"Ya Rabb." Suara Ali terdengar cemas."Kalau begitu kita harus menemui Abi, dan mengatakan apa yang terjadi. Kalau Abi tahu kondisi Kiai Abdullah, pasti dia akan memutuskan untuk pergi dari sana." Ghaza mengucap serius pada semua orang yang sekarang sedang menunggu Kiai Abdullah.Orang-orang yang terdiri dari keluarga pesantren itu, memperhatikan dengan serius."Tapi bagaimana caranya?" Alhesa menyahut bingung."Gus, ini terlalu berbahaya." Faqih ikut menimpali. Seperti apa yang dikatakan Habib, dia harus terus menjaga dan memperhatikan Ghaza."Aku tahu caranya!" sela Ali pada semua orang. Begitu juga dengan Faqih yang tampak semakin cemas karena ucapan anak sambung Gus Bed tersebut."Bagaimana?" tanya Ghaza yang bereaksi paling cepat dengan mendekat kepada saudaranya tersebut."Em, begini. Om-ku sedang bersama mereka." Ali mengawali penjelasannya."Oya?!" Mata Ghaza melebar. "Apa?! Om kamu bergabung dengan Mr. X? Gila!" Suara pria itu meninggiLiana yang mendengar ucapan Ghaza turut
Seorang pemuda mengetuk pintu di mana Gus Bed telah tinggal dua hari ini. Pria yang kini tengah duduk di atas sajadah, sejak usai sholat subuh tadi menoleh."Ya?" tanyanya pada pemuda berusia kisaran 16 tahun itu. Tampaknya Mr. X tak hanya memperkerjakan orang-orang yang berusia dan kepribadian yang telah matang. Namun, juga anak-anak remaja."Maaf, Mr. X ingin bicara." Pemuda itu menyahut.Ubed mengangguk. Meski kecewa dengan pemuda itu, lantaran tak mengucap salam, ia berusaha menghargainya. Barangkali anak buah Mr. X itu memang belum mengerti sama sekali apa bagaimana seorang muslim disunnahkan mendoakan saudaranya kala kali pertama bertemu. Atau mungkin mereka di sini memang bukan orang-orang yang beragama Islam? Entahlah. Justru itu tujuan Ubed ada di sini sekarang.Setelah membereskan sajadah dan meletakkan kopyah di tempatnya, pria itu bangkit sambil memasukkan tasbih ke kantong kokonya. Lalu berjalan mengikuti sang pemuda menuju tempat di mana Mr. X sudah menunggu."Siapa na
"Kamu ingin tahu fakta bukan?" tanya Dewa sembari menumpah teh dari teko teh keramik kecil, ke cangkir yang juga terbuat dari keramik di satu tangan lain.Indra mengangguk. Tak sabar mendengar kebenaran dari mulut Dewa, setelah beberapa hari tinggal di rumah sekaligus markas mafia tersebut."Katakan padaku," ucap Indra penuh harap pada ketua mafia."Ya, aku akan mengatakannya." Dewa tersenyum, menyeruput minumannya, sambil menatap seraut wajah di seberang meja, hingga dua alis pria itu terangkat. "Lelaki yang membunuh istri dan anakmu, ada di ruang belakang." Dewa melanjutkan ceritanya setelah meletakkan gelas."Apa?" Mata Indra membulat. Terkejut atas pernyataan pria di seberang meja. Pikirannya mulai digelayuti pikiran pikiran buruk tentang Dewa. Kepercayaan yang sempat dibangunnya, rusak dalam sekejap. "Ah, ini minuman kesukaanku," lirihnya. Sejak penyakit itu menggerogoti tubuhnya, Dewa tak bisa minum sembarangan seperti dulu. Soda atau pun alkohol yang sangat dia suka."Kamu i
"Gus Ghaza ...." Liana menghambur pada anak sambungnya begitu pemuda itu terlihat. Ghaza tampak tergesa ingin meninggalkan lantai di mana orang-orang sedang berkumpul menunggu kepastian dokter.Mereka masih berharap ada keajaiban untuk guru sepuh yang banyak dicintai itu."Ya, Ummi?" Ghaza menghentikan langkah begitu mendengar suara seseorang yang tak asing baginya. "Apa kamu mendapat kabar?" tanya Liana."Soal apa ini, Umm?" tanya Ghaza yang enggan membicarakan rencananya kali ini dengan Indra. Mengingat dari awal wanita itu menentang keras rencananya dan Ali yang akan menyusul abi mereka."Soal Abi." Liana menyahut singkat. Dia tahu bahwa Ghaza tahu apa maksud dari perkataannya. Melihat pemuda itu berjalan dengan tergesa, Liana pikir ia akan ke suatu tempat menyusul Gus Bed. Liana bisa memahami, karena dalam tubuh Ghaza mengalir darah Gus Ubed, maka perasaannya akan jauh lebih peka, yang lahir dari naluri seorang anak yang ingin menyelamatkan orang tua yang melahirkan.Lagi pula k
Liana kembali mendatangi keluarganya yang lain. Mereka masih setia menunggu dokter yang tampak sibuk di dalam ruang ICU."Laa Ilaha illa llah." Suara talqin menggema dari kamar ICU. Ali, Fay dan Faqih serta beberapa ustaz dan santri sudah berada di sana. Tak ada lagi alat yang terpasang di tubuh Kiai Abdullah. Seolah para dokter mengisyaratkan, pria sepuh itu sudah menunggu ajal.Inilah kesedihan warga pesantren yang sebenarnya, ketika mereka harus kehilangan sosok yang paling mereka cinta. Hujan yang sebenarnya telah jatuh di bumi pesantren."Ya Allah." Bulir-bulir bening jatuh ke pipi Liana, hingga cadar yang menutupi wajahnya basah."Mbak," ucap wanita itu sebelum akhirnya memeluk Aishwa, kakak iparnya.Aishwa membalas pelukan itu. "Ubed ke mana, Dek Li?" tanyanya. Suara serak itu terdengar di sela isak tangisnya."Sabar ya, Mbak. Semoga sebentar lagi Gus Bed datang." Liana menenangkan. Firasatnya sangat kuat, bahwa Ghaza pergi untuk menemui abinya. Walau entah, apakah upaya berhas
Di markas Dewa sebelumnya ....Indra menyipitkan mata, menajamkan pandangan ke radius satu kilo di depan sana. Saat tiga orang berjalan mendekat ke arah mobil, yang tadi datang bersamaan dengan mobil milik Ghaza. Namun, setelah Ubed keluar dan masuk mobil puteranya itu, kemudian merangsek pergi meninggalkan area sekitar markas, mobil yang ditumpangi orang asing itu tak bergerak. Entah, karena terlanjur ditahan oleh anak buah Mr. X atau karena memang sengaja tinggal.Yang Indra khawatirkan, kalau orang itu adalah seseorang yang Ghaza kenal dan berniat menemaninya ke mari. Dari kejauhan, anak buah Mr. X masuk ke dalam mobil tersebut."Apa mereka menodongkan senjata? Ah, aku sangat penasaran apa dia ada hubungannya dengan Ghaza." Indra menggumam. Dia sangat penasaran sampai memilih bertahan untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setelah menunggu beberapa menit, mobil itu akhirnya mendekat ke arahnya. Anak buah Mr. X yang menjaga gerbang segera membuka pintu, begitu tahu bahwa di dalam
"Tapi ... aku seperti pernah melihatnya. Hanya saja aku lupa. Oya, satu lagi dia memakai jaket dengan lambang Ponpes Almujahid." Indra menyahut. Mendengar nama pesantrennya disebut, Ghaza semakin terkejut. Dia takut jika lagi-lagi orang terdekatnya harus masuk ke markas mafia. "Bisa kirimkan fotonya, Om?" "Wah, dia sudah masuk ke dalam Ghaza. Tak enak aku terlalu kentara dilihat yang lain. Tapi nanti pasti aku fotokan dan aku kirimkan padamu." Indra menyahut. "Oya." Ghaza menjawab singkat. "Saya tunggu, Om." Pemuda itu akhirnya kembali fokus ke jalanan dan menyerahkan panggilan sepenuhnya pada sang abi."Ya, sudah. Mas. Sebentar lagi kami akan sampai." Ubed pun izin mengakhiri panggilan. Walau bagaimana ia juga harus mempersiapkan hatinya bertemu dan bicara pada Abah Yai. Memberi pengertian, bahwa Mr. X adalah orang berpengaruh, ketika ajakan kepada Islam masuk ke relung hatinya, Ubed yakin akan membawa dampak besar pada umat walau tak sebesar pengaruh penguasa kepada rakyat."Iya
"Apa kamu tidak apa-apa di sini?" tanya Indra cemas. Lelaki itu pasti menyimpan kepanikan dalam hati. Bagaimana bisa dia yang ingin mengawal Gahza menyelamatkan Gus Bed malah kena imbas. Ditangkap oleh kawanan Mr. X?Faqih kembali tersenyum dengan tulus. Sama sekali tak ada beban di wajahnya. "Jika perlu biar saya yang melanjutkan misi Gus Bed di sini.""Apa? Apa maksudmu? Jadi kamu sengaja masuk ke sini?" Mata Indra melebar. Semua di luar dugaannya.Pria yang mengenakan identitas pesantren itu mengangguk pelan. "Ya. Saya berharap bukan Gus Ghaza yang menggantikan abinya. Keduanya adalah orang-orang yang dibutuhkan oleh pesantren. Apalagi Gus Ghaza sekarang menjadi putera mahkota dua pesantren sekaligus."Indra terperangah menatap ucapan Faqih. Ini pasti pilihan berat pada awalnya. Dia saja bahkan terpaksa masuk markas Mr. X karena penasaran dan dendam keluarganya telah meninggal. Itu pun berpikir ribuan kali. Sebab lingkungan mafia itu berbeda dengan lingkungan yang aman di luar san
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk