannya. Tapi ia berusaha untuk tetap bersikap tenang dan dewasa. Ia berharap Rama juga segera menemuinya. Tak lama dari itu, panggilan masuk dari nomor tak di kenal. Jika dilihat dari profilnya, itu adalah foto dirinya dengan Rama. Tanpa perlu pikir panjang, Fina menerima panggilan tersebut.
“Assalamualaikum,” ucap Fina yang kemudian mendapat jawaban dari orang diseberang sana. Mendengar suaranya, Fina merasa tenang. Suara itu kembali lagi, setelah hampir dua pekan tak ia dengar.
“Maaf, kita bisa ketemu nanti sepulang kamu kerja? Aku akan jelaskan semuanya, aku juga akan jemput kamu!,” ucap Rama yang terdengar seperti perintah untuk menemuinya. Tanpa banyak cerita, aku menerima ajakannya.
Saat itu Fina juga tak bisa ngobrol banyak hal dengan Rama. Masih jam kantor, sekaligus masih banyak yang belum ia selesaikan. Fina mengembuskan nafasnya lega setelah berkomunikasi dengan Rama. Seperti itukah rasanya rindu. Ingin bertemu namun terhalang oleh sesuatu.
***
Fina melangkahkan kakinya lebih cepat untuk menuju ke tempat parkir. Tak sabar rasanya untuk segera menemui sang kekasihnya. Fina mengedarkan pandangan mencari mobil milik Rama. Saat matanya menemukan mobil hitam yang ia kenal, ia langsung berlari kesana. Tampak dari dekat, di balik kaca mobil, senyum laki-laki itu kembali terlihat. Fina segera masuk ke dalam mobil melalui pintu samping. Kemudian duduk di sampirng kursi pengemudi.
Bukannya tertawa, duduk disebelah Rama membuat Fina menangis yang justru membuat Rama menjadi bingung. Di dekapnya kepala Fina ke dalam pelukannya. Sambil mengucap maaf, Rama mengelus puncak kepala wanitanya. Ia juga sama merasakan rindu yang teramat dalam pada Fina. Ia juga merasa bersalah karena tak bisa menghubungi Fina selama dia menyelesaikan urusannya di kampung halaman.
“Kamu jahat tau, katanya kamu mau melamar aku, malah kamu ghosting aku. Jahat kamu, jahat,” rancau Fina dari dalam dekapan Rama. Ia berusaha memukul Rama namun ia tidak cukup kuat untuk melakukannya. Fina sangat merasa kesal pada Rama, tapi ia juga merindukan laki-laki itu.
“Maafin aku ya, sayang. Aku sekarang kembali untuk kamu, aku akan melamar kamu sekarang,” ucap Rama. Fina tak memberikan respon, ia masih nyaman berada dalam dekapan pria itu. Ia masih sangat merindukan Rama, dan tak ingin lagi ditinggal olehnya.
Rama menjelaskan apa yang terjadi selama dia pulang ke rumahnya. Mengenai sedikit konflik yang terjadi antara dirinya dengan keluarganya. Hingga ia memutuskan untuk tetap memperjuangkan cintanya bersama Fina. Kedatangannya saat ini tak sendiri. Rama datang bersama sang Ayah dan Omnya. Tujuannya satu yaitu untuk segera melamar dan menghalalkan Fina untuk menjadi pasangan hidupnya.
“Kamu serius mas?” tanya Fina tak percaya. Sekalipun Rama berulang kali menjanjikan kepastian hubungannya. Tapi jika ia belum datang ke rumah dan melamar kepada orangtuanya. Fina masih belum bisa mempercayai semuanya.
“Aku serius saya, kalau perlu malam ini kita pulang ke rumah kamu,” jawab Rama. Tak ada keraguan dari bola matanya. Fina melihat ketulusan hati Rama untuk meminangnya.
“Besok saja, nanti aku beritahu orangtua ku dulu, kalau kamu mau datang ke rumah di temani oleh keluarga,” balas Fina.
Meskipun tubuhnya lelah habis bekerja, tapi Fina tak ingin cepat pulang dan beristirahat. Ia masih ingin berdua bersama Rama. Sudah cukup dua pekan mereka tak bersama, kini tiba waktunya mereka melepas rindu bersama. Rindu memang berat, terlebih saat waktu terus membari sekat. Tapi temu di waktu yang tepat akan menjadi kenangan yang lekat.
Rama dan Fina menghabiskan waktu berdua di salah satu kafe sekaligus tempat wisata malam. Sebuah tempat yang selalu ramai dikunjungi kaula muda. Ditemani dua cangkir kopi yang sudah mulai dingin. Mereka ngobrol banyak hal mengenai masa depan. Fina berusaha tak membahas lebih dalam kemana Rama pergi dua pekan lalu. Jawaban yang telah diberikan dirasa sudah cukup membuatnya tenang.
***
Mobil milik keluarga Rama sudah terparkir di depan rumah Fina yang baru selesai direnovasi. Sebuah rumah hasil karya desain Rama. Terlihat rumah Fina juga sepertinya sudah disiapkan untuk menyambut tamu. Bahkan adiknya, tadi pagi dijemput dari asrama untuk membantu ibunya mempersiapkan semuanya. Safa, sapaan akrab Safana, adik satu-satunya Fina. Ia langsung merangkul kakaknya mengurai kerinduan karena sudah lama tak jumpa.“Boleh izin ternyata, dek?” tanya Fina dan Safa mengangguk mengiyakan.“Kakakmu pulang bawa calon tuh,” ucap Ibu sambil berjalan dari dapur menuju ruang tamu membawa beberapa gelas minuman hangat.“Maaf ya pak, ya begini keadaan rumah Fina, baru direnovasi belum selesai sepenuhnya,” ucap Ibu Hana. Ia takut jika tamunya merasa tidak nyaman berada di rumahnya.“Jangan merendah seperti itu, Ibu. Memiliki putri berprestasi jauh lebih membanggakan dibandingkan dengan harta kekayaan,” balas Anto
Sebuah mobil hitam baru saja berhenti di depan rumah Fina. Mobil itu merupakan mobil milik Rama. Di akhir pekan, Rama menyempatkan waktunya untuk bertemu dengan tunangannya. Keduanya memiliki agenda untuk berlibur sembari ingin melakukan foto pre wedding.Rama keluar dari mobilnya dengan membawa tentengan disalah satu tanganya. Fina yang sedang menyapu teras rumahnya, memberikan senyum sapaan. Rama benar-benar menepati janjinya. Ia sampai di rumah Fina tepat jam 7 lewat 5 menit. Rama sengaja datang pagi karena ia ingin ikut sarapan bersama keluarga calon istrinya.“Hmm rajinnya,” ucap Rama saat sampai di teras rumah, tak jauh posisinya dengan Fina yang sedang menyapu bagian ujung teras.“Iya dong, kan mau pencitraan depan calon suami,” balas Fina sambil tersenyum.Rama memilih duduk terlebih dahulu di kursi teras sambil menunggu Fina menyelesaikan pekerjaanya. Ia barusaja melakukan perjalanan jauh dari Surabaya. Itu ia lakukan agar
Sebuah tenda biru telah terpasang dipelataran rumah Fina. Konsep pernikahan sederhana yang Fina inginkan akan segera terealisasikan. Sebuah dekorasi pelaminan sudah disiapkan. Tak lupa, foto prewedding ingin ia tampilkan disana. Nuansa putih dan biru menjadi pilihan untuk dekorasi ruangan.Pada acara akad dan resepsi besok, tak banyak yang mereka undang. Rangkaian acara resepsi pun hanya akan digelar sehari semalam. Hal itu harus mereka lakukan, karena ada beberapa pekerjaan yang bentrok dan tak bisa mereka tinggalkan. Baik pekerjaan Fina maupun pekerjaan Rama.“Masa, kamu sama Rama nggak dapet cuti?” tanya Bude Ani saat Fina barusaja bergabung dengan ibu-ibu yang sedenga mengemas kue kering.“Kita cuma ada cuti dua hari, sedangkan Mas Rama cuma sehari,” jawab Fina sambil ia membantu aktivitas disana.“Udah calon manten jangan ikut repot, mending kamu tuh perawatan diri, meni pedi,” ucap Bu Rosa.Pergantian
Fina dibuat deg-degan dengan kedatangan Rama ke dalam kamarnya. Apalagi mengingat kata eksekusi yang tadi diucapkan oleh Rama. Apa iya, ia akan pecah telor malam ini juga. Sejujurnya ia merasa sudah sangat lelah. Tapi, ini adalah hari pertamanya menjadi seorang istri, masa ia tak ingin menuruti kemauan suami.“Udah sholat?” tanya Rama dan Fina mengangguk.Rama kemudian keluar dari kamarnya untuk ke kamar mandi mengambil wudhu. Kemudian menunaikan kewajiban sholatnya. Ia memilih sholat di kamar Fina. Sajadah dan perlengkapan lainnya sudah Fina siapkan. Rama terlebih dahulu melakukan ibadah wajibnya, baru kemudian menyempurnakan separuh ibadahya bersama Fina. Perempuan yang sudah sah menjadi sang istri.“Mau dinyalain aja apa mau di matiin?” tany Rama membuat Fina bingung harus menjawab apa. Sedari kejadian Rama membantunya membuka gaun, jantungnya terus berdegup kencang. Ia pun menjadi bingung dalam memberikan jawaban.
Warning 18+“Ahh, ma-s, a-ku nggak ku-at lagih,” ucap Fina sambil mendesah. Matanya pun masih terpejam menikmatin permainan jari di inti miliknya.Rama sudah mulai tak sabar untuk melakukan permainan intinya. Tapi ia ingin membuat Fina menikmati semuanya. Malam pertama akan membuatnya sakit. Tapi ia ingin meminimalkan itu dengan melakukan foreplay yang cukup. Ia harus lebih sabar, meskipun adiknya di bawah sudah tak sabar menikmati liang senggama milik Fina.Rama sudah membuang sembarang celana dalam milik Fina. Kini istrinya sudah telanjang bulat. Tak ada sehelaipun benang dalam tubuhnya. Rama sangat takjub melihat lekuk indah tubuh Fina. Wajah cantik yang adem, kulit putih terawat, dada sekal, dan liang senggama yang ditumbuhi bulu tipis, terlihat istirinya itu sangat menjaga mahkota yang sebentar lagi akan menjadi miliknya,Rama berdiri, kemudian berbaring di samping Fina yang wajahnya penuh dengan keringat. “Ini akan se
Terdengar lantunan suara adzan berkumandang di masjid dekat rumah Fina. Suara itu membuatnya terbangun dari tidur panjang semalam. Tangan Rama masih melingkari di perut yang tak terhalang sehelai benang pun. Usai pertempuran semalam, mereka langsung tertidur kelelahan. Fina perlahan melepas pelukan itu, dan berusaha keluar dari balik selimut. Ia merasa ada yang menganjal dibagian bawahnya.Penyatuan semalam, menyisakan rasa perih saat ia berusaha untuk berjalan. Baru turun dari atas ranjang, perih itu menjalar keseluruh tubuhnya. Terlebih dahulu, ia mengenakan pakaian yang semalam dilepas. Ia memungut satu persatu. Langkahnya masih pendek, tapi ia harus bisa kembali berjalan normal. Malu jika ia keluar dengan posisi jalan yang ketara menahan rasa sakit.Fina mencium pipi Rama, mengelus kulit bersih itu. Ia juga mengucapan rasa cinta, membisikkan kalimat terimakasi, karena telah menjadikan miliknya seutuhnya. Baru setelahnya ia keluar dari kamar untuk pe
Sedari pulang dari hotel siang tadi, Fina langsung disibukkan dengan mempersiapkan semua kebutuhan Rama untuk kembali ke Surabaya. Meninggat masa cuti Fina masih ada, ia memutuskan untuk ikut menemani suaminya. Masih dalam suasana pengantin baru, mereka berdua masih enggan untuk berpisah.Satu koper milik Rama sudah selesai Fina siapkan, ditambah dengan satu ransel berisi pakaiannya. Selain itu juga Ibu membawakan mereka beberapa makanan untuk di makan nanti di Surabaya. Semua barang sudah di masukkan ke dalam mobil. Fina dan Rama sudah siap untuk berangkat.“Rama, izin berangkat dulu ya, Bu.” Rama mencium punggung tangan Ibu mertuanya kemudian bergantian kepada Bapaknya. Begitupun dilakukan oleh Fina.“Kalian hati-hati di sana ya, kalau udah sampe langsung hubungin Ibu,” ucap Ibu Hana.Rama dan Fina masuk ke dalam mobil. Kemudian melajukannya pelan menyusuri jalanan desa hingga ke kota. Beberapa tetangga menyapa se
Fina kembali lagi ke aktifitas semula sebagai seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta. Sebulan sudah perjalanan pernikahannya. Menuju weekend, ia akan segera pulang, karena Rama juga akan pulang ke rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 4.47 sore, jam kantor sebentar lagi akan selesai. Beberapa berkas sudah ia simpan untuk dilanjutkan di hari esok. Sudah saatnya ia mengemas beberapa barangnya.Sebelumnya Rama sudah memberitahukannya bahwa besok ia akan mengajaknya untuk pulang ke rumahnya di Jawa Tengah. Memperkenalkan dirinya ke orangtua, terutama Mama. Sosok yang sangat ingin Fina temui sebagai panutan seorang ibu. Bagaimana pun, beliau adalah surga dari anak laki-lakinya itu.Fina sudah siap dengan motor maticnya untuk pulang. Namun dering ponsel di tas ransel yang ia kenakan membuatnya urung untuk menyalakan motornya. Sebuah panggilan masuk dari Rama. Ia memberitahukan bahwa akan sampai rumah larut malam karena ada beberapa yang harus ia selesa
Setelah beberapa waktu berlalu, hari ini Denias mendapat pesan masuk dari Rama yang tidak lain adalah ayah kandung dari anak-anak sambungnya. Denias tau betul konflik yang masih berkelanjutan antara istrinya dan mantan suami. Denias tidak bisa langsung menyalahkan sikap Fina, karena bagaimana pun tidak mudah berada di posisi istrinya tersebut. Begitupun dengan Rama, sikap Fina kepadanya adalah konsekuensi dari perbuatannya dimasa lalu."Sorry Den, aku Rama, ayah dari Ali dan Alfa. Kalau nggak keberatan apa bisa kita bertemu?" pesan Rama pada Denias melalui aplikasi chat.Sebenarnya Denias sudah menerima pesan tersebut dari tadi, hanya saja ia baru memiliki jawaban untuk pesan tersebut. Ia berusaha untuk tenang menyikapi pesan tersebut. Denias juga tidak buru-buru menceritakan hal tersebut kepada Fina."Iya Ram, boleh, kapan?" balas Denias langsung.Tidak butuh waktu lama, pesan tersebut langsung dibalas oleh Rama."Malam ini kalau bisa, kebetulan sekarang masih ada di Malang," balas R
Sebenarnya Fina sudah sangat lelah dengan masa lalunya itu. Setelah ia membangun rumah tangga baru, ia kira hidupnya akan lepas dari bayang-bayang masa lalu, namun nyatanya tidak. Rama masih saja mengusik hidupnya. Andai saja perpisahan dirinya dengan Rama tidak meninggalkan luka, mungkin Fina sudah berdamai dengan Rama. Ia bisa mengesampingkan egonya demi anak-anak. Tapi nyatanya tidak, perpisahannya dengan Rama hanya menyisakan luka, air mata dan trauma bagi Fina.Bagaimana tidak, sepanjang pernikahan pertamanya, ia tidak diterima di keluarga Rama. Jangankan diterima, restu saja tidak ia peroleh, bahkan di hari pernikahannya, sang ibu mertuanya tidak hadir. Saat pertama kali datang ke rumah mertuanya tersebut, ia seolah tidak dianggap, tidak diterima dengan baik. Bahkan selama menikah dengan Rama, status dirinya bukanlah istri pertama, melainkan istri kedua tanpa sepengetahuannya.Masa lalu seperti itu yang bisa Fina terima? tentu tidak. Fina sudah cukup menderita selama pernikahan
"Fin, ikut gabung makan siang sama kita yuk, kita mau makan di kafe belakang kantor," ajak Dita, teman kantor Fina."Sorry, lain kali aja deh kayaknya, aku masih ada kerjaan urgent nih, kebetulan aku juga bawa bekal, kalian duluan aja," balas Fina menolak ajakan Dita."Projeknya sama Pak Aris ya?" tanya Dita memastikan.Fina hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Ekspresi senyum Fina membuat Dita seolah paham, perempuan itu sedang butuh disemangatin. Dita sudah pernah turut mengerjakan projek dari Pak Aris yang orangnya super duper teliti, banyak mau dan perfeksionis."Semangat sayang, jangan lupa makan siang ya," ucap Dita memberikan semangat kepada Fina."Sekarang mau kemana? keluar?" lanjut tanya Dita."Iya nih, barusan Pak Aris ngabarin Reno ngajak ketemuan untuk bahas progressnya, dan Reno lagi ada meeting sama klient lain, jadi karna aku yang lagi free, jadi aku yang berangkat," jelas Fina."Udah dulu ya, liat nih, udah di telfon mulu sama Pak Aris, aku berangkat dulu,"
Fina merasa hidupnya kembali sempurna, hari-harinya selalu diselimuti perasaan bahagia. Anak-anaknya tumbuh dengan baik. Sekolah mereka juga berjalan dengan lancar. Perkerjaan Fina dan Denias juga alhamdulillah berjalan dengan baik. Semua terasa indah dan sempurna. Jika mengingat beberapa waktu lalu, rasanya kebahagiaan ini seolah tak akan menghampiri dirinya. Tapi Allah selalu memiliki rencana yang lain. Rencana yang selalu indah, di luar perkiraan yang selalu ia takutkan.Belajar dari pengalaman hidupnya selama ini, Fina selalu ingat bahwa kebahagiaan akan selamanya ada, dan kesedihan juga tidak akan selamanya menghampiri. Hidup yang telah ditentukan oleh sang pencipta selalu seimbang. Saat kebahagian datang menghampiri, pasti akan selalu ada kesedihan yang bergantian akan menghampiri. Untuk itu, Fina tidak ingin terlalu terlena dengan kebahagiaan yang kini ia rasakan. Karna mungkin saja, sebentar lagi kesedihan akan menghampirinya.Pagi ini, seperti biasa, sebelum berangkat kerja,
Menikah dengan Denias merupakan suatu hal yang sangat Fina syukuri dalam hidupnya. Hari-harinya kini selalu dihiasi dengan perasaan senang dan bahagia. Namun kini Fina tengah bingung untuk mengambil keputusan dimana ia dan suami akan tinggal. Selama hampir sebulan ini, ia dan suami masih hrus bolak balik dari rumah Fina ke rumah Denias. Anak pertama Fina masih harus menyelesaikan sekolahnya di dekat rumah Fina. Kemudian anak keduanya juga sangat dekat dengan sang nenek, setiap kali jauh dari neneknya, Alfa selalu bingung mencari sang nenek. Itu sebabnya Fina masih belum bisa tinggal menetap di rumah Denias.Begitupun sebaliknya dengan Denias. Jika ia sering tinggal di rumah Fina, ia tidak tega jika harus selalu menitipkan anak-anaknya kepada sang ibu. Terutama Adit yang masih SD, ia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh darinya. Tidak jarang, mereka harus pulang ke rumah masing-masing. Mereka seperti itu mungkin untuk beberapa bulan ke depan, mengingat Ali sebentar lagi lu
Fina segera meninggalkan Denias yang masih setia menatap langit malam. Ia masuk ke dalam kamar hotel. Tidak lupa menekan tombol yang secara otomatis menutup tirai jendela besar yang memisahkan kamar hotel dengan balkon. Denias yang dengan cepat menangkap sinyal yang diberikan oleh istrinya segera masuk ke dalam kamar hotel. Ia tidak mendapati Fina di dalam sana.Denias memilih menunggu Fina dengan duduk dipinggir ranjang sambil menikmati secangkir minuman yang ia bawa dari balkon. Tidak butuh waktu lama, ia melihat Fina berjalan menuju arahnya menggunakan ligerai seksi yang telah ia pilihkan sebelumnya."Sempurna," gumam Denias saat menatap Fina berjalan ke arahnya.Jalan Fina yang melikuk, membuat Denias ingin sekali segera menerkam dan memangsa habis-habisan istrinya itu. "You look so beautyfull, honey," ucap Denias sambil meletakkan dagunya di atas bahu Fina.Seperti biasa, aroma parfum apel milik Fina membuat Denias semakin tergoda. Ia menghirup aroma tersebut, menyusuri setiap in
Fina keluar dari ruang ganti menggunakan bikini beksi berwarna hitam dengan tali berwarna coklat muda. Potongan kain tipis itu hanya bisa menutup bagian puting dan bagian vaginanya saja. Sungguh minim, terlihat jelas lekuk tubuhnya yang masih terlihat seksi. Apalagi bikini yang ia kenakan merupakan pilihan sang suami yang sangat menyukai dirinya menggunakan warna hitam. Mengingat sedari tadi pakaian yang Denias berlikan selalu berwarna hitam. Dari kejauhan Denias melihat Fina berjalan ke arahnya membuatnya penuh gairah. Ia segera melepas pakaiannya. Meninggalkan bokser mini yang menutup kemaluannya. Ia segera memeluk Fina saat perempuan itu berdiri tepat dihadapanya. Terlihat lebih seksi dari pada sebelum-sebelumnya. Karena ini bukan kali pertama melihat tubuh seksi Fina. Tapi kali ini istrinya sunggu sangat berbeda. Apalagi dengan rambut yang dikuncir asal membuat istrinya terlihat seksi dengan leher jenjang. Membuat ia ingin sekali mengendus disana. "Kamu terlihat
Bahagia, satu kata itu yang kini menggambarkan perasaan Fina. Setelah musibah yang menimpanya beberapa waktu lalu. Ia mengira bahwa tidak akan pernah kembali merasakan kebahagiaan bersama pasangan. Tapi Tuhan masih sangat baik kepadanya. Tuhan mengirimkan sosok lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Laki-laki yang berhasil menjadi penawar disetiap luka yang pernah ia rasakan. Denias, ia yang kini membuat hari-harinya penuh semangat dan diselimuti rasa bahagia.Mungkin karena memang usia pernikahannya dengan Denias masih dalam hitungan hari. Sehingga rasa bahagia, berbunga-bunga yang kini ia rasakan. Bagaimanapun sebelumnya ia sudah pernah merasakan asam garamnya pernikahan sebelumnya. Disetiap pernikahan pasti akan selalu ada suka maupun dukanya. Wajar jika sekarang suka yang mereka rasakan. Karena keduanya kini sudah dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Fina dan Denias memang berdoa dan berharap rumah tangganya selalu tentram dan damai, tapi balik lagi, roda kehidupan terus b
Setelah acara pernikahan yang mereka gelar secara sederhana di kediaman Fina. Hari ini sebelum seluruh anggota keluarga kembali pulang ke rumah masing-masing. Mbak Tari mengajak semuanya untuk liburan bersama. Beberapa ada yang memberikan usulan untuk pergi ke pantai, beberapa ada yang minta pergi ke wahana air saja yang lebih dekat. Keputusan terakhir yang mereka pilih untuk ke wahana air saja yang lebih dekat sehingga tidak buang waktu di jalan.Sejak hari kedua pernikahan, Fina memang tinggal di rumah Denias, mengingat keluarga besar masih berkumpul disana, Fina tidak ingin kehilangan momen berkenalan dengan keluarga barunya tersebut. Ia kini harus mulai membiasakan anak-anaknya untuk tinggal ikut bersamanya, terutama Alfa. Anak keduanya itu masih belum terbiasa jauh dengan sang nenek. Karena setiap hari waktunya lebih banyak dihabiskan bersama sang nenek dibandingkan dirinya."Nenek, Mama" rengek Alfa."Iya, besok kita ke rumah nenek ya, sayang," ucap Fina k