Suara Tanaya terdengar lembut. Dia jelas-jelas tampak patuh, tetapi dia seperti sedang memprovokasi Henry.Henry memicingkan mata. Mata hitamnya tampak mengintimidasi.Wanita ini benar-benar minta dihajar.Apa saja yang telah Keluarga Mauel ajarkan padanya?!"Jauhi Raphael," peringat Henry dengan nada dingin. Dia menarik dasinya dengan ekspresi jengkel.Tanaya menilai ekspresi Henry, lalu dia mengedipkan matanya sebelum bertanya, "Kenapa?"Henry mendengus. Dia tidak berniat untuk menjelaskannya. Tatapannya menjadi makin tajam.Tanaya tidak merasa takut.Dia mencondongkan tubuh hingga wajahnya yang putih berjarak beberapa milimeter dari wajah Henry. Lalu dia berkata dengan pelan, "Apakah kamu cemburu, Henry?"Tubuh Henry menegang. Dia bisa mencium aroma Tanaya dengan jelas.Ketika ucapan Tanaya terlontar, tatapan Henry menjadi makin gelap. Dia sontak menarik Tanaya ke atas pahanya.Tangan Henry yang lain mencengkeram pinggang Tanaya, menekan wanita itu ke dalam pelukannya. Sedangkan tan
Henry menggigit telinga Tanaya lalu bertanya, "Apakah kamu ingin mati, Tanaya?"Sentuhan basah itu membuat tubuh Tanaya gemetar tak terkendali.Dia refleks memeluk Henry. Bulu matanya bergetar. Dia ingin menangis.Henry jelas-jelas tidak pernah menyentuh Tanaya hingga akhir hayatnya di kehidupan lampau. Kenapa dia seperti berubah menjadi orang lain?Jika tahu Henry akan begini, Tanaya pasti akan bersikap patuh.Hiks ....Lampu di luar jendela perlahan menjadi buram. Suhu di dalam mobil makin meningkat. Tanaya takut sekali. Ketika merasakan jari Henry, matanya pun basah."Jangan!" Tanaya tanpa sadar menahan tangan Henry yang ada di balik gaunnya.Suara Tanaya naik beberapa oktaf. Dia menatap pria itu sambil terisak."Jangan apa?" Suara Henry serak. Manik matanya gelap dan penuh dengan gairah yang tak tertahankan.Tanaya mengatupkan bibirnya. Bulu matanya basah. Dia menatap Henry dengan tatapan melas sambil terisak. "Aku nggak berani lagi. Aku sudah tahu salah.""Aku pasti akan menjauhi
Henry tertegun beberapa detik. Dia menatap wanita itu, jakunnya naik turun.Tatapan Tanaya tampak serius sekaligus lembut ketika memandang Henry. Harapannya itu seolah tulus dari hatinya.Henry tidak bisa menjelaskan perasaannya. Biarpun dia tahu bahwa semua ini palsu, hatinya tetap merasa hangat tanpa bisa dikendalikan.Dia mencibir lalu berkata dengan nada dingin, "Jangan pikir aku akan termakan trik itu."Mendengar ucapan itu, Tanaya hanya tersenyum tanpa menjelaskan apa-apa. Dalam hati dia berpikir dengan menyesal, 'Nggak termakan ya ....'..."Apakah kamu tahu kalau kita tertangkap kamera ketika masuk dan keluar hotel bersama?"Sesaat kemudian, Tanaya tiba-tiba teringat akan hal ini."Kenapa? Nona Tanaya takut reputasimu tercoreng?" tanya Henry sambil melirik Tanaya.Tanaya menghindari tatapan Henry lalu menjawab, "Bukan. Aku hanya ingin mengingatkanmu kalau seseorang akan memanfaatkan hal ini.""Bukankah itu yang Nona Tanaya inginkan?" sahut Henry dengan nada dingin. Ekornya mata
Mata Tanaya berbinar. Dia tampak kagum pada Henry.Reaksinya jelas-jelas munafik dan dibuat-buat, tetapi Henry tidak bisa marah.Henry terdiam.Ethan pun sama.Suasana mobil menjadi hening, tidak ada yang berbicara di sepanjang jalan. Ethan mendengar suara di jok belakang. Dia sudah memutari perumahan untuk kesekian kalinya.Hingga beberapa saat kemudian, penghalang di jok belakang dibuka, Ethan pun menghela napas lega. Dia menghela napas lega, lalu melajukan mobil ke dalam perumahan.Henry melihat ke bawah. Entah apa yang dia pikirkan. Ekspresinya tidak begitu bersahabat, dia tampak agak kesal.Mobil segera berhenti, Henry turun dari mobil.Saat melihat halaman yang familier sekaligus familier ini, Tanaya baru menyadari bahwa dirinya telah mengikuti Henry pulang ke rumah pria itu.Tanaya terdiam.Ketika Tanaya turun dari mobil dan hendak pergi, ponsel Ethan berdering. Kemudian dia berkata, "Nona Tanaya, Tuan Henry mempersilakanmu untuk masuk."Tanaya menoleh ke arah pintu, tampak ragu
Tanaya mengedipkan mata dengan bingung. Dia tidak membuat Henry marah, kok.Namun, mendengar Henry mengatakan akan membuat Reiga gawat, tatapan senang dan tidak sabar pun melintas di mata Tanaya.Tanaya menginginkannya.Dia sangat, sangat menginginkannya.Tanaya ingin sekali Reiga segera gawat.Akan tetapi, Henry tidak percaya. Tanaya mengatakannya pun, dia tidak percaya. Tanaya merasa dirinya menahan dengan sulit dan susah payah.Memperkuat tekad untuk membalas dendam memang tidak gampang.Namun, akhirnya Tanaya pun mendekati Henry, mengedipkan matanya lalu bertanya dengan hati-hati, "Benarkah?"Henry menatap Tanaya dan merasa bahwa wanita ini tampak bersemangat.Akan tetapi, sesaat kemudian Henry merasa bahwa dia berpikir terlalu jauh. Seharusnya Tanaya mengkhawatirkan Reiga.Sebenarnya Tanaya menggosok kedua tangannya dengan tidak sabar di dalam hati.Apakah Henry benar-benar bisa membuat Reiga gawat?Apakah dengan membuat Henry marah bisa melibatkan Reiga?Apakah benar-benar ada ha
Baik itu kehidupan lampau maupun kehidupan sekarang, nggak seharusnya Tanaya melakukannya.Hanya saja entah semuanya sudah terlambat atau belum ....Henry tidak menduga jawaban Tanaya, tetapi hatinya bergejolak.Apakah karena Reiga?Henry berhasil menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu.Dia takut jawaban Tanaya bukan jawaban yang dia inginkan.Jadi, biarkanlah dia memiliki sedikit khayalan.Entah apa yang Henry pikirkan. Dia menatap wanita yang ada di depannya itu lalu perlahan berkata, "Nona Tanaya, aku sulit untuk nggak berprasangka buruk padamu."...Setelah meninggalkan kalimat tersebut, Henry pun pergi ke kamar mandi.Tanaya duduk di sofa dengan lesu. Dia merasa agak sedih. Namun, dia tahu bahwa dia pantas mendapatkannya.Tanaya menghela napas pelan. Dia melihat setengah botol vodka yang ada di meja kopi.Karena sedang sedih, Tanaya pun mengambil lalu meneguknya.Rasa menyengat terasa di lidahnya lalu menyebar, kemudian perutnya terasa seperti terbakar, serta seperti ada kemb
Langkah Henry terhenti. Dia menunduk untuk melihat Tanaya.Wanita itu sudah tertidur. Bulu mata lentiknya terlihat jelas. Mungkin karena tadi minum terlalu banyak, bibir Tanaya agak merah dan bening. Dia tampak polos.Henry tidak tahu ucapan itu untuk siapa, tetapi dia tahu bahwa bukan dirinya.Dia menekan gejolak pikirannya, menggantikan pakaian yang nyaman untuk Tanaya, kemudian meletakkan wanita itu di kasur dengan pelan.Cahaya di dalam kamar agak redup, suhunya sedikit hangat.Henry berdiri di samping kasur, mendengar napas Tanaya yang teratur. Tatapannya gelap.Saat ini ponsel Tanaya berdering.Henry ingin mematikannya, tetapi melihat ID "Kak Reiga" yang tertera di layar ponsel, gerakannya pun berhenti.Ponsel Tanaya berdering sekian lama. Henry mengernyit lalu mengangkatnya."Halo, Naya. Kenapa kamu nggak membalas pesanku? Apakah kamu sudah memastikan nggak ada yang salah dengan dokumen yang kamu salin dari Henry?"Suara lembut Reiga terdengar dari ujung telepon, tetapi kata-kat
Teriakan Lydia membuat telinga Tanaya sakit. Tanaya menjauhkan ponselnya, berjalan menuju jendela, lalu membuka tirai. Cahaya matahari langsung menyinari kamar."Aku di rumah Henry."Tanaya berpikir sejenak, tetapi dia tidak tahu harus cerita mulai dari mana.Lydia melepaskan penutup mata. Dia yang mengenakan gaun tidur sutra seksi pun langsung duduk dari kasur dengan alis mengernyit. "Kamu sudah ditiduri Henry?"Tanaya tak bisa berkata-kata."Lydia, tolong perhatikan kata-katamu. Apa maksudnya aku sudah ditiduri?""Kalau nggak?""Aku yang menidurinya!" sahut Tanaya dengan tidak terima.Lydia terkekeh. Dia merapikan rambutnya yang berantakan dengan malas. "Huh, coba kamu bercermin. Lihat dirimu yang pucat pasi dan lemas setelah digauli. Coba katakan, kamu dibuat berteriak seberapa kencang?"Tanaya yang mendengar kata-kata Lydia hampir saja muntah darah."Lydia, aku umumkan bahwa kamu telah sepenuhnya kehilangan temanmu yang imut ini!"Lydia segera merevisi ucapannya. "Baiklah, baiklah.