Alhesa tak langsung masuk ke kamar. Ia bersembunyi di balik jendela dan memperhatikan ibunya yang masih membeku di teras rumah. Satu dua santriwati yang lalu lalang, membantu urusan dapur, melihat gadis itu. Namun, mereka tak berani menyapa. Apalagi gadis itu tampak asing, meski telah mendengar desas desus Ning mereka telah datang dari Malaysia.Dua mata Alhesa terus memandangi Liana. Itukah sosok bidadari yang selama ini terus dirindukannya, namun seolah tak tahu-tahu atas perasaan Alhesa. Tak berapa lama, pria yang tadi menjemputnya ke bandara menghampiri wanita bercadar itu.'Laki-laki? Yah, tentu saja Ali lebih dicintai daripada anak-anak perempuannya. Jika pun ingin anak perempuan bukankah sudah ada Fozee. Tak masalah membuangku.' Alhesa menggerutu dalam hati.Kini ibu dan anak itu sudah jauh di ujung halaman, tengah membuka bagasi mobil. Meski ia melihat reaksi Liana yang sepertinya tengah marah Ali, tetap saja ia merasa iri dan tak terima. Alhesa merasa hanya anak buangan yang
"Terimakasih, Ali. Kamu membantu mama saya." Fay mengucap tulus. Akhirnya ia menyadari keberadaan orang lain selain dirinya dan sang mama, sambil memegangi wanita tua itu dengan menuntun perlahan."Sama-sama, Pak. Saya sempat terkejut tadi. Jadi buri-buru mendekat ke nenek, takut beliau kenapa-napa.""Oya, saya baru tadi tahu kalau kamu anaknya Ubed, sepupu saya. Saya nggak ngerti, mungkin ibu kamu ikut madzhab tertentu yang membatasi diri untuk bertemu orang luar.""Hem, bukan, Pak. Bukannya dalam Islam, seorang wanita tempatnya di rumah." Ali berkilah. Dia tak ingin membawa pikirannya pada sesuatu yang pada akhirnya merusak hubungannya dengan sang ibu."Jadi itu alasannya. Hem, bisa dimaklumi." Fay manggut-manggut. "Tapi bagaimana dengan kalian, anak-anaknya? Apa juga sebaik-baik tempat di rumah? Bukannya menjalin silaturahmi adalah bagian dari ajaran syariat?" Sedikit banyak Fay penasaran pada keluarga Ubed. Arina tersenyum mendengar percakapan dua lelaki yang bersamanya. Dia mera
"Siapa maksudmu yang masih hidup? Umi Alesha?""Ya, uminya Alhesa." Ubed mengucap pelan."Apa?" Fay semakin terkejut. Dipangkasnya jarak anatara dirinya dengan Ubed, hingga keduanya saling hadap dengan jarak sekitar setengah meter.Arina yang melihat respon Fay, berusaha menanjamkan pendengaran. Samar ia mendengar nama Alhesa disebut. Namun, tidak memahami apa yang menjadi inti pembicaraan anak dan ponakannya."Ikutlah denganku sebentar, Kang." Ubed menarik lengan Fay untuk membawanya ke ruang kerja abahnya. Setidaknya dengan begitu ia hanya memberi tahu kebenarannya pada Fay.Setelah pintu terkunci rapat dan hanya mereka berdua di ruangan itu, Fay memulai kembali pertanyaannya dengan tak sabar."Jadi Liana masih hidup?""Ya?" "Lalu, di mana dia?""Apa hakmu, Kang?" Ubed menyilang tangan di dada. Ia berusaha tenang menghadapi sepupunya tersebut."Apa maksudmu?" "Kalian sudah bercerai." Ubed merasa Fay harusnya tak mencari Liana lagi, dan mengganggu kehidupannya."Ya, tapi setidaknya
"Ghaza," panggil Habib ketika putera sambungnya itu hendak keluar dari kantor."Ya, Bi?""Sudah bicara dengan umi?""Ya. Tapi soal apa? Karena Ghaza dan umi ngobrol ke sana ke mari tadi.""Tentang Alhesa, puteri Gus Ubaidillah dari Darul Falah." Habib menjawab tanpa basa-basi."Tentang Ning Alhesa?" Mata Ghaza melebar. Apa ini soal perjodohan. Lagi, hatinya berdesir mendengar nama itu.Tadinya uminya memang akan bicara serius dengan Ghaza. Namun, baru akan memulai, seorang santriwati datang membawa kabar mengejutkan. Seorang santri diketahui kabur dari asrama, setelah ketahuan mencuri uang temannya.Mereka merasa hal itu lebih urgent untuk diurus ketimbang masalah pribadi mereka, hingga Raudah memutuskan pergi."Apa yang kamu pikirkan?" Habib menyipitkan mata ke arah Ghaza, yang raut wajahnya tampak berbinar senang. Entah, itu ekspresi senang karena tahu dia adalah anak kandung Gus Bed, atau karena belum tahu hingga merasa boleh mencintai gadis bernama Alhesa.________Ali pun berger
Alhesa tak mengerti bagaimana hatinya sekarang. Ia merasa senang karena tahu Liana masih hidup tapi juga merasa sedih, lantaran merasa terbuang selama ini. Ia menyesal melepas pelukan dari ibu kandungnya, namun juga tak kuasa berlama-lama merasakan kehangatan sekaligus ingatan yang menyakitkan tentang wanita itu.Kehadiran umi Liana seperti sedang mengoyak banyaknya kesunyian yang ia lalui. Luka yang sebenarnya tak pernah sembuh, meski waktu telah mengajak jauh melanglang buana."Assalamualaikum, Al," panggil Aishwa diiringi ketukan pintu pelan.Alhesa terhenyak. Gadis itu segera mengelap airmata kasar, mendengar suara dari arah pintu."Waalaikumsalam. Nggih Bude." Serak, Alhesa ia menjawab panggilan dari budenya.Gadis yang wajahnya tampak membengkak itu bangkit dan mendekat ke arah asal suara. "Boleh, bude bicara?" tanya wanita yang selama ini merawat Alhesa seperti puteri kandungnya sendiri.Alhesa menatap sendu, lalu memberikan anggukan kecil tanda setuju. Serta merta Aishwa mela
"Ali," panggil Liana pada puteranya yang tengah menyetir."Ya, Mi." Pemuda itu menoleh sekilas pada sang ibu pertanda ia tengah memperhatikan. Lalu kembali memandang jalanan di depan."Apa kamu percaya pada umi dan abi?" Suara itu meluncur, seiring hati Liana yang terus saja dilanda cemas. Ia takut Ali akan membencinya begitu tahu siapa ayah kandungnya, yang selama ini begitu dekat dengan mereka. Lelaki yang ternyata sangat baik, meski sempat emosi dan menceraikannya dulu. Namun, Liana yakin Fay adalah pria baik, dia pasti punya alasan memilih bercerai, selain demi harga diri, yang mengatakan Liana tak punya pijakan dalam mengambil keputusan.Hanya saja keadaan waktu itu memaksanya untuk pergi, dan tak kembali pada Fay yang katanya dulu Liana sangat membencinya. Ah, entahlah, sejak Tuhan menghapus ingatannya, yang dia tahu, ia hanya mencintai Fay dan tak pernah membenci."Ya, Mi. Tentu saja. Mana mungkin Ali tak percaya pada kalian." Pemuda yang kini berstatus mahasiswa itu menjawab
"Assalamualaikum, Ma." Fay menyapa ibunya yang berada di ujung telepon."Waalaikumsalam." Arina menjawabnya. "Ya, Fay?""Apa Liana, em maksudku istri Ubed dan Ali sudah kembali ke pesantren?" tanya Fay yang membuat mamanya terdiam beberapa saat."Jadi kamu sudah mengetahuinya, Fay?" Benar dugaannya, bahwa Liana telah Ubed nikahi. Jadi, inilah alasan ponakannya itu bertahan dengan sandiwara kematian Liana.Yang Arina tak habis pikir, kenapa ada video viral saat Liana terjun ke sungai? Ini aneh. Apa sebesar itu niatnya berdusta pada dunia, sampai nyawa benar-benar dipertaruhkan. Ubed, Liana dan semua orang yang mengetahui drama mereka, dalam sekejab menjadi buruk di mata Arina."Ya, Ma." Fay mengucap lemah. Selemah hatinya sekarang. Dia yang inscure terhadap pandangan Liana padanya, memaksakan diri ingin merengkuh putera kandungnya. "Tadi aku memeriksa data pribadi milik anak Ubed. Dan ...." Suara Fay terjeda."Dan?""Dan ternyata benar. Nama bapak kandung Ali adalah namaku. Itu mereka
"Assalamualaikum Ali." Fay mengucap sambil tersenyum pada orang yang tampak syok di depannya."Waalaikumsalam. Pak Fay, dari mana tahu rumah saya?" Ali meraih tangan pria tersebut. Namun, Fay malah memeluknya erat tanpa menjawab. Mata Ali melebar kaget.Dia memilih diam. Namun, pelukan itu terasa lama. Hingga ia memanggil pria tersebut."Pak.""Ah, ya. Maaf." Fay menjauhkan tubuhnya. Ia lupa diri karena emosi. "Kamu pasti bingung. Ini karena saya ingat anak saya, melihat dan dekat dengan anak sepupu saya, tiba-tiba saja membuat saya ingat bahwa harusnya anak saya seumuran kamu."Ali mengangguk kecil, memberitahu bahwa hal itu tak masalah baginya. Ia terus saja menepis pikiran tidak-tidak mengenai masa lalu Fay dan kedua orang tuanya. 'Tidak, kronologi mereka berbeda.'"Saya lihat di data mahasiswa." Fay menjawab tanpa ragu. Tak terlihat sedikit pun beban di wajahnya. Melainkan kebahagiaan berhadapan dengan Ali, kali pertama setelah tahu pemuda tersebut adalah puteranya."Bi, kenapa ga
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk