"Gus." Suara lembut Liana melenakan Ubed untuk beberapa waktu. Wanita itu sedikit mendongak, menatap pria jangkung yang memberinya tatapan teduh.Perempuan yang mengenakan gamis motif polkadot tersebut merasa tatapan pria di hadapannya tak asing. Ia seperti menangkap luka dari mata kelam lelaki yang mengalungkan sorban di depan sana. Luka yang tak mampu ia pahami dan terjemahkan untuk saat ini."Ehm. Maaf. Saya seperti pernah menaiki mobil ini." Senyum tipis terlukis di wajah Liana yang berseri. Ia merasa tak nyaman karena menyentuh barang milik orang lain tanpa izin."Hem?" Ada gelenyar aneh menjalar di hati Gus Bed. Rasa yang terus mengusik meski hal tersebut bukan lagi sesuatu yang patut untuk dibenarkan. Matanya sempat melebar mendengar pernyataan Liana mengenai ingatannya.'Saya seperti pernah menaiki mobil ini?'Apa Liana sudah ingat? Itu kenapa dia ada di sini sekarang, untuk mengkonfirmasi apa yang ada dalam pikirannya."Maaf?" Liana merasa canggung atas reaksi putera Kia
Fay masih menggenggam tangan Liana, hingga mobil sport yang dikemudikan Gus Bed merangsek meninggalkan halaman pesantren, dan hilang di balik pagar.Liana tak mengerti, mengapa kepergian Gus Bed membuatnya seperti kehilangan sesuatu dari dalam diri. Ada kehampaan yang tiba-tiba mengisi sudut hatinya.'Apa ini?'_________Mata Liana memejam. Membiarkan rasa sakit dari kepala mendominasi dirinya. Inilah yang dokter katakan semalam, bahwa ingatan-ingatannya bisa saja dimulai dari munculnya rasa sakit di kepala.Liana telah mengatakan ingin melepaskan semua masalalu demi Fay. Namun, mustahil dia membuangnya, mengubur, atau melupakan begitu saja. Sebab, hanya dengan mengenang apa yang terjadi di masa lampau itulah ... kini ia ada, kuat, tak mengenal rapuh, apalagi terus-terusan mengeluarkan air mata-- meski sebagian hanya kepura-puraan.Dan kini Liana menjadi sangat berbeda ... bergerak tanpa ingatan. Ia menginginkan sesuatu atas dorongan naluri.'Oke ... tenang Li, kuat lah! Senyap! Sampa
Suasana di luar memang bising. Percakapan dari banyak ibu-ibu hamil yang mengantri. Namun, di sini ... di dalam ruangannya, Shinta hanya berdua dengan satu pasien. Seorang wanita mengeluh dengan memegangi tengkuk. Rasa berat seakan menghimpit bagian belakang lehernya, hingga rasa sakit di kepala tak luput menyerang. Menyebabkan tubuh wanita hamil itu tak bebas dalam bergerak." .... bagian sini juga, Bu." Dipegangi lengan "Kadang juga mual. Duh, rasanya gado-gado. Mau ngapa-ngapain gak enak," keluh pasien Shinta yang tengah mengandung empat bulan tersebut.Shinta menatap ibu muda di depannya. Namun, pikirannya sedang tak berada di sana."Bu!" panggil pasien yang merasa tak dihiraukan."Ahm, ya?" Perempuan yang tengah memakai pakaian putih-putih itu terhenyak. Sadar. Sedari kemarin, ia tak bisa fokus pada pekerjaan."Maaf. Bisa Ibu jelaskan lagi?"Pasien tersebut mendesah. Kecewa. Panjang lebar ia menjelaskan keadaannya. Namun, bidan yang menanganinya malah melamun.Shinta mulai tak t
"Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu: pecandu khamar, orang yang durhaka pada orang tua, dan orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji pada keluarganya." [HR. Ahmad]💕💕💕"Apa?!" Fay tak menyangka jika Shinta bisa berlaku licik untuk perkara sebesar itu. Lagipula bukan kah tindakannya itu ilegal?Shinta sedikit menunduk, menghindari tatapan Fay yang menghunus dan mengintimidasi ke arahnya. "Maaf, Fay." Shinta tak berani mengangkat kepalanya. Meski begitu ia merasa punya alasan melakukan kesalahan besar tersebut. Bukan kah dulu lelaki di depannya itu punya perangai sangat buruk, yang berpotensi merusak rumah tangga Liana. Siapa yang mengira, jika langkah yang ditempuh Shinta justru membuat Liana makin menderita. Dia yang berpikir Ubed akan menerimanya dan bahagia bersama anak mereka, justru yang terjadi berkebalikan. Gus Ubed tetap saja sulit memaafkan, bahkan tega menyiksa Liana dengan rumah tangga keduanya. Kehadiran Raudah lah yang ja
Fay melihat angka yang menunjukkan waktu di layar, sebelum kembali meletakkan ponsel ke atas dasbord mobil. Angka menunjukkan pukul 20.15 WIB. Tak terasa pembicaraan seriusnya dengan Shihta memakan waktu lebih dari 30 menit."Lama juga. Huft." Fay meniup berat. Mengurungkan niat awal meletakkan ponsel ke dasbord. Tadinya pun ia enggan membalas pesan dari Liana karena kondisi hatinya yang sedang diliputi mendung. Cemburu. Namun, ia perlu memberi alasan pada sang istri karena harus pulang terlambat, dan bukan saatnya untuk menurutkan perasaan. Walau bagaimana, Ubed akan tetap menjadi bagian hidup Liana, meski hanya masa lalu.[Ya, Sayang. Kemungkinan agak malam, ya. Atau aku pulang aja dulu ....]Baru saja mengetik, Fay menghapusnya. "Kalau kubilang pulang dulu, dia akan bertanya-tanya, memangnya selama dua jam ini aku ke mana?"Fay mendesah. Diketik ulang pesan yang akan ia kirim untuk istri tercintanya. Ini lebih baik ketimbang harus berbohong. Lelaki dengan wajah berbentuk ovale itu
Shinta meregangkan tubuh dari lelah yang mendera. Akhirnya setelah berjam-jam, selesai juga tugasnya di klinik. Diraih sebotol mineral dari kulkas kecil di pojok ruangan. Lalu duduk dan meminumnya. Memberi kelegaan pada kerongkongan yang telah kering selama beraktifitas."Bu Shinta," panggil asistennya yang datang dari luar. Ia telah menyelesaikan tugasnya. Mengarsipkan semua data bersama dua rekan lain, dan membersihkan sisa-sisa keramaian yang sempat tercipta lebih dari lima jam di dalam klinik."Ya?" Shinta menyahut. Meletakkan botol lalu memperhatikan wanita yang kini berdiri di depannya."Saya pamit." "Oya, silakan." Bidan tersebut tersenyum. "Terimakasih," ucapnya kemudian."Eum, Bu. Tadi saat Mbak Andini pulang ... em." Yuki mengucap ragu. Shinta mengerutkan dahi karenanya.Apa yang akan perempuan itu katakan? Shinta pikir Yuki hanya akan pamit, tapi malah seperti akan bercerita sesuatu yang penting."Nah, iya, nih. Kok tadi pas aku datang gak ada Andini gak ada.""Yah, dia a
"Kang!!" seru Jaya -salah satu komplotan penculik Raudah- pada dua rekannya yang nyaris tertabrak.Suara klakson sebuah truk memekakkan telinga Darmin dan satu temannya. Mereka sontak mundur. Lalu disusul bunyi klakson lain bersahutan, para pengemudi setelahnya -yang masih belum puas selagi dua orang itu masih berada di badan jalan."Jangan cari mati, wei!!" teriak salah seorang pengemudi terakhir yang berhasil memukul mundur lebih jauh Darmin dan rekannya."Huft! Hampir saja." Darmin menggumam sambil mengusap dadanya berkali-kali."Hati-hati, Kang," ucap rekan di sebelahnya yang ngos-ngosan."Halah! Lo bilang ati-ati tapi ya, sama aja mau ketabrak!" Suara Darmin meninggi. Lelah, syok dan kesal bercampur jadi satu. Bawaannya jadi emosi pada siapapun tanpa sebab jelas.Jaya berlari mendekat pada kedua orang yang masih deg-degan karena hampir bertemu malaikat maut itu."Ayo menepi dulu, suasana di sini sangat ramai." Suara Jaya meninggi, melawan suara bising dari mobil yang lalu lalang.
Fay bergerak mendekati mobil sport yang terparkir di garasi halaman rumah mertuanya. Langkah lebarnya semakin laju, hingga salah satunya mencapai pintu mobil. Dibukanya pintu tersebut dan duduk dengan nyaman di sana.Sebelum memasukkan kunci mobil dan memutarnya, ia ingat sesuatu yang tadi sempat dimasukkan ke kantong sebelum beranjak ke luar kamar. Sebuah amplop berisi rambut Alhesa. Lelaki itu akan merasa aman membawanya dan meletakkan benda tersebut ke dalam dasbord mobil, dengan begitu tak ada yang mengganggu pikiran. Takut kalau-kalau Liana akan menemukannya, yang kemudian membawa pada sekadar kecurigaan atau malah Liana menyimpannya.Pria dengan rambut hitam dan kulit bersih itu masuk ruangan kantor polisi dengan tergesa. Di dalam sana, Indra yang melihat kedatangannya berdiri. Meninggalkan kursi yang terbuat dari kayu memanjang dekat meja dan laptop di depan seorang polisi yang tengah mengetik. Indra melirik sebentar pada polisi itu. Tapi seorang pria yang terpaksa lembur ters
Administrasi sudah selesai dilaksanakan oleh Alhesa. Ketika kembali ke kamar dilihatnya semua barang bawaan sudah bersih tidak ada, faqih begitu tangkas dan cekatan akan hal ini, lalu abi dan uminya sudah siap untuk kembali ke pesantrennya.Faqih membantu membopong abinya dari samping dan umi menggandengan tangan alhesa dari belakang. Jika hal ini dilihat orang mereka seperti sudah menjadi keluarga asli. Dimana menantu bersama sang mertua laki-laki dan putrinya bersama sang ibu dari belakang.Sesampainya di mobil kyai ubed yang duduk disamping faqih banyak berbincang mengenai perhelatan politik yang sedang terjadi. Dirinya bersama umi berbincang mengenai model gamis yang saat ini sedang tren. Sudah sangat seperti keluarga yang menyatu dari mereka.Sesampainya dirumah para santri sudah berjejer di sepanjang jalan untuk menyambut sang guru yang sudah sehat. Iringan hadroh dan sholawat saling bersahutan, di saat itu juga kyai ubed menitikan air mata karena pesantren yang selama ini dilind
“Baiiklah kyai, saya memahami semua itu. Tapi saya sebagai laki-laki yang sudah sangat jatuh hati dengan putri kyai berusaha untuk mencoba bisa mempersunting putri kyai. Alasan saya mempersuntingmu bukan hanya sekedar paras yang memang cantik, tapi perilaku, kepribadian dan kecerdasannya yang membuat saya luluh untuk jatuh hati yang pertama kalinya. Karena selama ini saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh hati kepada wanita. Apapun hasilnya nanti, saya sudah menyiapkan diri dengan segala kemungkinan. Jika kyai berkenan al hess saya sunting saya akan berjanji membuat dirinya bahagia, aman dan nyaman seumur hidup. Tapi sebaliknya jika Alhesa sendiri yang sudah memiliki tambatan hati, dirinya merasa bahagia bersama orang tersebut maka saya akan menerimanya. Bagi saya kebahagiaan Alhesa yang terpenting bagi saya.” Ujarnya kepada nabinya.“Baiklah, saya ucapkan terimakasih atas niat baikmu dan saya juga yakin kamu memang orang yang baik,amanah, dan bisa bertanggung jawab. Tapi kam
Alhesa kembali terbangun dan merasakan sakit dikepalanya. Dirinya diam sejenak dan meratapi apa yang sedang terjadi padanya. Dirinya tidak menyangka akan menerima mimpi yang sangat aneh baginya. Seolah-olah mimpi itu sangat nyata adanya. Lal dilihat jam yang berada di dinding kamarnya, dirinya melihat waktu sedang menunjukkan pukul empat dini hari. Akhirnya dirinya menuju ke kamar mandi untuk buang air kecil dan sekalian mengambil air wudhu.Dilaksanakannya sholat malam dan diri nya terlihat sangat khusuk di setiap rakaatnya. Selain itu dirinya mengucapkan dzikir di setiap untaian tasbih yang terjadi putranya. Dirinya memohon petunjuk mengenai permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi sebelum itu dirinya memanjatkan rasa syukur akhirnya dirinya dan keluarganya bisa hidup tenang tanpa ada rasa takut dan penuh tekanan dari para penjahat yang selma ni menegurnya. Sang nabi juga sudah kembali normal dan umi puns sangat bahagia dengan keadaan nabi yang sekarang.“berilah hamba jodoh yang
Sesampainya di kamar Alhesa, dirinya langsung mandi dan menyalakan shower air hangatnya. Dipakaikan sabun yang memberikan aroma terapi yang menenangkan isi kepalanya yang sedang berkecamuk. Dirinya harus bagaimana agar perjodohan itu tidak terjadi. Jujur dalam waktu yang diluar duanya saat ini ada laki-laki yang mendekat tanpa terduga.Alex yang begitu berkharisma dan entah mengapa dirinya begitu nyaman saat bercerita dengannya. Bukan tangisan yang biasanya dirinya sembunyikan dikeluarkan seketika kepadanya.Tapi saat ditelusuri kepada alex, hantianya hanya sebatas berteman seperti biasa. Tidak ada rasa jatuh hati sedikitpun, dirinya merasa nyaman dan aman menjadi teman alex. Lalu laki-laki yang ditemuinya hari ini adalah ustadz faqih yaitu laki-laki yang membuatnya cukup berdebar hatinya sejak pertama kali masuk ke ruangan tdi. Entah mengapa rasa aman dan terlindungi langsung terkuak saat melihatnya. Apalagi tadi terjadi sedikit obrolan yang membuatnya cukup untuk semkai penasaran den
“anakku Alhesa ini dirinya masih senang berpetualang dan mencari wawasan. Entah kapan dirinya memikirkan pesantren dan nasib keturunanku.”“y amlaah baik tp kyai, dirinya begitu demi membangun pesantren sang ayah untuk menjadi lebih baik lagi dan inovatif. Karena kau dengar kalau Alhesa juga menulis banyak buku dan aksi sosialnya membela pernikahan untuk tidak buru-buru. Harus matang secara spiritual, sosial dan finansial. Bukan begitu nak?” Tanya sang kyai kepada Alhesa.“hee betul kyai!” Jawabnya kepada sang kiai.Setelah semuanya terasa nyaman, dan tenang sang kyai yang undur diri dan berkata sesuatu yang membuat Alhesa mengerutkan keningnya. “nanti ku tunggu jawabanmu terhadap Alhesa ya!” Sambil bersalaman dan cipika-cipiki layaknya tradisi para kyai yang demikian. Alhesa hanya mampu diam dan berpura-pura tidak tahu akan hal yang membuat hatinya tidak enak hati.Semuanya berpamitan termasuk dengan faqih yang tadi cukup berbincang dengannya dan bisa nyambung dengan pemikirannya me
Korean melihat Alhesa sudah merasa sedih dirinya tidak ingin melanjutkan perbincangan mengenai perjodohan tersebut. Lalu dialihkannya topic mengenai masa depannya itu, dan tak lama kemudian datanglah pesanan mereka berdua. Alhesa juga memesankan bungkusan nasi kepada umminya agar mati usai makan dirinya tidak usah menunggu lama lagi.“ayuk makan” ujar Alhesa yang melihat alex terlihat melamun.Suasana makna pun tras ahneing. Alhesa terbiasa untuk tidak bicara saat makan, selain itu alex juga tidak ingin membuat suaan aman tidak nayamanapalagi Alhesa makan dengans edikit menahan gerak karena luka yang ada di lengannya.Setelah selesai makan bersama. Akses menuju ke kasir untuk membayar semua tagihannya, alex yang berada disampingnya membantu membawakan nasi bungkus untuk sang ummi.Setelah menyelesaikan pembayaran alex pamit ke para temannya untuk mengantarkan Alhesa kembali. Sebenarnya Alhesa menolak untuk diantarkan, tapi alex berkata kalau dirinya tidak tega dan tidak enak dengan ky
Alex yang baru saja keluar ruangan seketika langsung melenggang tanpa menengok ke belakang. Dirinya kaget ketika Alhesa mengantarkannya sampai pada pintu ruangan.“hati-hati” ujarnyaAlex langsung berhenti dan mengobrol dengannya seketika.“kamu begitu menyayangi kedua orang tuamu ya, sampai-sampai berkata pun tidak keluar tadi.”“ya begitulah, mereka yang membesarkanku susah payah terutama suamiku yang aku tahu perjuangannya yang tidak mudah. Jadi di hari tua nanti aku ingin mereka damai tanpa memikirkan apapun. Hidup nyaman dan aman. ““keren ah kamu ini, gimana kalau makan bareng ya? Kamu kan juga belum makan sama sekali?” Tanya alexAlhesa tampak berpikir sejenak dan menengok ke belakang. Akhirnya dia setuju tapi harus minta izin kepada abi dan uminya.“oke, sekalian beliin ummi sepertinya beliau juga belum makan, aku izin dulu ya. Tunggu!”Alex hanya menganggukkan kepalanya dan Alhesa langsung masuk ke dalam lagi.“abi, ummi , alhesa beli makan dulu ya baeng sam alex. Nanti sek
“Tentu saja tidak, melihat abi yang terus dalam bahaya. Lalu ummi yang begitu khawatirnya aku selalu diam dan mengatasinya sendiri.”“Kalau seperti tadi aku tidak datang kau mati disini juga tidak masalah kalau keluargamu juga tidak tahu?’’“Ya mungkin saja begitu, toh juga abi sudah siuman.” Jawabnya dengan enteng.Alex hanya terkagum dengan wanita yang sedang dibopongnya ini. Karena dari depan yang terlihat anggun, kalem dan cuek dirinya memiliki sikap kokoh dan sangat berprinsip.Alhesa tidak sadar bahwa dirinya sedang dibopong oleh laki-laki asing yang itupun pertama kalinya. Karena dirinya tengah asyik ngobrol panjang lebar. Sedangkan alex yang sadar akan tindakannya hanya berpura-pura diam hingga Alhesa sadar dan dirinya jika thu minta turun seketika akan diturunkan seketika.Di saat itu juga seluruh tim mleihat kemesraaan dan keindahan pemandangan sang big bos dan wanita yang meman ayu dan terlihat sangat cerdas.‘cantik bener rek, kayak yuki kato. Tahu begini ya benar saja bos
Alex langsung pergi ke kantor rahasianya untuk mengirim beberapa senjata yang harus dikirimkan oleh para tim ke tim yang berada di lapangan. Seketika juga dirinya pergi tanpa pamit karena kondisi sangat tepat untuk melangkah maju ke strategi selanjutnya.Setelh sampai di lokasi dirinya memilih baju-baju dan senjata yang harus dibawa ketika nanti ke tahap strategi selanjutya. Karena di tahap itu seharusnya ada ranah-arah yang harus segera diwaspadai karena dirinya juga berada di titik vital. Saat strategi sudah berjalan dengan sangat baik. Dirinya merasa ada insting tidak enak, karena sesuatu yang mudah di awal pasti akan ada hal yang diluar dugaan. Tapi dirinya terus fokus dan meneliti setiap step agar bisa menjaga sisi rawan-rawan tertentu.Tiba-tiba ada telepon dari penjaga di rumah sakit bahwa Alhesa tidak kunjung ada di rumah sakit. Dan dari tim yang berada di sasaran kembali menelpon bahwa sedang melihat seorang wanita berkerudung dibawa masuk ke lokasi.Dan alex langsung menangk