Bab 94Trend belanja masyarakat sekarang yang lebih memilih belanja online ketimbang belanja langsung dengan mengunjungi tokonya membuat menyusutnya jumlah pengunjung yang masuk ke butik miliknya. Penjualan produk Hanina Collection sekarang lebih banyak di online. Omset penjualan memang meningkat seiring dengan banyaknya orderan masuk, tetapi Dira semakin sibuk meski sudah dibantu oleh Rima yang bertugas mempacking semua barang yang diorder oleh pembeli."Aku keluar dulu ya, Dira. Sepertinya Aqila sudah lapar," ujar Hanina sembari mendorong Aqila menuju pintu utama butik ini yang terbuat dari kaca tebal itu."Makan yang banyak ya, Cantik!" teriak Dira sembari melambaikan tangan.Perempuan itu hanya tersenyum tipis. Dia lantas membuka pintu sembari mendorong stroller Aqila. Hanina menyusuri pusat perbelanjaan itu menuju ke sebuah restoran. Aqila terlihat antusias manakala di sepanjang perjalanan mereka nampak toko-toko yang berderet dengan pengunjung yang berlalu lalang.Sejak Akmal
Bab 95Setelah Hanina benar-benar keluar dari restoran itu, perempuan itu segera bangkit dan berjalan menuju kasir. Dia melakukan pembayaran, walaupun makanan dan minumannya belum habis. Dia bergegas melangkah, tak ingin bayangan Hanina yang tengah mendorong stroller itu luput dari pandangannya. Perempuan itu berjalan perlahan menyelip di antara orang-orang yang lalu lalang di mall itu ,sampai akhirnya dia melihat Hanina berhenti di depan pintu butik, lalu masuk ke dalam.Risty terpaku. Dia mendongak ke atas dan mengeja nama Hanina Collection yang ditulis dengan huruf besar dan diletakkan tepat di atas pintu utama butik."Rupanya Mas Rio nggak bohong. Hanina memang punya butik setelah perusahaannya bangkrut," gumam perempuan itu seraya menggelengkan kepala. Tadi pagi saat mereka akan checkout dari hotel, Rio memang menceritakan semuanya. Pria itu pun juga memprovokasinya agar tidak lagi mengharapkan Akmal."Cinta memang mengalahkan segalanya dan apa yang barusan aku saksikan menguatk
Bab 96Perempuan itu langsung bergidik saat membayangkan bagaimana nasibnya nanti malam. Dia sudah terlanjur menyetujui tawaran itu dan sekarang sudah tidak bisa mundur lagi.Dia sudah menyetujui, asalkan sesuai dengan bayarannya.Malam ini Risty memilih untuk berangkat dengan menggunakan taksi online, alih-alih bersedia dijemput oleh anak buah mami Merry. Tapi meskipun dia terlihat bebas, bukan berarti dia lepas dari pengawasan. Dia melihat dari balik kaca spion, beberapa motor tampak mengiringi di belakang, meski dari jarak yang cukup aman. Mata Risty dengan jeli tentu bisa membedakan mana pengendara biasa dan pengendara yang menguntit mobil yang ia tumpangi saat ini."Ini belum termasuk jika aku harus berhadapan dengan anak buah Tuan Lion jika seandainya tidak bisa memuaskannya nanti." Perempuan itu menggigit bibirnya, lalu mendesah.Merasakan ketegangan yang diam-diam hinggap, akhirnya Risty memutuskan untuk bermain ponsel. Perjalanan ke hotel Blizz masih memakan waktu sekitar 15
Bab 97Tatapan mata itu berkilat-kilat seperti seorang pemangsa yang sedang memangsa buruannya, dan memang benar, Risty adalah binatang buruan itu. Risty mencoba menikmati permainan ini. Dia memekik saat inti kelelakian pria paruh baya itu masuk ke dalam liang senggamanya."Pelan-pelan, Tuan. Sakit," rintih Risty. Dia sudah mencoba untuk menikmati, tetapi rasanya memang benar-benar sakit, padahal ukurannya tidak lebih besar dari punya Rio. Akan tetapi entah kenapa rasanya beda. Rio melakukannya dengan penuh kelembutan, sedangkan pria ini melakukannya dengan begitu kasar. Inti wanitanya terasa seperti terkoyak."Jangan mengingat sakitnya, Cantik. Ingat saja uang lima miliar. Kalau kamu bisa memuaskanku malam ini, kamu akan kaya raya," ucap pria itu bernada mengejek. Dia terus memaju mundurkan inti kelelakiannya, menggempur Risty tanpa ampun. Meskipun Risty berteriak, tetapi pria itu tidak peduli. Bahkan ia malah terlihat sangat menikmati penderitaan partner ranjangnya saat ini.Rasa pe
Bab 98"Memangnya kenapa, Dok?" tanya Rio hati-hati."Kami menemukan jejak-jejak percintaan di tubuhnya Mbak Risty. Dan maaf, organ intinya terluka. Apa kalian terlalu lama bercinta atau mungkin Mas Rio berlaku sedikit kasar?""Maaf Dok." Seketika Rio menepuk jidatnya. Dia baru sadar jika Risty memang baru saja selesai melakukan tugasnya sebagai seorang wanita panggilan. Mungkin dokter ini mengira jika mereka baru saja bercinta. Ini jika mengingat Rio pula yang membawa Risty ke rumah sakit ini dengan cara menggendong ala bridal. Pantas saja di awal para petugas bertanya apakah dia adalah suami si pasien."Maaf Dok, mungkin karena saya terlalu bersemangat.""Saya paham. Masa pengantin baru memang lagi hangat-hangatnya. Tapi tolong, lain kali jangan diulangi lagi ya, Mas. Kasihan mbaknya. Dia pasti merasa sangat sakit dan perih, apalagi jika mungkin itu adalah pengalaman pertamanya." Pria itu mengangguk-angguk sembari tersenyum kecil.Pengalaman pertama?! Ah yang bener aja.Bukankah Ris
Bab 99Dadanya seketika berdesir. Gestur tubuh gadis itu sudah menyatakan apa yang ada di dalam pikirannya. Sebagai seorang perempuan yang sudah dewasa dan mengenal apa artinya cinta, Hanina tentu tahu apa yang ada di dalam pikiran Dira saat ini.Hanina menatap lagi tas itu. Tas yang berukuran cukup kecil, namun terlihat manis dan elegan. Harganya memang tidak murah. Tentu saja Hanina tahu, karena ia sendiri adalah orang yang berkecimpung di dunia fashion"Kakak juga nggak tahu kenapa Rio belakangan ini nggak pernah main kemari. Mungkin dia sibuk," jawab Hanina sekenanya."Biasanya sih sesibuk apapun, Mas Rio selalu menyempatkan diri datang ke butik ini.""Apa kamu benar-benar menginginkan Rio datang kemari?" tanya Hanina. Ini pertanyaan serius. Hanina ingin tahu bagaimana sikap Dira selanjutnya dalam menanggapi umpannya kali ini."Jangan, Kak. Aku takut dia lagi sibuk. Jadinya kan kasihan." Gadis itu kembali menunduk."Memangnya kenapa? Katamu tadi dia selalu meluangkan waktu untuk d
Bab 100"Risty sakit apa?" tanya Hanina setelah ia berhasil menenangkan debar-debar di dadanya."Nggak sakit, cuma kelelahan sehabis bercinta," sahut Rio."Kalian bobo bareng lagi?" Hanina bertanya sembari memegangi dadanya. Dia tidak menyangka, begitu gampangnya Rio tidur dengan seorang wanita. Katanya cinta sama Hanina, tapi dengan gampangnya dia memberikan tubuhnya kepada wanita lain. Ah, tapi jika dipikir-pikir, apa bedanya sih sama Akmal? Akmal dulu pernah sangat mencintai Risty, dan nyatanya pria itu menikahi Hanina tanpa rasa cinta, walaupun kini orientasi perasaan pria itu sudah berubah menjadi mencintai dan menjadikan Hanina sebagai istri satu-satunya.Apa benar hubungan intim bagi seorang pria itu bisa dilakukan tanpa cinta, pokoknya asal mau sama mau, hubungan seperti itu pun bisa terjadi?"Menurutmu?" Pria itu justru tertawa kecil. "Kamu pikir untuk memenangkan hati Risty itu urusan mudah? Setidaknya kami memerlukan penjajakan terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menik
Bab 101"Ris, jangan begitu." Rio tak tahu lagi harus berkata apa, karena ternyata Risty lebih cerdas daripada apa yang ia pikirkan."Aku tidak tahu apa alasan yang sebenarnya kenapa kamu mau menikahi aku, tapi yang jelas kurasa bukan sekedar karena ingin kita bisa saling menghibur, iya kan? Selamanya kamu akan mencintai Hanina dan aku tidak akan pernah punya tempat. Tapi tidak apa-apa. Kamu sudah menyelamatkan nyawaku dan kurasa aku harus membalas budi baikmu ini. Aku bersedia untuk kamu nikahi. Namun untuk beberapa hal tertentu, kamu tidak bisa melarangku.""Kamu masih ingin melakoni pekerjaanmu sebagai wanita panggilan?" Pria itu menatap wanitanya dalam-dalam. Ada sebersih terasa cemas yang hinggap, karena meskipun rencana pernikahan ini seperti pernikahan kontrak, tetap saja dia tidak akan pernah rela membagi tubuh Risty dengan pria yang lain.Namun Risty menggeleng. "Tidak, Mas. Aku sudah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan itu. Bukan karena ingin kamu nikahi, tetapi kurasa
Bab 145"Nggak usah didengerin ucapan Mama. Kalau memang kamu nggak siap melakukan hubungan suami istri, aku bisa menunggu kok. Santai aja," ujar Reza menenangkan Dira yang terlihat amat gelisah saat mereka dalam perjalanan pulang dari bandara untuk mengantar rombongan ibunya."Bukan soal itu. Aku hanya kepikiran soal kita kedepannya. Aku nggak menyangka kita bisa melangkah sejauh ini," keluh gadis itu."Tidak apa-apa. Memang sudah jalannya begitu, yang penting kamu bisa menjalaninya dengan baik.""Aku nggak yakin." Tatapan Dira nampak kosong, meski di sepanjang perjalanan, nampak gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuh, mengalahkan rumah-rumah petak di sekitarnya."Aku akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meyakinkan kamu. Yang penting kamu nggak menentang jalan yang sudah kita ambil. Ini hanya soal waktu, jadi kita kembalikan saja kepada waktu.""Kamu begitu yakin, Reza?""Tidak ada hal yang membuatku tidak yakin, karena kurasa yang ada dalam dirimu itu bukan cinta,
Bab 144Luka itu kembali terbuka. Dia tidak menyangka Rio dan Risty muncul, padahal gadis itu merasa tidak pernah mengundang kedua orang itu. Lalu siapa yang mengundangnya? Apakah Hanina?!"Kamu harus hadapi semuanya, Dira. Jangan menghindar terus, karena terapi yang paling baik buat kesembuhan hati kamu adalah bertemu dengan orang yang membuat hatimu sakit, walaupun mungkin di awal perih. Tapi percayalah, lukamu akan segera sembuh." Hanina berbisik, lalu dia segera undur dua langkah dan memberikan kesempatan kepada para undangan yang lain untuk bersalaman dengan Dira dan Reza.Lagi-lagi gadis itu mengangguk dan anggukan itu pula yang ia tunjukkan saat harus bersalaman dengan Rio dan Risty. Pria di samping Dira itu hanya tersenyum kecut manakala akhirnya bisa bertemu langsung dengan pria yang sangat dicintai oleh Dira.Tanpa sadar dia membandingkan antara ia dengan Rio. Dilihat dari postur tubuh, dia tidak kalah dengan Rio, sama-sama gagah dan tampan, meski tentu struktur wajah mereka
Bab 143Aroma bunga yang semerbak tercium dengan jelas dari bunga-bunga yang disebarkan ke seluruh penjuru ruangan ini. Ruangan tamu di rumahnya yang tidak terlalu luas kini disulap menjadi ruangan tempat akad nikah. Pagi ini Reza akan melafalkan akad nikah atas nama dirinya. Dira menghela nafas. Akhirnya dia menyerah. Dia bersedia menikah dengan Reza, meski tak ada sedikitpun rasa cintanya pada pria itu. Sebelumnya dia selalu berkhayal jika ia akan menikah satu kali seumur hidup dengan orang yang ia cintai, tapi kenapa semuanya menjadi begini? Seolah takdir memaksanya untuk menerima pria itu. Dia hanya menganggap Reza sebagai teman, malaikat penolongnya. Seandainya tidak ada Reza waktu itu, maka barangkali dia sudah rusak oleh kecerobohan yang dibuatnya sendiri.Klub malam bukanlah tempat yang baik untuk gadis perawan seperti dirinya."Sebentar lagi mempelai pria akan datang, Nak. Jangan cemberut terus," tegur ibunya yang saat itu sudah masuk ke dalam ruangan dan kini duduk di sis
Bab 142Hanina celingak-celinguk, sembari mengerjapkan matanya berulang kali. Bayangan yang sempat dilihatnya barusan kini telah lenyap, padahal dia merasa belum lima menit ia memalingkan wajah ke arah lain, tapi sosok yang ia kenali sebagai Reza dan Dira itu sudah lenyap dari pandangannya."Kenapa, Sayang?" Akmal yang tengah menggendong Aqila itu pun memasang tampang keheranan menyaksikan tingkah istrinya. Dia memang lebih fokus pada putrinya dan mengabaikan sekelilingnya."Aku seperti melihat Dira di sini, tapi ke mana ya? Barusan dia ada di situ," tunjuk Hanina pada sebuah bangku dan meja yang memang barusan digunakan oleh Dira dan Reza untuk duduk bersantai sembari menikmati udara dan pemandangan laut."Nggak ada tuh." Akmal menatap arah yang ditunjuk oleh istrinya. Hanya ada sepasang kursi dan meja yang di atasnya dua batok kelapa dan bungkus cemilan."Tapi aku seperti melihat mereka. Aku masih mengenali Dira dan...." Perempuan itu menyanggah."Kok bilang mereka? Memangnya kamu l
Bab 141Reza tertegun sejenak. Namun sedetik kemudian dia sudah bisa menguasai diri. "Tenanglah, aku nggak sakit kok. Kamu nggak perlu segitunya." Pria itu menarik tubuh Dira hingga akhirnya gadis itu kembali bangkit dan terduduk di ranjang.Keduanya kini duduk berhadapan dan lagi-lagi Reza menangkup kedua pipi gadis itu."Aku akan tanggung jawab. Sejak awal aku yang membawamu kemari, meskipun itu atas keinginanmu sendiri. Jika memang kedua orang tua kita mengira kita tinggal bersama atau melakukan hal yang tidak benar, aku akan berusaha meluruskannya. Kamu tenang aja." Reza meyakinkan."Bagaimana aku bisa tenang jika sudah seperti ini? Bagaimana kalau nanti kita dipaksa untuk menikah? Aku nggak mau kita terlibat dengan urusan pribadi. Lagi pula kita nggak ada hubungan apa-apa, masa iya dipaksakan gitu? Aku nggak mau tahu, kamu harus pastikan mereka bisa mengerti bahwa kita nggak ada hubungan apa-apa. Aku ke sini cuma untuk kerja," oceh Dira panjang lebar."Ya, tinggal nikah saja." P
Bab 140Dengan berat hati, Adira memberikan alamatnya di Jakarta. Kali ini ia tidak punya pilihan, meski perasaannya semakin resah, tak bisa membayangkan bagaimana tanggapan orang tuanya nanti seandainya ibunya Reza benar-benar datang ke rumahnya.Dia tidak kuasa membayangkan kemarahan bapak dan ibunya.Namun menilik dari sikap yang ditunjukkan oleh perempuan tua itu, sepertinya Kartika memang serius. Ibunda dari Reza itu kini sedang menelpon seseorang dan terlibat pembicaraan serius. Bahkan Dira mendengar namanya dan Reza disebut-sebut dalam pembicaraan mereka.Apa yang sedang direncanakan oleh perempuan tua itu?"Baiklah. Sekarang Mama pamit dulu. Dan ingat Reza, jangan macam-macam dengan anak gadis orang selama kamu belum bisa menghalalkannya," pesan Kartika yang iringi anggukan oleh Reza."Iya Ma. Jangan khawatir. Aku bukan pria rendahan yang suka mengumbar hawa nafsuku pada sembarang wanita," sahut Reza menimpali."Kecuali pada gadis ini, kan?" balas Kartika seraya mendengus. Seb
Bab 139Perempuan bernama Kartika itu menatap Adira dari atas ke bawah. "Jadi kamu yang bernama Adira?!""Iya Tante, maaf." Adira seolah kehabisan kata-kata. Dia tidak menyangka jika ternyata ibunda dari Reza ini pagi-pagi sudah sampai di apartemen ini. Apakah Sonya sudah bercerita tentang mereka? Mengapa Sonya bercerita secepat itu? Padahal mereka baru saja bertemu kemarin siang. "Sudah berapa lama kalian tinggal bersama?" Tentu saja perempuan tua itu langsung mengira hal yang tidak-tidak. Saat ini Adira hanya mengenakan celana pendek dengan atasan gaun tanpa lengan, itu pun dari bahan kain yang cenderung menerawang. Adira pun tidak menyadari penampilannya ini karena saat keluar kamar pertama kali usai bangun tidur, dia lupa jika di apartemennya ini ada seorang lelaki dewasa yang berpotensi akan terangsang saat melihat penampilannya yang seksi.Gadis itu meringis saat menyadari penampilannya. Pantas saja tatapan Reza saat ia memasak tadi begitu berbeda. "Ya Tuhan, aku terlihat beg
Bab 138"Malam ini Papa ingin mengunjungimu, Nak. Jangan marah ya," ucap Akmal dalam hati saat ia memulai penyatuan mereka. Hanina memekik tertahan ketika merasakan liang surgawinya yang terasa penuh. Seperti biasa, Akmal memang seperti itu. Dan kali ini pria itu begitu kuat, menghentak di atas tubuhnya.Dia tak munafik. Salah satu alasan yang membuat dia bertahan selama ini adalah karena permainan Akmal di tempat tidur. Sentuhannya, caranya mendamba, serta saat dia meracau nikmat, semua itu membuatnya tak bisa move on, walaupun sudah bertahun-tahun mereka berpisah. Nyatanya Akmal memang sedahsyat itu di atas pembaringan. Jadi tidak heran jika ia dengan mudah hamil Aqila sebulan setelah mereka menikah. Dan hal itu pula yang membuat Sierra begitu tergila-gila dan penasaran karena mendengar cerita Risty tentang Akmal yang begitu luar biasa jika tengah berada di tempat tidur.Satu pelajaran yang membuat semua orang harusnya tahu jika urusan tempat tidur adalah rahasia rumah tangga yang
Bab 137"Lumayan, tapi opening stand Hanina Collection tadi cukup ramai. Para jamaahnya Ustadz Zubair juga terlihat antusias mungkin mereka senang karena mendapatkan barang sekelas butik dengan harga kaki lima." Perempuan itu terkekeh-kekeh mengenang keseruan tadi sore. Dia memang sangat menikmati berinteraksi dengan para jamaahnya Ustadz Zubair yang ramah-ramah. Berasa mendapatkan teman baru saja! "Emak-emak memang begitu. Termasuk aku sendiri. Memangnya siapa sih yang nggak mau dapat barang berkualitas dengan harga murah?"Akmal langsung tepuk jidat. Dia melirik Aqila yang kini sudah berbaring di tempat tidur, berharap semoga saja pembicaraan mereka tidak membuat tidur putrinya terganggu. Aqila tidur di dalam gendongannya saat mereka akan menuju kemari, sehingga Akmal langsung merebahkan putrinya di pembaringan, sementara Hanina menaruh tasnya di atas meja nakas."Para perempuan memang selalu begitu, dan aku nggak masalah, Sayang. Lagi pula kecintaan kamu pada dunia fashion akhirn