"Li! Tunggu!" seru Hamdi pada Liana yang sudah masuk ke dalam mobil yang Indra kemudikan. Masakan yang dibuat ibu Liana untuk Fay dan mamanya tertinggal, hingga ia perlu mengejar puterinya.Lelaki paruh baya itu akan melangkah lebih cepat, tapi urung karena ponselnya berdering. Di saat yang sama mobil yang Liana tumpangi, merangsek meninggalkan pelataran rumah mereka."Huft!" Hamdi mengembus berat. Akhirnya gagal juga membawakan masakan untuk besan.Lalu dilihat ponselmenyala yang sudah dirogoh dari kantong dan kini berada di tangannya."Nomor baru?" gumam Hamdi. Lelaki itu pikir, mungkin nomor tersebut dari pelanggannya.Tak pikir panjang, Hamdi pun mengangkat panggilan tersebut. Dahinya mengerut kala mendengar suara tak asing di ujung telepon. Ia berusaha mengingat suara itu."Selamat pagi. Apa kabar Pak Tua? Heh." Suara itu diikutu seringai sinis dari si penelepon. Sampai ia mngerutkan kening. Mulai tak bagus karena itu."Siapa?" tanya Hamdi yang tak berhasil mengingat nama pria it
"Apa ini?!" Shinta melempar kasar ponsel yang memperlihatkan kemesraan Bondan dan pegawainya, ke atas meja.Lelaki yang menyandar di sofa dengan santai itu hanya menaikkan sebelah bibir."Kenapa, Sayang? Masalah buat kamu? Bukannya selama ini kamu udah terbiasa dengan kehidupanku?""Kamu makin gila aja dibiarin ya Mas. Udah berapa ribu wanita yang kamu kencani dan aku diam saja! Sekarang kenapa harus pegawaiku?! Kamu bukan hanya nyakitin aku tapi juga menginjak harga diriku di depan semua orang. Kamu buat aku malu, Mas! Kamu mikir gak kalo rumor beredar?!" Panjang lebar Shinta mengomel. Meluahkan sakit yang terus saja suaminya torehkan di hati."Kenapa? Kamu takut ketahuan kalau suamimu adalah seorang mafia?" "Ya! Tentu saja!" Suara Shinta meninggi. Ia hendak mengambil ponsel yang sempat dilempar ke atas meja dan pergi. Namun, urung ketika sebuah foto bertengger manis di sisi meja lain."Liana?" lirih Shinta."Kamu mengenalnya?" tanya Bondan yang sontak menegakkan badan."Kenapa foto
Suara dari arah pintu yang diketuk bertubi-tubi, sangat menganggu fokus Fay bicara dengan Ubed. Belum lagi mendapat jawaban dari Ubed, suara sang mama terdengar mengiringi ketukan, hingga Fay memilih memutuskan panggilan dengan sepupunya."Fay, keluar! Cepat!" seru sang mama yang memintanya untuk segera membuka pintu dan keluar. Seolah tak sabar ingin mengatakan sesuatu."Maaf, Bed. Nanti kita sambung lagi. Tolong jangan matikan ponselmu. Assalamualaikum," ucapnya berpamitan. "Ya, aku ngerti Kang. Waalaikumsalam." Ubed yang sempat mendengar keributan di ujung telepon pun ikut bertanya-tanya. Tidak biasanya budenya terdengar sepanik itu.Fay yang masih membawa ponsel dalam genggaman, segera bangkit dan menghambur ke arah pintu. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat mamanya mengetuk berkali-kali."Ada apa, Ma?" tanya Fay melihat wajah mamanya ketakutan."Liana ....! Itu ... Dia ...." Telunjuknya sudah mengarah, di mana Liana tadi duduk.Tidak menunggu sang mama menye
Ibu Liana yang berjalan di depan pintu tak sengaja menatap sang suami tengah mematung di halaman rumah. Lelaki itu bahkan menjatuhkan rantang tanpa sadar, hingga lauk pauk berserak di tanah."Ada apa dengan abah?" Mata ibu Liana melebar. Suaminya seperti orang syok. Ia pun segera melangkah mendekat untuk memastikan apa yang terjadi. Namun, belum juga mencapai keberadaan Hamdi, pria itu berjalan menjauh dengan buru-buru."Abah!" seru ibu Liana yang sontak mengejar lelaki itu. Namun, pria itu berlari cepat. Tubuhnya semakin menjauh dan hilang.Wanita paruh baya itu mengembus kasar di sela napasnya yang naik turun kelelahan karena sempat mengejar."Aneh sekali, apa sesuatu terjadi di toko?" gumamnya bertanya-tanya.Ibu Liana menggedikkan bahu, hanya bisa menduga tanpa tahu kepastiannya. Ia segera kembali dan membereskan barang bawaan yang harusnya dibawa Liana untuk Fay dan mamanya._________________Bondan melempar pelan sebuah foto seorang wanita ke meja kaca besar, di mana Jaya berdi
"Bahkan istri seorang Gus pun bisa membunuh dan bunuh diri jika masalahnya adalah hati."Jaya coba mematahkan protes anak buahnya ketika merencanakan alibi menculik Liana. ________________"Kalian lihat wanita yang masuk ke dalam mobil tadi?" tanya Jaya. Pria itu sesekali menatap pada tiga orang yang bersamanya secara bergantian.Mereka yang diajak bicara manggut-manggut, sambil memperhatikan gerak-gerik objek yang dimaksud. Tampak wanita cantik dengan pakaian syar'i, memasuki sebuah mobil sport berwarna putih milik seorang lelaki."Itu kalau gak salah Gus Ubaidillah dari Pesantren Darul Falah," celetuk salah seorang anak buah Jaya."Hem. Benar. Kamu kenal, Jo?" tanya orang kepercayaan Bondan itu."Ya, siapa yang tak mengenalnya. Harusnya semua orang baik yang suka ngaji kenal dia, makanya saya kenal, hahaha." Tawanya pecah begitu saja. Namun, semua orang yang bersamanya hanya menatap serius ke arah lelaki yang punya panggilan 'Jo'. Tak ada yang tertawa seperti yang Jo harapkan. Leb
Shinta mondar-mandir di balkon kamar dengan menggigit ujung jari. Mata hari sudah meninggi, bahkan sinarnya yang menembus kaca besar tanpa gorden terasa hangat di kulit. Pertanda waktu untuk beraktifitas seperti biasa telah sampai.Hanya saja ... rasa hangat itu sebatas terasa di kulit ari tanpa merasuk dan menghangatkan hatinya. Itulah alasan wanita berparas ayu itu masih memilih tetap berada di rumah dan tak berangkat ke klinik. Padahal pasiennya tak pernah sepi setiap hari. Sejak tahu Bondan mentargetkan Liana, Shinta memutuskan untuk melimpahkan tugasnya pada beberapa asisten dan teman sejawat. Dengan begitu ia akan memiliki banyak waktu, untuk turut membantu menjaga Liana.Bukan hanya resign dari pekerjaan, Shinta bahkan tak berani menemui Liana.Ia terlalu bimbang memikirkan kejadian sekarang, Bondan pasti sudah mengirim orang untuk mengawasi kehidupan sahabatnya itu sampai benar-benar bisa menangkapnya.Kalau anak buah Bondan melihat, mereka pasti akan melapor dan rencananya a
Berlama-lama berada di rumah Liana seperti siksaan buat Ubed, ada banyak sekali kenangan yang mendadak terlintas di pikirannya. Yah, masa lalu bersama Liana terlalu indah untuk dilupakan begitu."Astagfirullah." Lelaki itu mendesah.Ubed yang duduk di teras rumah Liana, tak sengaja menatap ke arah balkon kamar Liana. Dari kaca besar dengan gorden terbuka itu, ia bisa melihat dengan jelas Liana berlari meraih ponsel. Wajah yang masih sembab itu tampak tersenyum. "Dia pasti senang suaminya sudah menghubungi." Ubed tersenyum samar. Menekan rasa tak suka yang muncul kala Fay memperlihatkan betapa pria itu sangat mencintai Liana.Namun, setidaknya setelah melihat tangis Liana dan pengakuannya secara tak langsung di mobil tadi, Ubed sadar bahwa Liana hanya akan bahagia jika tetap bersama Fay. Untuk apa memaksa bersama, kembali ke masa lalu yang hanya dimilikinya sendiri. Sementara dia hanya lelaki yang terlupakan dan tak meninggalkan rasa untuk umi Alhesa.Namun, senyum kecil yang tadinya
"Kamu kangen?" Bondan yang tengah mendapat pijatan dari dua wanita cantik di kamarnya, menyeringai melihat kedatangan Shinta. "Baguslah. Tak baik marah pada suamimu, apalagi selama ini kamu sukses sekarang keringatku."Wanita itu berdiri di depannya, lalu meletakkan sesuatu tepat di depan wajah Bonda berbaring. Ia tak mau bereaksi pada ucapan pria itu."Hah?! Apa ini?" Seketika lelaki itu bangkit, lalu mengusir dua orang yang melihatnya untuk keluar kamar.Mata pria itu melotot, tak lama terbit sebuah senyuman di wajah yang ditumbuhi bulu-bulu halus. "Akhirnya ...." Wajahnya semringah. Ia terlampau senang kali ini. Ditatapnya tespack dengan dua garis merah di tangannya."Baguslah. Jadi kamu memberitahu ini dengan maksud memberitahuku untuk urung meminta cerai?" Kepala mafia itu kembali menyeringai.Shinta menghela berat. Tangannya menyilang di dada menatap ke arah jendela."Kamu sudah mendapatkan keinginanmu, jadi berhentilah menggoda dan meniduri wanita lain, apalagi wanita baik-bai
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk