"Biarkan saja anak-anak itu." Bondan mengucap lemah tapi juga tegas. Sadar bahwa hal keterlaluan, menyakiti mereka yang sama sekali tak tahu duduk perkara orang tua mereka. Cukup dendamnya terlampiaskan pada Liana, hingga perkawinannya dulu hancur dan dia bersembunyi karena pura-pura mati. Bondan geleng-geleng. Bagaimana dia bisa kecolongan sampai puluhan tahun. Dan itu semua tak lepas dari turut campur Mr. X.Lagipula tak akan mudah terus berurusan dengan Mr. X yang notabene punya jaringan luas. Kekuasaannya tak bisa diremehkan. Dan sekarang komplotannya pasti mengawasi semua orang yang berkaitan, termasuk anak-anak Liana juga. Bisa membunuh Hamdi saja, sudah bagian dari keberhasilan luar biasa jika terjadi."Siap, Tuan!" sahut anak buahnya mantap."Hem. Pergilah!" perintah Bondan.Namun, baru beberapa langkah pria tersebut bergerak, Bondan kembali memanggilnya."Tunggu!""Ya, Tuan?" tanyanya begitu berbalik."Bagaimana dengan Kalila?" tanya pria paruh baya itu. Se-memberontak apap
"Jadi bagaimana kondisi beliau?" "Em, kami tidak tahu, tiba-tiba alatnya berubah bunyi dan .... em monitoring yang menunjukkan detak jantungnya hilang." Indra mengucap lesu. Ia tampak begitu sedih."Pak Hamdi meninggal?" sambungnya lagi."Gawat! Kita terlambat datang," sahut satu orang lain.Dua orang itu kemudian pergi tanpa berkata apapun pada Indra dan ibunya yang tampak kebingungan."Hallo, Bos." Salah seorang pria itu menghubungi Mr. X di sela langkah lebarnya meninggalkan kamar Hamdi yang sudah tak bernyawa."Ya, katakan sesuatu," sahut orang di ujung telepon."Pria itu meninggal. Sepertinya anak buah Bondan berhasil menyelinap ke dalam." Suara itu terdengar sayup di telinga Indra yang berdiri di depan kamar ICU."Apa yang terjadi?" tanya ibunya menatap pada punggung dua pria yang menjauh dari mereka, lalu pada Indra menuntut jawaban.Pria itu menggeleng pelan tanpa menatap pada sang ibu. "Entah, Bu."Mata elang Indra menyipit sambil terus menajamkan pendengaran, kalau-kalau s
"Woi!" Denny kembali berteriak. Tak sabar karena anak buah Bondan tak kunjung memenuhi panggilan."Bos kalian muntah darah!!" Suaranya semakin tinggi karena panik."Uhuk, uhuk." Bondan terus terbatuk. Rasa gatal dalam kerongkongan dalam, memaksanya menekan udara dari perut.Sebelum ini Bondan sering merasakan tubuh letih. Namun, memaksa untuk tetap bergerak begitu mendapat pekerjaan dan panggilan dari orang-orang besar di negeri ini. Sambil memegangi dada yang terasa nyeri, ia bangkit."Uhuk. Uhuk.""Mana yang sakit, Bang?" Setelah mengelap mulut Bondan yang keluar darah, Denny memegangi tubuh pria itu, membantunya untuk bangkit.Namun, rasa sakit yang menjalar dari dada dan menjalar ke sekitar memaksanya untuk diam tak menjawab."Pantas tubuh Abang makin kurus saja.""Diamlah, aku bukan anak kecil. Den!" protes Bondan batuk tak lagi terdengar dari mulutnya."Ya, ya, ya. Aku percaya."Tiga orang pria tegap berlari ke arah mereka, karena dipanggil Denny sebelumnya."Bos, apa yang terja
"Ada apa?" tanya salah seorang rekannya yang berdiri menemani tamu-tamu Mr. X."Saya diminta menyampaikan info ini.""Ya?""Bapak Hamdi telah wafat. Juga Bondan masuk rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri, dokter bilang harapan hidupnya sudah sangat tipis." Anak buah Mr. X bicara tanpa jeda. Menganggap dua berita yang dibawanya sama-sama penting dan harus disampaikan seutuhnya."Apa?!" Semua orang terkejut. Terutama Liana yang seketika air matanya berlinang mendengar kabar kematian sang abah."Sabar, ya." Secara refleks Shinta memeluk sahabat yang berdiri di sampingnya."Mi, sabar, ya." Ubed pun mendekat pada sang istri. Liana mengangguk berkali-kali memastikan bahwa ia baik-baik saja. Meski kenyataannya tidak demikian. Dia bahkan belum melihat kondisi abahnya pasca koma, sekarang malah dikabarkan meninggal. Kalau saja boleh, Liana ingin berlari sekarang menemui almarhum.____________________"Bang!" teriak Lily, begitu melihat Faqih turun dari mobil. Gadis itu lalu mendekat d
"Bude!" seru Alhesa yang bergerak cepat menuruni anak-anak tangga.Aishwa yang tengah chating dengan seseorang segera menyembunyikan ponselnya. Takut jika Alhesa tahu dan memergoki apa yang telah dilakukan wanita itu.Alhesa yang telah basah karena menangis, menyipit. Kenapa budenya tiba-tiba tampak aneh begitu. Apa ada yang dirahasiakan. Dia ingin menanyakan langsung. Namun, mengingat kabar yang dibawanya lebih penting, hal itu urung dilakukan."Ya, ada apa, Al?" tanya Aishwa kemudian."Ini, Bude .... Kakek Hamdi meninggal dunia barusan.""Apa?!" Mata wanita berusia paruh baya itu melebar. Sambil menutup mulut, dia mengucap, "Innalillahi waa inna ilaihi rojiun. Allaahummaghfir lahu warham hu wa’aafi hi wa’fu anhu.""Bude, kita ke sana sekarang? Aku sudah bilang Fozee akan segera menyusul," lanjut Alhesa."Ya, ayok! Sebentar bude siap-siap dulu." Aishwa berpamitan ke kamar tamu, yang dialihfungsikan untuk meletakkan barang-barang pribadinya. Mengingat waktunya lebih banyak dihabiskan
Pandangan Kalila mengabut. Meski menyeka air mata berkali, tapi matanya masih terus saja basah. Air mata yang menganak sungai dan tak ada habisnya.Kelebatan bayangan tentang papanya bermunculan di benak. Bagaimana mereka dulu pernah sangat akrab dan saling tertawa bersama. Barangkali di mata semua orang, Bondan adalah pria jahat tak berperikemanusiaan. Namun, di mata Kalila dia adalah cinta pertamanya. Yang melindungi dan memberikan kehidupan padanya. Kalila bisa merasakan kedalaman kasih sayang Bondan yang dicurahkan untuknya.'Aku memang membencimu, Pa. Tapi aku belum siap kehilanganmu.'Doa dalam hatinya melangit seiring langkah menapaki koridor lantai VVIP rumah sakit yang meski tertutup, tapi begitu terang. Sendirian tanpa Ghaza. Hanya beberapa dari anak buah Bondan mengikuti agak kejauhan di belakang. Mereka mengatakan Kalila hanya boleh masuk sendiri.Sesekali pandangan Kalila yang mengabut menangkap cahaya masuk dari dinding-dinding kaca di sekitar. Langkahnya terus bergerak
Alhesa berjalan beriringan dengan budenya mengikuti langkah Faqih dan santri yang dibawa bersamanya."Bude, kebetulan apa gimana, kok Ustaz Faqih ada di sini juga?" tanya Alhesa heran melihat kehadiran Ustaz tersebut."E. Em. Itu tadi Bude yang kasih tau, Al.""Hem?" Dahi Alhesa mengernyit. Apa se-niat itu budenya mengabarkan pada ustaz muda tersebut? Bukankah hubungan Darul Falah dan Almujahid belum seakrab itu, hingga di antara pengajarnya bisa saling berbagi info. Wajar, jika yang meninggal keluarga pesantren, tanpa info langsung mereka bisa cepat datang karena kabar menyebar cepat.Alhesa mulai curiga atas gerak-gerik budenya. Wanita paruh baya itu tampaknya merencakan sesuatu yang tak diketahuinya."Sudah. Jangan dibahas sekarang. Yang penting kita masuk, umi kamu pasti juga ada di sana." Aishwa mempercepat langkahnya. Menghindari obrolan dengan Alhesa.Urusan perjodohan dari Kiai Abdullah saja belum kelar dibicarakan, Alhesa pasti akn bingung jika budenya juga mencari tahu tent
Andai bisa memilih, aku ingin dilahirkan dari ibu dan ayah yang baik. Mereka mencintai Rabbnya, dan Allah menyayangi mereka.❤❤❤Alhesa melihat lalu lalang orang di rumah kakeknya. "Banyak sekali. Beliau pasti orang baik yang dikenal banyak orang," gumamnya.Karena tempat bekerja sang kakek yang sehari-hari berada di pasar, rumahnya jadi seramai pasar. Alhesa mendesah. Di antara banyak orang yang mengenal dan dekat dengan almarhum, dia justru merasa jauh.Maklum saja, selama ini, kehidupan mereka terpisah. Alhesa tak banyak tahu bagaimana kehidupan keluarga dari pihak uminya. Jika saja dia tahu, bahwa ibu kandungnya sangat dekat, tentu Alhesa tak akan menyiakan kesempatan akrab dengan kakek nenek dan keluarga yang lain.'Kakek, maafkan Alhesa. Semoga Allah mengampuni dan memberi Kakek tempat terbaik di alam sana.' Alhesa membatin."Al! Ayuk!" seru Aishwa yang sudah berjalan jauh dan akan masuk area samping rumah. Di mana tamu-tamu wanita hanya boleh masuk dari sana.Karena pikiran Alh
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk