Ghaza yang terus menatap Alhesa, teralihkan fokus ketika melihat Ali berlarian ke arah gadis yang sedari tadi diperhatikannya diam-diam. Dia sengaja menjaga jarak agar tak membuat Alhesa merasa tidak nyaman.Gadis itu berbalik ketika mendengar seseorang yang datang mendekat. Takut jika pria yang tadi nekad mengikutinya. Saat menoleh Ali sudah berdiri dari jarak dekat. Dan ... dia melihat sosok lain. Pria yang tadi membantunya. Siapa dia? Kenapa mengikutinya sejauh ini? Mungkinkah ada something? Alhesa menggeleng, menepis pikiran-pikiran anehnya. Dia tahu ini pasti efek belum terbiasa bertemu pria."Mbak, apa perlu sesuatu?" tanya Ali yang napasnya masih terengah akibat berlari."Em, nggak. Li. Cuma lupa aja tadi gak siapin KK. Jadi mau pulang aja, deh. Kalau sudah selesai semua, baru aku ikut kelas.""Loh, kenapa gak minta tolong sama orang rumah? Biar fotoin KK-nya? Apa aku perlu menelepon Fozee. Dia tadi mau ke pesantren sama umi.""Oh, gak usah, Li!" Alhesa menyergah. "Sku mau pula
Alhesa terus berjalan masuk sambil melirik sekilas orang yang sibuk mengeluarkan sesuatu dari dalam kotak. Tak sadar jika yang berada di ruang tamu dan membereskan barang-barang dalam kotak adalah uminya. Dia pikir orang tersebut adalah salah satu santriwati yang membantu.Sebelum menaiki anak tangga, gadis itu bertemu dengan Aishwa budenya."Sudah pulang Alhesa?" tanya puteri Kiai Abdullah tersebut."Nggih Bude." Alhesa menyalami perempuan itu. "Soalnya kebanyakan jam ospek hari ini. Dan lagi ada banyak persyaratan yang belum terpenuhi. Jadi Alhesa mau ngumpulkan itu dulu.""Oh, begitu. Ya, sudah. Kamu fokus saja sama persiapan kuliah. Di dapur sudah banyak yang bantu.""Nggeh, Bude. Makasih." Gadis itu lalu melanjutkan langkahnya menaiki anak-anak tangga menuju kamar. Namun, ia berbalik dan mendekat lagi pada Aishwa, hingga budenya mengerutkan kening."Ada apa, Al?""Bude. Apa umi Humairah ke sini?" tanya Alhesa setengah berbisik. Meski diam, dia terus ingat pada ibu kandungnya it
Begitu meletakkan tas, dan menyandarkan tubuh ke ranjang, yang merupakan posisi favoritnya dalam bersantai, Alhesa mulai sibuk mengutak-atik ponselnya.Tadinya gadis itu akan membuka situs universitas Mataraman. Namun, teringat lelaki yang tadi membantunya. "Ya Rabb. Maaf jika ini salah. Hamba hanya sangat penasaran," ceplos Alhesa polos. Ia merasa berdosa telah mecari tahu tentang pria yang non mahramnya. Perempuan yang sudah melepas khimar tersebut, menggumam istigfar berkali-kali. Diketiknya sebuah nama "Ghaza."Banyak sekali muncul akun-akun dengan nama tersebut. Dengan sabar Alhesa melihatnya satu demi satu, hingga berhenti pada sebuah foto profil.Seorang pemuda yang mengacungkan jari telunjuknya ke atas, bagaimana seseorang tengah memberitahu bahwa Allah itu Ahad.Dibaca profil akun. "Oh, jadi dia anak pemilik pesantren "Almujahid." Alhesa mengucap lirih. "Kenapa dia seperti mendekatiku? Apa terjadi sesuatu." Alhesa tampak berpikir.Perjodohan misalnya. Bukankah di kalangann
"Bisakah keluar sebentar? Ada sesuatu yang ingin aku berikan." Fay mengucap lemah seolah tengah memohon pada wanita sang pemilik rumah yang tampak di monitor layar bel apartemen.Liana sendiri membeku. Ingin bertanya langsung. Namun, ada rasa malas untuk membuka suara. Ah, bukan lebih jelasnya ia takut."Kamu sendirian di rumah?" sambung Fay lagi.Liana memilih diam. Menatap Fay yang terus bicara omong kosong padanya. Setelah memikirkan banyak hal, wanita becadar itu akhirnya memilih pergi saja. Mengabaikan tamu tak diundang tersebut.Liana sadar betul, bisa saja mereka kembali terjebak dalam dosa. Meski usia tak lagi semuda dulu, mereka masih punya nafsu. Hubungan di masa lalu, yang pernah saling mencintai dan merindukan. Bukankah hal itu dapat menjadi celah menjerumuskannya pada dosa. Lebih jika ternyata Fay masih menaruh harapan padanya.Liana mendesah. Lalu berbalik arah meninggalkan Fay.Namun, belum lagi melangkah. Fay sadar wanita itu tak menghiraukannya. "Li, tunggu!" seru Fa
"Jadi Umi belum memberitahu Ghaza semuanya?" tanya Habib sembari meletakkan gelas kopi yang sudah diseruput ke atas meja.Raudah menggeleng. "Belum, umi belum siap, Bi. Umi masih trauma.""Trauma bagaimana? Ini gawat kalau dibiarkan. Ghaza satu kampus dengan puteri Gus Bed. Apa Umi gak takut kalau mereka saling jatuh cinta?" Ucapan Habib memberi kekhawatiran lebih pada Raudah."Ya, tentu saja umi takut. Tapi, sebaiknya kita tidak gegabah, dan diskusi dulu dengan Gus Bed?""Kenapa? Ghaza adalah milik Umi. Jadi Umi punya hak menentukan masa depannya. Bukannya dulu Umi yang melarang Gus Bed mendekatinya juga?" Habib membantah kemauan Raudah."Tapi situasinya berbeda, Bi.""Berbeda bagaimana? Sekarang dan dulu adalah sama. Waktu yang genting untuk mengambil keputusan. Kita hanya cukup memberi tahu Ghaza, tanpa harus memberi tahu puteri Gus Bed. Itu sudah cukup aman, Ghaza tidak akan jatuh cinta padanya, dan akan menolak kalau gadis itu jatuh cinta padanya. Sesimple itu! Tidak akan ada ika
Seorang ikhwan mengetuk pintu mobil mereka. Keduanya terhenyak. Begitu menoleh, lelaki dengan usia kisaran 25 tahun berdiri di depan pintu.Aishwa membuka kaca mobil, hingga Faqih yang berada di depannya bisa melihat penumpang mobil tersebut."Ning Alhesa?" gumamnya."Hah?" Alhesa melebarkan mata sebentar ke arahnya lalu beralih pada Aishwa. Bagaimana pria itu bisa mengenalinya?"Ya?" Kedua pipi Alhesa menghangat. Ini kali pertama dia menatap dan bicara dengan pria asing."Ehm. Maaf." Seketika, Faqih menundukkan pandang. Hatinya beristigfar lantaran sempat menatap wajah ayu di depannya lebih dari sepersekian detik. Lalu sadar saat gadis tersebut menyahut.Begitu pun Alhesa. Menyadari pria itu menunduk karenanya ia pun turut menunduk. 'Tundukkan pandanganmu, setunduk-tunduknya, Alhesa! Jangan sampai perjodohan dengan Ghaza akan dibatalkan karena kamu jatuh cinta pada ikhwan lain.'"Ustazah akan menghadiri teknikal meeting?" tanya pria yang menjadi koordinator utama acara. Lelaki itu
Keduanya lalu berpisah. Fay harus menemui Namira sebagi tanggung jawab. Wanita itu pasti sudah menunggunya sekarang. Entah, apa yang Namira pikirkan setelah penantian panjangnya.Fay mengatur napas. Dia merencanakan sesuatu yang adil untuk istri keduanya kali ini, sebagaimana lelaki itu memperlakukan Liana dulu di malam pertama."Huft." Ia meniup berat. Walau belum mencintainya, tetap saja ada deru dalam dada. Bingung, bagaimana akan memulai semuanya dengan Namira."Assalamualaikum." Fay menarik gagang pintu yang tidak terkunci. Tak ada jawaban.Di dalam sana, tampak seorang wanita tidur memunggungi."Apa dia sudah tidur?" gumam Fay. Sadar, terlalu lama meninggalkan pengantin wanita di malam pertama. Namira pasti kecewa.Langkahnya tertahan kala mendengar suara isak. Fay segera mendekat, lalu duduk berjongkok di depan Namira yang ternyata tengah menangis. Wanita itu menagkupkan kedua tangan saat melihat Fay nekad duduk di depannya. Malu tapi juga kesal."Hai, Namira. Kenapa menangis?
Namira membuka matanya perlahan, membuka sedikit selimut, sebelum memutuskan untuk bangkit. Wanita itu tersenyum, mengingat apa yang terjadi semalam. Kali ini dia yakin pada cinta Fay. Cinta yang sudah dirindukan begitu lama. Tak peduli waktu telah merenggut masa mudanya, ia masih setia menunggu.Namira menyerat selimut ke kamar mandi, dan berniat mencucinya nanti setelah ia membersihkan diri dan menunaikan kewajibannya sebagai muslimah.Begitu bangkit, wanita yang tengah memegangi selimut di atas dada, melirik pada ranjang di mana Fay tadi tidur di sana. Pria itu sudah tak ada begitu ia membuka mata."Kemana dia sepagi ini?" Menemui puteranya? Yang tak Namira habis pikir, bagai mana bisa moment bahagianya dengan Fay berbaringlah dengan bertemunya sang suami dengan anak kandungnya? Entah, sebuah pertama apa? Hanya saja, Namira memiliki kekhawatiran yang tak bisa di jelas kan dengan kata-kata. Bukan hanya soal waktu, tapi juga perhatian Fay. Bagaimana jika nanti ia semakin tak terli
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk