"Menurutku, kau sudah profesional! Nasi gorengmu pun enak banget, Cherrine." Revin tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji-muji. Dia memakan nasi goreng dengan lahap bersama dengan kerupuk udang yang ada di dalam toples. Wajah Cherrine berbinar-binar puas mendengar pujian untuknya.
Lisa yang baru saja keluar dari kamar, mendengar semua pembicaraan itu. Dia datang menghampiri meja makan.
"Ah, Mbak Lisa baru bangun? Maaf ya, Mbak, aku tadi buru-buru jadi cuma sempat memasak untuk Mas Revin." Cherrine segera membuka suara. Walaupun dia berbicara lembut tapi jelas dia sedang membalikkan fakta. Dialah yang telat bangun tetapi dia malah mengatai Lisa.
Lisa mendengkus mendengarnya.
"Ada apa kau berdiri di situ? Sudah kubilang kalau wajahmu masih seperti itu jangan tunjukkan padaku saat aku sedang makan." Revin berucap dengan nada dingin.
"Aku cuma mau bilang bahwa semua yan
Halo! ^^ Terima kasih atas dukungan kk sekalian pada novel ini! Bagi Readers yang belum pernah nge-vote, ayo dong bagi vote-nya. Author nunggu nih! ʕっ•ᴥ•ʔっ
"Apa maksudmu mengatai Cherrine anaconda?" Renata bertanya dengan nada bingung. Ia mengerutkan kening. Dialah yang memilih Cherrine untuk menjadi menantunya. Bagaimana bisa dia salah pilih?"Ya maksudku karena sifatnya seperti itu. Baru kemarin dia pindah ke rumahku tetapi dia sudah menunjukkan wujud aslinya." Revin menghela napas bosan."Apa yang sudah terjadi?" Kali ini Alex yang bertanya."Cherrine menampar dirinya sendiri dan menuduh Lisa menamparnya. Dia juga mengakui bahwa ia memasak makanan yang bukan masakannya. Padahal aku sangat tahu bagaimana rasa masakan Lisa. Masakan Cherrine tidak ada apa-apanya," ucap Revin terkekeh. "Apa dia pikir dia sedang bermain sinetron? Aktingnya lumayan bagus. Sayangnya dia bodoh!""Apa? Mana mungkin? Kau mungkin salah paham, Revin." Renata belum bisa menerima pernyataan Revin. Cherrine adalah putri salah satu sahabatnya. Mana mungkin Cherrine berbuat seperti i
Revin menghembuskan napas kasar. Apa yang dikatakan papanya memang benar, tetapi dia selalu merasa geram pada Lisa. Dia tidak bisa menutup telinga dan matanya atas apa yang sudah diperbuat Lisa. Bahkan Lisa tidak ada pertobatan sedikit pun dalam mencoba membodohinya. Bisa-bisanya Lisa berbohong mengatakan bahwa ia menginap di kafe padahal ternyata tidak. Ngapain lagi dia berbohong kalau bukan karena bermain dengan laki-laki lain? "Menjijikkan," gumam Revin. "Apa yang kau katakan?" Alex tidak begitu mendengar ucapan anaknya barusan. "Bukan apa-apa. Aku tahu apa yang kuperbuat. Papa dan Mama tidak perlu mengkhawatirkan si ular betina." "Kami bukan mengkhawatirkan dia. Yang kami khawatirkan hanya bayi yang ada di perutnya!Setelah bayi itu lahir, kau bisa menendangnya jauh darimu!" Alex agak cemas, dia meragukan putranya. Bagaimana kalau Revin menyakiti Lisa sampai Lisa keguguran. Jika bayi itu a
"Lisa!" Damian beranjak dari sofa dan menghampiri Lisa yang mematung di ambang pintu.Lisa merasa tidak nyaman melihat Damian ada di rumahnya. Suasana di rumah tidaklah menyenangkan. Apalagi ada Cherrine yang sudah jelas adalah selingkuhan suaminya. Bagaimana nanti Damian menilai itu semua?Lisa tidak begitu suka Damian tahu keadaannya. Damian hanyalah seorang bocah, dia tidak perlu tahu banyak hal. Lagian Lisa tidak begitu mengenal Damian. Apakah Damian berada di pihaknya atau bukan? Bisa saja Damian menceritakan apa saja yang terjadi di rumahnya pada Nafa. Dan jika itu terjadi, mungkin saja Nafa akan membuat ulah yang tidak bisa ia prediksi."Kenapa kau malah diam di sini? Ayo duduk! Ada yang ingin kubicarakan." Damian menarik tangan Lisa, tetapi Lisa menepisnya."Kenapa kau tidak meneleponku dulu sebelum datang? Lebih baik kita bicara di tempat lain." Lisa hendak keluar tetapi Damian menahan lenga
"Apa?" Wajah Cherrine sudah memerah karena menahan emosi terhadap Lisa. "Itu tidak benar!" sangkalnya cepat. 'Lihat saja, nanti malam aku akan membuatmu ditendang keluar dari rumah ini!' Cherrine mengutuknya di dalam hati. Lisa tidak memedulikan omongan Cherrine yang tak berguna. "Damian, kau pasti belum makan siang kan? Ayo kita keluar untuk makan siang. Soalnya masakan pembantuku ini sama sekali tidak enak. Dia adalah pembantu yang tidak berguna!" ucap Lisa dengan nada merendahkan. "Oh ya? Baiklah kalau begitu." Damian dan Lisa pun langsung beranjak meninggalkan rumah itu. Gigi Cherrine merapat. Rasa kesalnya sudah mencapai ubun-ubun. Tetapi ia harus menekan emosinya kuat-kuat karena tamu tampan itu. "Awas saja kau nanti malam!" Cherrine menyeringai geram, sudah tidak sabar menunggu nanti malam. ***
Cherrine baru saja pulang dari kampus. Teringat kejadian tadi siang membuatnya kembali merasa kesal."Lisa sialan!" umpatnya.Saat ini dia merasa haus. "Hei kau, buatkan jus jambu merah ya. Sekarang juga!" titahnya pada Ema yang hendak pulang. Cherrine sudah terbiasa seperti itu di rumahnya sendiri.Kening Ema mengerut saat mendengar nada memerintah itu. Bukankah Cherrine juga seorang ART sama sepertinya? Kenapa dia malah main suruh begitu saja? Dan kata-katanya sungguh tidak sopan. Majikannya saja selalu mengatakan kata tolong ketika menyuruhnya melakukan sesuatu."Kau bukan majikanku, kenapa malah memerintahiku seperti itu?" protes Ema sedikit kesal.Cherrine bersedekap. "Sebentar lagi aku akan menjadi nyonya di rumah ini. Jadi lebih baik kau menurut saja," ucap Cherrine dengan nada arogan. Mentang-mentang Revin memperlakukannya dengan lembut dan tampaknya suka padanya, Cherrin
Di kamar mandi, Revin menghembuskan napas kasar. Tangannya berulang kali mengepal, merasa tidak suka akan cerita Cherrine. Dia tahu Cherrine ini adalah penipu, tetapi dia juga memiliki keyakinan bahwa Lisa memang telah berselingkuh."Menjijikkan," geramnya dengan gigi merapat. Siapa Damian itu? Lagi-lagi otaknya berputar tentang itu. Jika laki-laki itu memang selingkuhan istrinya, kenapa berani sekali datang ke rumah? Jelas itu tidak mungkin, bukan? Tapi...Mata Revin seketika melebar. Tentu saja itu bisa terjadi! Lisa pasti sedang menantangnya. Karena dia sudah berani membawa wanita lain ke rumah, jadi kemungkinannya, Lisa mencoba melakukan hal yang sama! Revin menggertakkan gigi karena dia sangat membenci hal ini. Sungguh benar-benar berani, Perempuan sampah yang tidak tahu diri!Bahkan setelah mandi, Revin masih saja uring-uringan di kamarnya. Mandi air dingin sama sekali tidak bisa menekan amarahnya. Lisa sekarang su
Begitu berada di dalam, Revin langsung mengedarkan pandangannya. "Di mana Lisa?" tanya Revin tanpa basa-basi pada Aisyah. "Mbak Lisa ada di atas, Mas," jawab Aisyah apa adanya. Revin langsung berbalik dan naik ke lantai atas. Di lantai atas, dia tidak mendapati Lisa. "Lisa!" panggilnya geram. Dia berjalan menuju kamar Lisa. Dan ceklek! Revin membuka daun pintu tetapi pintunya terkunci. Rahang Revin mengeras. Otaknya sudah kotor membayang kan Lisa sedang berduaan dengan laki-laki di kamar itu. "LISAA!" teriaknya. Dorr! Dorr! Dor! Revin menggedor pintu dengan kasar. "Tunggu sebentar, Kak!" sahut Lisa. "Buka pintunya, cepat!" Dorr! Dorr! Dorr! "LISAAA!" Revin sungguh tidak sabar! Lisa pun terburu-buru menuju pintu. Dia mengunci pintu hanya ingin memperbaiki dandanannya sekejap. Dia tidak ingin terlihat lusuh dan pucat di hadapan Revin. Walaupun sudah
Begitu Lisa berucap seperti itu, Revin langsung mencengkeram kasar tangan Lisa."Jadi kau mencoba membawa laki-laki ke rumah karena aku membawa Cherrine?" tanyanya dengan gigi merapat. Lisa meringis pelan hingga Revin segera tersadar dan melonggarkan cengkeramannya.Lisa menelan ludahnya. "Apa maksud kakak?""Kau membawa laki-laki bernama Damian ke rumah!" bentak Revin membuat Lisa semakin menciut ketakutan. Bahkan tubuhnya yang sudah gemetaran semakin bergetar. Dia takut dipukul Revin. Revin sama sekali tidak menyadari ketakutan Lisa. Dia sedang dipenuhi emosi."Damian itu adikku. Kami dua bersaudara," jawab Lisa cepat dengan suara parau. Seketika cengkeraman di tangan Lisa lepas."Kau punya adik?" tanyanya tak percaya dengan kening mengerut. Lisa mengangguk.Revin diam sejenak kemudian mendengkus. "Aku akan segera tahu kau berbohong atau tidak soal itu."
Lisa tetap diam. Hatinya menjadi semakin resah. Sebaliknya daripada menjawab Revin, Lisa mengalihkan pandangannya pada Damian. Dia seolah menunggu kode, tetapi Damian hanya diam tidak berkata apa-apa.Akhirnya dia beralih menatap Revin. Dengan gugup dan malu dia berkata, "Kau bilang, kau... mengetahui fakta tentangku. A-apa kau juga tahu bahwa dulu sewaktu masa sekolah, aku...aku...pernah mengalami..." Lisa diam tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Baginya ini sangat menyedihkan dan memalukan. Tapi tiba-tiba Revin memeluknya membuat Lisa terkejut dan melebarkan mata."Tidak usah kau jelaskan, Sayang! Aku tahu semua hal buruk yang menimpamu. Pria itu sudah mendapatkan ganjarannya di penjara. Begitu pula dengan Nafa, mantan ibu tirimu. Sampai sekarang dia masih berada di sana."Mendengar itu, air mata Lisa tiba-tiba jatuh tanpa bisa ia kendalikan. Tubuhnya bergetar dan dia mulai menangis. Dia sudah tahu tentang nasib pria itu dan nasib Nafa dari Damian, tapi saat pria ini yang mengataka
Revin terdiam mendengar ucapan Damian yang dari sejak lima tahun lalu sebenarnya selalu ia pikirkan. Apakah Lisa memang membencinya? Apakah itu adalah fakta? Sampai sekarang Revin tidak tahu jawabannya. Dan itu benar-benar berhasil membuatnya merasa gelisah dan dihantui. Tapi dia selalu mengingat saat terakhir ia berbicara pada Lisa waktu itu di mana Lisa masih memberikan perhatian pada luka di sudut bibirnya. Jika Lisa memang membencinya, mana mungkin ia masih memperhatikan hal kecil seperti itu sementara dirinya sendiri sudah di ambang maut. Entahlah! Revin tidak bisa menerkanya."Aku akan membuatnya mencintaiku," jawab Revin singkat pada Damian.Damian kembali mendengkus. "Rasa percaya dirimu terlalu tinggi."Revin mengerutkan kening. "Batu pun akan berlubang jika terus terkena tetesan air. Asalkan aku bertekun berbuat sebaik mungkin untuknya, aku akan mendapatkan hasilnya. Tapi itu bisa terjadi kalau kalian semua setuju untuk tidak ikut campur dalam hubungan kami."Damian menghela
"Mereka tidak terlibat," jawab Damian jujur.Revin sedikit lega mendengarnya ternyata orang tuanya masih memiliki hati nurani. Dia lalu bersedekap. "Kau menyembunyikan istriku selama lima tahun, aku bisa saja menjebloskanmu ke dalam penjara, Damian."Damian menatap Revin. "Laporkan saja, tapi Lisa akan semakin membencimu jika kau melakukan itu.""Dia kehilangan ingatan. Dia lupa padaku, jadi dia tidak memiliki rasa benci," tanggap Revin.Damian mendengkus. "Aku bisa membuatnya membencimu.""Apa pun itu akibatnya. Aku tetap bisa melaporkanmu kalau aku berkehendak," tegas Revin dengan kening mengerut tidak suka akan ancaman Damian.Damian geram mendengarnya. "Lima tahun lalu, Lisa mengalami mati suri. Harusnya kau berterima kasih padaku. Kalau bukan karena aku, Lisa pasti sudah dikubur hidup-hidup. Akulah satu-satunya yang menyadari bahwa Lisa masih hidup karena aku terus memperhatikannya dengan seksama dan langsung membawanya ke rumah sakit untuk memastikan penglihatanku!"Mereka semua
Di ruang rawat, mata Revin terus tertuju pada Lisa. Dan tangannya tak pernah lepas menggenggam tangan Lisa. Sesekali ia mengusap kepala Lisa pelan dengan rasa sayang."Lisa, aku mencintaimu," ucapnya dengan wajah sendu. Hingga detik ini ia masih tidak menyangka bahwa Tuhan telah sangat berbaik hati memberinya kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya pada Lisa."Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang Kau berikan padaku ini, Tuhan," ucap Revin di dalam hati dengan penuh rasa syukur.Pikirannya terus berputar merancang masa depan apa yang akan ia jalani bersama Lisa dan putri mereka satu-satunya."Itu sangat bagus jika Lisa benar-benar lupa," gumam Revin. "Aku berharap dia bisa lupa untuk selamanya. Bukankah sangat bagus jika Lisa lupa akan hal yang menyakitkan dalam hidupnya? Aku hanya tinggal membuat kenangan yang baru untuk kami. Kenangan-kenangan baru yang indah yang pantas untuk dikenang."Walaupun hilangnya sebagian ingatan Lisa sama dengan melupakan hubungan mereka, bagi R
Revin sungguh terpesona saat melihat Lisa keluar dari area toilet. Melihat Lisa secara langsung seperti ini, membuat keyakinan Revin mencapai seratus persen bahwa wanita yang berfoto dengan Lalisa memang adalah Lisa, istrinya. Lisa benar-benar masih hidup! Rasanya seperti mimpi bagi Revin. Tapi dia sadar betul bahwa ini adalah kenyataan! Kenyataan yang sungguh menakjubkan! Lisa terlihat sangat cantik, sama saat pertama kali ia mengenalnya di masa kuliah dulu. Jika dibandingkan dengan masa itu, Lisa sama sekali tidak ada perubahan.Namun, Revin tentu masih sangat mengingat tubuh kurus Lisa dengan perut membuncit dan penyakitan. Saat itu Lisa terlihat sangat menyedihkan. Tapi kini sosok Lisa yang seperti itu sudah tidak ada. Memikirkan hal ini, jelas sekali menunjukkan bahwa Lisa menjalani hidupnya dengan sangat baik selama lima tahun ini."Ternyata Lisa telah mengambil keputusan yang tepat untuk bersembunyi dariku dan Lalisa," ucap Revin dalam hati dengan patah semangat. Sejujurnya dia
"Ini adalah hari bahagia Damian, aku harus semangat, setidaknya untuk hari ini," ucap Lisa di dalam hati.Ia menatap penampilannya di depan cermin toilet. Cermin itu ukurannya memanjang sehingga beberapa wanita bisa bercermin di cermin yang sama secara bersamaan. Saat ia sibuk memperbaiki penampilannya Lisa pun segera menyadari sesuatu. Di dalam cermin, dia melihat pantulan seorang gadis kecil yang sedang menatapnya dengan intens di belakang. Lisa otomatis berbalik dan menatap si gadis kecil. Dia pun langsung terpesona melihat boneka cantik itu."Hai, kenapa sendirian?" sapa Lisa dengan senyuman lembut."Aku tidak sendiri. Papaku ada di luar menunggu." Lalisa langsung melangkah menghampiri Lisa, mendongak menatapnya dengan mata berbinar."Oh begitu.... Siapa namamu?" tanya Lisa sambil merundukkan punggungnya."Namaku Lalisa. Nama Kakak siapa?""Wah! Nama kita hampir sama. Nama Kakak, Lisa.""Mamaku namanya Lisa juga!" ucap Lalisa."Oh ya?""Iya, tapi sudah meninggal," sambung Lalisa ce
"Entahlah!" jawab Lisa dengan rasa ragu. "Apa aku menulis seperti itu di buku harianku? Aku ingin melihat buku harianku itu.""Kau tidak percaya padaku? Aku berkata jujur.""Pokoknya aku ingin melihatnya. Mana tahu aku bisa mengingat masa beberapa tahunku yang hilang.""Buku hariannya tidak ada padaku. Aku tidak tahu sekarang ada di mana. Mereka yang menyimpannya."Lisa menghela napas. "Apa papa sedih saat aku meninggal?" tanya Lisa penasaran"Tepatnya dia dihantui rasa bersalah. Soalnya apa yang dituduhkan mamaku soalmu sudah terbukti tidak benar. Dia mengira bahwa ia sudah tidak memiliki kesempatan untuk menebus kesalahannya padamu. Mungkin itu juga yang membuatnya terkena stroke saat itu juga."Lisa diam merenungkan ucapan Damian. Papanya menyesal? Jika itu benar, bukankah itu bagus! Bukankah itu hal yang diinginkan Lisa selama ini bahwa papanya akhirnya menyadari kebenaran bahwa ia tidak bersalah?"Harusnya kalau kau melihat papaku menyesal, kau tidak perlu membawaku pergi, Damian.
Damian menolak panggilan itu, tetapi saat dia kembali membuka suara, ponselnya berbunyi kembali."Dari siapa? Angkat saja dulu," ucap Lisa, tapi Damian malah mengaktifkan mode pesawat agar telepon tidak dapat masuk."Yang mau kukatakan lebih penting. Jujur, Lisa. Aku sangat terkejut karena kemarin kau tiba-tiba datang kemari tanpa pemberitahuan.""Kalau kuberitahu, kau pasti tidak mengizinkan. Kau terlalu mengkhawatirkanku, padahal aku baik-baik saja sekarang."Damian menghela napas. Lisa datang ke ibukota, cepat atau lambat rahasia yang ia simpan pasti akan terbongkar. Semalaman Damian memikirkan hal ini. Dan kesimpulan yang ia tarik adalah lebih baik jika dia duluan yang mengungkapkan. Walaupun tentu saja tidak semua langsung ia beritahu. Beberapa hal akan dia tahan dulu. Dia takut mental Lisa malah terganggu kembali jika ia memberitahu semuanya sekaligus. "Berjanjilah kau tidak akan marah. Ada rahasia yang ingin kuberitahu." "Baiklah, apa itu?" jawab Lisa cepat. Lisa yakin sepenuhn
"Bu! Apa Lisa sudah kembali? Aku tidak melihatnya di sana," seru Damian dengan wajah pucat dan napas tidak beraturan begitu sampai ke dalam rumah."Tenanglah, Nak. Dia sudah kembali. Mungkin dia sedang mandi sekarang," jawab ibu tiri Damian dengan suara tenang.Seketika hati Damian melega. Dia pun pergi ke lantai atas untuk menunggui Lisa. Tidak berapa lama Lisa pun muncul. Secara fisik dia sehat. Berat badannya pun normal. Lisa terlihat sangat cantik dan awet muda dengan rambut hitam lurus sebahu. Dia tidak lagi mengecat rambutnya. Dan walaupun usianya sudah 26 tahun, ia terlihat seperti berusia 20 tahun."Lisa!" seru Damian menghampiri Lisa, dan langsung memeluknya."Kenapa pergi ke kuburan sendirian?" tanyanya tak paham setelah melepas pelukannya.Lisa tersenyum. "Kau mengkhawatirkanku?""Kau tahu akulah manusia yang terus mengkhawatirkanmu," lugas Damian dengan bibir cemberut."Kau kan banyak urusan karena akan wisuda, jadi aku memutuskan pergi sendiri. Aku sudah lama sekali tidak