Berlama-lama berada di rumah Liana seperti siksaan buat Ubed, ada banyak sekali kenangan yang mendadak terlintas di pikirannya. Yah, masa lalu bersama Liana terlalu indah untuk dilupakan begitu."Astagfirullah." Lelaki itu mendesah.Ubed yang duduk di teras rumah Liana, tak sengaja menatap ke arah balkon kamar Liana. Dari kaca besar dengan gorden terbuka itu, ia bisa melihat dengan jelas Liana berlari meraih ponsel. Wajah yang masih sembab itu tampak tersenyum. "Dia pasti senang suaminya sudah menghubungi." Ubed tersenyum samar. Menekan rasa tak suka yang muncul kala Fay memperlihatkan betapa pria itu sangat mencintai Liana.Namun, setidaknya setelah melihat tangis Liana dan pengakuannya secara tak langsung di mobil tadi, Ubed sadar bahwa Liana hanya akan bahagia jika tetap bersama Fay. Untuk apa memaksa bersama, kembali ke masa lalu yang hanya dimilikinya sendiri. Sementara dia hanya lelaki yang terlupakan dan tak meninggalkan rasa untuk umi Alhesa.Namun, senyum kecil yang tadinya
"Kamu kangen?" Bondan yang tengah mendapat pijatan dari dua wanita cantik di kamarnya, menyeringai melihat kedatangan Shinta. "Baguslah. Tak baik marah pada suamimu, apalagi selama ini kamu sukses sekarang keringatku."Wanita itu berdiri di depannya, lalu meletakkan sesuatu tepat di depan wajah Bonda berbaring. Ia tak mau bereaksi pada ucapan pria itu."Hah?! Apa ini?" Seketika lelaki itu bangkit, lalu mengusir dua orang yang melihatnya untuk keluar kamar.Mata pria itu melotot, tak lama terbit sebuah senyuman di wajah yang ditumbuhi bulu-bulu halus. "Akhirnya ...." Wajahnya semringah. Ia terlampau senang kali ini. Ditatapnya tespack dengan dua garis merah di tangannya."Baguslah. Jadi kamu memberitahu ini dengan maksud memberitahuku untuk urung meminta cerai?" Kepala mafia itu kembali menyeringai.Shinta menghela berat. Tangannya menyilang di dada menatap ke arah jendela."Kamu sudah mendapatkan keinginanmu, jadi berhentilah menggoda dan meniduri wanita lain, apalagi wanita baik-bai
Fay keluar dari ruang dokter dengan gontai. Kehilangan semangat hidup karena Liana. Kalau saja nasehat Kiai Hanafi bahwa "Surga seseorang itu tergantung ridha sang ibu" ia pasti sudah memilih mati saja sekarang.Langkah lelaki yang mengenakan jaket tebal itu terus menyusuri koridor rumah sakit menuju jalan keluar, diikuti sang mama di belakangnya."Kamu sudah janji pada mama, Fay. Tolong jangan ingkari itu." Arina bicara mengingatkan. Dia tahu Fay anak yang penurut, tapi setidaknya bicara hal tersebut akan menguatkan hatinya untuk meninggalkan Indonesia sesegera mungkin.Sementara Fay diam mendengarkan tanpa merespon, Arina menyambung ucapannya."Mama yang akan urus perceraian kamu di pengadilan dan menjelaskan semuanya pada keluarga Liana. Mama tahu mereka pasti maklum dan bisa memahami posisimu sebagai orang yang dipinggirkan oleh Liana."Fay seketika menghentikan langkah, kala mendengar kalimat bahwa Liana mengenyampingkannya. Ia paham maksud sang mama, bahwa keberadaannya nomer du
Liana berusaha menggeliat. Ia mendengar orang-orang bicara di dekatnya. Namun, tubuhnya terasa lemah dan tak bisa berbuat apapun. Bahkan sekeras ia bisa membuka mata, hasilnya nihil.Kejadian sebelumnya, dia yang kebingungan kala sopir yang membawanya akan menuju di mana Fay menunggu, tiba-tiba berhenti dan beberapa pria masuk ke sana. Liana tak bisa berbuat apapun, selain menjerit dan melawan. Dan kala seseorang meletakkan sesuatu di mulutnya, wanita itu sontak tak sadarkan diri."Tolong jangan memancing perhatian orang lain." Jaya berbisik pada anak buahnya."Iya Bang." Beberapa mereka menyahut. Termasuk seseorang yang kini mendorong kursi roda Liana."Oya, pastikan ponsel kalian tidak aktif. Jika ingin berkabara pada keluarga atau pacar kalian lakukan sekarang," lanjut Jaya kemudian. Mereka semua mengangguk, paham betul apa maksud ketua tim tersebut.Tak lama, sebuah himbauan agar seluruh penumpang memasuki pesawat terdengar. Mereka pun bersiap dengan berdebar. Tidak banyak kesempa
Hamdi tercenung, memperhatikan layar ponselnya yang tak kunjung tersambung dengan Liana. Lelaki itu merasa sudah gila! Jelas-jelas kamera CCTV mengatakan puterinya telah terjun ke sungai, mana mungkin bisa selamat.Dia sempat berpikir semua ini adalah ulah Bondan. Namun, bukankah kejadian ini terlalu sempurna. Bagaimana jika Bondan membunuh Liana dengan alibi bunuh diri? Mengingat bagaimana pertemuannya dengan pria itu tadi.Begitu masuk kantor polisi seorang pria menyambutnya. Lelaki berseragam dengan tag nama 'Heru Brawijaya' seolah tahu apa tujuannya datang."Mari, Pak. Biar kami bantu." Pria tersebut mengucap dengan ramah. Padahal Hamdi tidak ingin dilayani oleh orang tersebut, sebab sejak kejadian sebelumnya, dia yang ditangkap karena salah paham, melihat dengan mata kepala sendiri, oknum polisi itu tampak akrab dengan Denni. Dia takut bukannya mendapat perlindungan, justru akan dibuat strategi Bondan untuk menyakiti Liana.Dan benar firasatnya ... sekarang puterinya tinggal nam
"Hai, lihat! Pria itu hendak berbuat cabul pada klien!" seru salah seorang sniper yang memperhatikan pergerakan di kamar di mana Liana disekap.Seorang pria tampak membungkuk dan kurang ajar pada wanita di atas ranjang yang tak berdaya tak sadarkan diri."Bersiap!" seru rekannya yang lain. "Lihat sampai wanita itu benar-benar terdesak. Kita tak boleh gegabah!"Sniper pertama mengangguk. Mengiyakan perintah ketuanya.Sementara di seberang ruangan yang terjadi sebenarnya adalah, bahwa Jo tengah bertanggungjawab terhadap tugasnya. Seorang wanita yang berada bersama beberapa pria yang menjaganya tengah membutuhkan sesuatu."Air ..." Suara serak Liana terdengar menghiba. Jo yang mendengar suara wanita itu segera bangkit dari tempatnya duduk dan mendekat pada sosok yang tampak sangat tersiksa itu."Kamu mau minum, Nona?" Jo membuka segel botol mineral yang sempat diraihnya di atas meja.Liana tak menjawab. Ia hanya tampak begitu kelelahan sambil memejamkan mata. Dua kelopak itu terlalu ber
Suara tembakan terdengar beruntun, kala langkah mereka yang tengah berlari di anak-anak tangga semakin dekat mencapai lantai tiga. Ubed terus bertanya dalam hati, apa yang terjadi? Apa di dalam sana terjadi saling tembak karena cekcok sesama anggota geng. Atau Liana yang ditembak beruntun karena tak mau menuruti kemauan mereka?Sampai di depan apartemen, Jaya berhenti mendorong pintu. Dari sana, semua orang tahu, bahwa di ruangan tersebut Liana disekap. Ubed berusaha mendobrak. Namun, pintu apartemen itu terlalu besar dan kuat. Dua anak buah Mr. X bahkan tak sabar hingga menembaki rumah kunci pintu apartemen tersebut, lalu menendangnya beramai-ramai.Begitu pintu terbuka, dan kaki-kaki mereka menjejak di dalam apartemen, mata setiap orang membeliak. Darah segar bersimbah di atas ranjang dengan beberapa orang berada di sana. Sementara dua orang bersembunyi di dinding dekat jendela dengan raut ketakutan. "Liana!" teriak Indra sembari berlari, ia tak kuasa melihat kondisi adiknya. Dita
Mata Liana terbuka perlahan. Sebelumnya ia terus dipaksa minum sesuatu secara berkala oleh orang-orang yang tak dikenalnya, hingga kepala terus terasa berat. Setidaknya selama hampir dua hari tak sadarkan diri dan tertidur, Liana mendapat istirahat dengan tak lagi menangis. Mungkin, karena sekarang dia sudah terpisah dari orang-orang jahat itu dan bersama orang-orang yang mencintainya, perlahan efek minuman itu berangsur hilang.Wanita yang masih tampak lemah tersebut melihat ke arah jendela dari ekor mata, di mana jalan, trotoar, pohon-pohon dan bangunan di luar sana ditutupi salju."Kita di mana?" tanya Liana berusaha mengangkat kepala menatap wajah Shinta."Kita di Belanda, Li. Kamu istirahat saja. Oke?" Shinta agak menjauhkan tubuh dari sahabatnya, agar."Belanda?" Liana mengalihkan pandang ke arah lain. Lalu memejam, berusaha mengingat apa yang terjadi.Saat membuka mata, ia kembali melihat pada sosok seorang pria. Sorban yang melingkar di tubuh pria tegap itu bergerak, tertiup
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk