"Bude!" seru Alhesa yang bergerak cepat menuruni anak-anak tangga.Aishwa yang tengah chating dengan seseorang segera menyembunyikan ponselnya. Takut jika Alhesa tahu dan memergoki apa yang telah dilakukan wanita itu.Alhesa yang telah basah karena menangis, menyipit. Kenapa budenya tiba-tiba tampak aneh begitu. Apa ada yang dirahasiakan. Dia ingin menanyakan langsung. Namun, mengingat kabar yang dibawanya lebih penting, hal itu urung dilakukan."Ya, ada apa, Al?" tanya Aishwa kemudian."Ini, Bude .... Kakek Hamdi meninggal dunia barusan.""Apa?!" Mata wanita berusia paruh baya itu melebar. Sambil menutup mulut, dia mengucap, "Innalillahi waa inna ilaihi rojiun. Allaahummaghfir lahu warham hu wa’aafi hi wa’fu anhu.""Bude, kita ke sana sekarang? Aku sudah bilang Fozee akan segera menyusul," lanjut Alhesa."Ya, ayok! Sebentar bude siap-siap dulu." Aishwa berpamitan ke kamar tamu, yang dialihfungsikan untuk meletakkan barang-barang pribadinya. Mengingat waktunya lebih banyak dihabiskan
Pandangan Kalila mengabut. Meski menyeka air mata berkali, tapi matanya masih terus saja basah. Air mata yang menganak sungai dan tak ada habisnya.Kelebatan bayangan tentang papanya bermunculan di benak. Bagaimana mereka dulu pernah sangat akrab dan saling tertawa bersama. Barangkali di mata semua orang, Bondan adalah pria jahat tak berperikemanusiaan. Namun, di mata Kalila dia adalah cinta pertamanya. Yang melindungi dan memberikan kehidupan padanya. Kalila bisa merasakan kedalaman kasih sayang Bondan yang dicurahkan untuknya.'Aku memang membencimu, Pa. Tapi aku belum siap kehilanganmu.'Doa dalam hatinya melangit seiring langkah menapaki koridor lantai VVIP rumah sakit yang meski tertutup, tapi begitu terang. Sendirian tanpa Ghaza. Hanya beberapa dari anak buah Bondan mengikuti agak kejauhan di belakang. Mereka mengatakan Kalila hanya boleh masuk sendiri.Sesekali pandangan Kalila yang mengabut menangkap cahaya masuk dari dinding-dinding kaca di sekitar. Langkahnya terus bergerak
Alhesa berjalan beriringan dengan budenya mengikuti langkah Faqih dan santri yang dibawa bersamanya."Bude, kebetulan apa gimana, kok Ustaz Faqih ada di sini juga?" tanya Alhesa heran melihat kehadiran Ustaz tersebut."E. Em. Itu tadi Bude yang kasih tau, Al.""Hem?" Dahi Alhesa mengernyit. Apa se-niat itu budenya mengabarkan pada ustaz muda tersebut? Bukankah hubungan Darul Falah dan Almujahid belum seakrab itu, hingga di antara pengajarnya bisa saling berbagi info. Wajar, jika yang meninggal keluarga pesantren, tanpa info langsung mereka bisa cepat datang karena kabar menyebar cepat.Alhesa mulai curiga atas gerak-gerik budenya. Wanita paruh baya itu tampaknya merencakan sesuatu yang tak diketahuinya."Sudah. Jangan dibahas sekarang. Yang penting kita masuk, umi kamu pasti juga ada di sana." Aishwa mempercepat langkahnya. Menghindari obrolan dengan Alhesa.Urusan perjodohan dari Kiai Abdullah saja belum kelar dibicarakan, Alhesa pasti akn bingung jika budenya juga mencari tahu tent
Andai bisa memilih, aku ingin dilahirkan dari ibu dan ayah yang baik. Mereka mencintai Rabbnya, dan Allah menyayangi mereka.❤❤❤Alhesa melihat lalu lalang orang di rumah kakeknya. "Banyak sekali. Beliau pasti orang baik yang dikenal banyak orang," gumamnya.Karena tempat bekerja sang kakek yang sehari-hari berada di pasar, rumahnya jadi seramai pasar. Alhesa mendesah. Di antara banyak orang yang mengenal dan dekat dengan almarhum, dia justru merasa jauh.Maklum saja, selama ini, kehidupan mereka terpisah. Alhesa tak banyak tahu bagaimana kehidupan keluarga dari pihak uminya. Jika saja dia tahu, bahwa ibu kandungnya sangat dekat, tentu Alhesa tak akan menyiakan kesempatan akrab dengan kakek nenek dan keluarga yang lain.'Kakek, maafkan Alhesa. Semoga Allah mengampuni dan memberi Kakek tempat terbaik di alam sana.' Alhesa membatin."Al! Ayuk!" seru Aishwa yang sudah berjalan jauh dan akan masuk area samping rumah. Di mana tamu-tamu wanita hanya boleh masuk dari sana.Karena pikiran Alh
“Segeralah mengurus jenazah. Karena jika jenazah itu adalah orang shalih, berarti kalian telah mempercepat kebaikan untuknya. Dan jika jenazah tersebut selain orang shalih, berarti kalian telah meletakkan kejelekan di pundak kalian.”(HR. Bukhori)❤❤❤"Oya, aku pikir setelah sampai sini jenazah kakek sudah diantar ke kubur." Alhesa mengatakan apa yang dipikirkan sepanjang jalan. Mengingat waktu yang mereka tempuh saja sudah lama."Katanya nunggu Umi, Mbak,"sahut Fozee. Dia tak mengerti atau pun merasa punya wewenang."Umi? Belum ke sini?" tanya Alhesa lagi. Tadi Aishwa bilang bahwa bisa saja dia bertemu uminya di sini. Tapi, wanita itu tidak ada. Karena saat menghubungi Fozee dan Ali, mereka juga mengatakan Liana baik-baik saja, maka Alhesa pun berhenti mengkhawatirkan sang ibu."Belum.""Apa?!" Mata Alhesa melebar. "Tadi bukannya kamu bilang sudah bicara pada mereka?""Iya, Kak. Tapi habis tuh gak aktif." "Tapi gak boleh dilamain, Zee." Alhesa tampak tak suka dengan kondisi ini. "
"Umi ...." Alhesa menggumam. Kala sosok wanita bercadar keluar dari mobil dengan abinya.Namun, berbeda dengan Alhesa, Fozee menatap mobil lain di kejauhan yang tampak mencurigakan. Mata Fozee menyipit. Apa yang dilakukan orang-orang itu di sana? Kenapa mereka sampai menggunakan teropong untuk melihat kegiatan di rumahnya?Alhesa bergerak cepat menghambur ke arah kedua orang tuanya. Sementara Fozee yang fokusnya terbagi melangkah dengan ragu mengikuti sang kakak."Umi!" Alhesa segera mencium tangan wanita yang melahirkannya itu. Lalu memeluknya karena terlampau khawtir.Dia senang tak terjadi apapun ada umi dan abinya meski sempat bingung tatkala mendengar cerita dari Fozee tentang orang asing di rumah sakit."Umi ke mana saja?" tanya Alhesa."Umi baik-baik saja, Al," jawabnya sambil melepas perlahan pelukan anaknya. Lalu bergerak ke arah sosok tua di depan sana."Bu ...." tangis Liana pecah. Bersamaan dengan sang ibu yang memeluk tubuhnya erat."Li, kamu ke mana, Nduk?" Suara itu ter
"Apa? Rumah sakit? Umi atau Abi sakit?" tanya Ghaza heran. Mereka jarang sekali, bahkan nyaris tak pernah ke rumah sakit. Karena ada dokter yang bertugas di klinik pesantren. Kalau sampai kedua orang tuanya pergi, berarti sakitnya serius, hingga tak bisa diobati di Pesantren."Nggak, kami ke sana menemuimu," sahut Habib. "Apa?" Mata Ghaza melebar bingung maksud ayah sambungnya itu. Sesuatu berarti benar telah terjadi hingga kecemasan datang menghinggapi.Namun, berbeda dengan kepala tim yang raut wajahnya berubah seketika."Brengsek! Kita kecolongan!" dengkus kepala tim. Anak buah Bondan melakukan hal tak terduga. Dia sendiri, malah tak berpikir untuk mengawasi pesantren. Karena dipikir sejak awal Bondan tak peduli, dan lagi mereka itu adalah keluarga setelah perkawinan putera-puteri mereka.Kepala tim menggeleng, meminta pada Ghaza agar memberitahu orang tuanya untuk mengurungkan niat mereka pergi. Sementara dia sendiri segera menghubungi anak buahnya, agar mencari tahu keberadaan
"Jadi mereka tak ada di sana?" tanya Denny pada anak buahnya di ujung telepon."Ya, Bang," jawab seseorang yang bertanggung jawab mencari Ghaza dan Kalila di rumah duka, tempat di mana jenazah Hamdi tengah diurus.Mereka diutus oleh Denny, yang tak rela Bondan harus mengembus napas terakhir tanpa seseorang yang paling dicintai, Kalila. Tak peduli jika harus menyingkirkan Ghaza. Selama ini baginya, yang hidup sebatang kara, hanya Bondan yang peduli seperti keluarga. Jika sekarang pria itu tengah di ujung kematian, mana bisa dia berdiam diri? Setidaknya membawa Kalila dengan berbagai cara, adalah salah satu bentuk balas budinya. Kalau tidak, Denny akan dihantui rasa bersalah sepanjang sisa hidupnya."Kembali saja. Aku sudah menangkap buruan lebih besar." Denny menyeringai. Siapa sangka yang bersembunyi dan dicari-cari akan muncul dengan sendirinya."Baik, Bang!" jawab orang di ujung telepon.Denny tak sabar menunggu tangkapan anak buahnya kali ini. Setidaknya, mendapatkan Raudah seprti
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk