“Permisi…”
Camille menoleh dan alangkah terkejutnya ia mendapati kedua pangeran berdiri di sana sambil mengulurkan tangan padanya.
Terdengar bisik-bisik dari para tamu undangan lain dan kerumunan para gadis menatapnya dengan tatapan penuh kekesalan karena para pangeran tidak memilih salah satu dari mereka.
“Nona Camille, maukah kamu berdansa denganku?” tanya Allen.
“Nona Camille, berdansalah denganku.” ucap Ashe.
Bahkan Cordelia yang berada di sebelahnya terkejut melihat pemandangan itu. Dia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Camille memandang ke arah kedua pangeran dan tanpa ragu meraih tangan Allen sambil tersenyum. Sebuah senyuman bahagia terukir di wajah Allen dan Ashe terlihat murung. Allen membimbing Camille ke lantai dansa dan berbisik padanya.
“Terima kasih sudah memilihku.”
Alunan musik memenuhi ruangan, Allen dan Camille mulai berdansa. Selagi berdansa, ia melihat Anna dengan tatapan penuh kemarahan. Di sisi lain, ia melihat Cordelia dan Ashe berjalan ke lantai dansa juga. Pasangan itu berdansa di dekat Camille. Saat tatapan Carmelia dan Cordia bertemu, Cordelia tersenyum bahagia.
“Fokus padaku, Camille.” bisik Allen sambil menarik Camille mendekat.
Camile mengangguk dan berdansa dengan Allen. Dari kejauhan, Anna mengepalkan tangannya dengan penuh kekesalan. Ia sangat ingin membanting gelas champagne yang tengah dipegangnya dan ia telah berniat menghukum Camille seberat-beratnya.
“Mama…” panggil Yuri.
“Diam!” jawab Anna dengan penuh kemarahan.
“Lakukan sesuatu!”
“Tidak ada yang bisa kita lakukan! Kamu mau raja murka?”
Yuri seketika terdiam setelah mendengar itu. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada keluarganya. Hanya saja kebenciannya pada kakaknya semakin menjadi.
“Camille sialan! Kenapa harus dia yang dipilih oleh pangeran?!”
Allen dan Camille berdansa sampai musik pun berhenti. Semua orang yang ada di sana bertepuk tangan kepada kedua pasangan yang ada di lantai dansa. Raja berdiri dari singgasana nya dan ikut bertepuk tangan juga.
“Luar biasa! Silahkan nikmati pestanya, tamu-tamuku!”
Setelah mendengar ucapan raja, para tamu turun ke lantai dansa dan mulai berdansa sedangkan raja memberi sinyal pada kedua pangeran untuk menghadapnya.
“Aku akan kembali.” ucap Allen pada Camille sebelum pergi meninggalkannya untuk menghadap raja. Cordelia merangkul tangan Camille dengan wajah yang berseri-seri.
“Pangeran Ashe mengajakku berdansa tadi tanpa ada keraguan! Dia juga terlihat bahagia dan kita mengobrol mengenai beberapa hal.”
“Benarkah? Bagaimana pendapatmu tentangnya?”
“Dia terlihat dingin tetapi ketika dia berbicara, aku melihat sisi hangatnya dan bagiku itu sangat menarik!”
“Baguslah kalau begitu. Omong-omong, aku ingin pergi ke balkon sebentar untuk mencari udara segar.”
“Kalau begitu aku akan mengambil cemilan.”
Camille berpisah jalan dengan Cordelia dan berjalan menuju balkon istana. Ia menyibakkan tirai yang menutupi balkon, membuka pintu dan berjalan keluar. Malam itu langit sangatlah cerah dan ada begitu banyak bintang yang menghiasi langit. Selain itu, bulan purnama menghiasi langit malam, bersinar dengan begitu terangnya menerangi malam yang gelap.
“Indah sekali…” gumamnya.
“Sama sepertimu.” ucap seseorang.
Camille yang terkejut menoleh dan mendapati Allen berjalan ke arahnya sambil melambaikan tangan.
“Allen?! M-Maaf, maksudku Yang Mulia.”
“Apa yang kamu lakukan disini? Di luar dingin, masuklah ke dalam.”
“Aku sedang ingin mencari udara segar.”
“Bolehkah aku menemanimu?”
“Tentu saja.”
Allen berdiri di sebelah Camille sambil memandangi langit malam itu. Ia kemudian menatap Camille dengan hangat.
“Maaf, seharusnya aku membawa jasku.”
“Tidak apa-apa. Aku tidak kedinginan juga.”
“Kalau kamu kedinginan, kemarilah,” Allen membentangkan kedua tangannya. “Aku akan menghangatkanmu.”
Camille meliriknya, “Kalau kamu ingin membuat gosip dan skandal di kalangan para bangsawan, silahkan saja. Aku ingin menjaga nama baikku.”
Mendengar jawaban itu, Allen terkejut. “Aku pikir kamu tidak mempedulikan reputasi dari tubuh barumu.”
Camille melotot dan langsung saja ia menutup mulut Allen dengan tangannya.
“Apa kamu sudah gila?! Bagaimana kalau ada yang mendengar?”
“Tenang saja, Camille. Tidak akan ada yang mendengarnya. Kalau pun ada yang mendengarnya, bagaimana mungkin mereka akan percaya?”
Camille menatap Allen dengan tajam sebelum menurunkan tangannya. Akan tetapi, Allen menahan tangan Camille dan mencium tangannya.
“Senang berbincang denganmu, Nona.”
“Apa yang kamu lakukan?”
Allen tidak menjawab dan hanya melirik ke arah pintu balkon. Camille menoleh dan mendapati sang Ratu yang sedang memperhatikan mereka.
“Y-Yang Mulia Ratu?” bisik Camille
Melihat itu Camille langsung membungkuk, memberi hormat pada Allen, “Terima kasih sudah menemaniku, Yang Mulia.”
“Aku akan masuk dulu.” balas Allen sambil tersenyum dan meninggalkan Camille di luar sendirian.
“Kenapa Yang Mulia bisa ada di balik pintu, memperhatikan kita?” Camille bertanya-tanya. Kemudian ia kembali memandangi langit sampai tiba-tiba terdengar suara langkah sepatu hak yang berjalan mendekat. Camille menoleh untuk mendapati siapa orang yang menghampirinya dan saat ia berbalik, sebuah tangan menjambak rambutnya sambil menariknya mendekat.
Di hadapannya, berdiri Yuri yang menatapnya dengan penuh kemarahan.
“Kamu!!!”
“L-Lepaskan aku! Sakit!”
“Aku tidak akan melepaskanmu sampai kapan pun. Kenapa kamu harus ada di dunia ini?! Kenapa kamu mengambil semua kesempatanku?! Sejahat itukah kamu?!”
“Apa yang kamu lakukan?! Bagaimana kalau yang lain mendengar?”
“AKU TIDAK PEDULI! Kamu! Kamu menghancurkan hidupku! Kamu mengambil semuanya dariku!”
“Aku tidak pernah mengambil apapun darimu, Yuri!”
Yuri tertawa dengan histeris, “Bagaimana kalau kamu pergi saja?”
“Pergi?”
“Benar! Kalau kamu tidak ada, tidak akan ada penghalang di hidupku. Tidak akan ada kakak sialan yang selalu dibanding-bandingkan denganku. Pintar sekali kamu, Yuri. Kalau begitu… Matilah, Camille Kranz.”
Setelah mengatakan itu Yuri mendorong Camille hingga dirinya terlempar dari balkon. Camille terbelalak tidak menyangka Yuri akan benar-benar melakukannya. Tangannya berusaha menggapai pinggiran balkon tapi sia-sia. Ia memejamkan matanya dan sudah siap menerima apa yang akan terjadi padanya.
Akan tetapi, takdir mengatakan yang sebaliknya. Sebuah tangan terulur dan menangkap tangan Camille. Camille melihat siapa sosok yang menolongnya dan dia tidak menyangka melihat Ashe yang menatapnya dengan khawatir. Ashe kemudian menarik Camille, membantunya untuk naik hingga akhirnya ia kembali berdiri di atas lantai balkon.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Ashe.
“Iya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menyelamatkanku.”
Camille menatap Yuri dengan tajam dan yang mengejutkannya, Yuri terlihat sangat ketakutan dan panik. Air mata mengalir dari kedua matanya dan badannya gemetaran.
“Y-Yang Mulia! Terima kasih sudah menyelamatkan kakakku! A-Aku tidak bisa kehilangannya! Camille! Kamu baik-baik saja kan?”
Yuri berusaha untuk memeluk Camille tetapi Camille menepisnya. “Jangan sentuh aku.”
“K-Kakak…! Aku kan mencemaskanmu… ba–“
“Apa yang terjadi? Bagaimana bisa nona Camille terjatuh dari balkon istana? Nona, tolong jelaskan padaku.” ujar Ashe sambil memandang Yuri.
“Y-Yang Mulia! Aku melihat kakakku tadi seperti sedang berusaha meraih sesuatu dan tiba-tiba dia kehilangan keseimbangan…”
Camille melirik Yuri dengan tidak percaya. “Lihatlah orang ini. Aktingnya patut diacungi jempol.”
“T-Tapi aku tidak sempat meraihnya. Beruntung Yang Mulia datang dan menolong kakakku. Aku tidak tahu bagaimana membalas budi pada Yang Mulia.”
“Menolong? Yang benar saja!”
“Begitu… Apakah benar begitu, nona Camille?” tanya Ashe.
Saat Camille hendak menjawab, Anna datang dan ia terlihat sangat terkejut melihat anak kesayangannya menangis sampai badannya gemetar.
“Yuri-ku! Apa yang terjadi? Yang Mulia, Pangeran Ashe. Ada apa ini? Bagaimana bisa Yuri sampai gemetaran seperti ini?”
“Menurut nona Yuri, nona Camille kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari balkon istana. Beruntung, saya datang tepat waktu dan menyelamatkan nona Camille. Sepertinya nona Yuri sangat syok.”
“Anakku yang malang!” Anna memeluk Yuri dengan erat. “Oh, Camille, apa kamu baik-baik saja?”
Camille mengangguk. “Aku baik-baik saja.”
“Ibu dan anak sama saja. Apa Anna mengajari Yuri untuk berakting sejak kecil? Hebat sekali mereka!”
“Kemarilah!” Anna mengulurkan tangannya tetapi Camille tidak bergerak sedikit pun.
“Aku tidak apa-apa. Sungguh.”
“Nyonya Kranz, sepertinya nona Yuri butuh menenangkan diri. Tolong ikuti saya.”
“Terima kasih, Yang Mulia. Tapi bagaimana dengan putriku, Camille? Aku perlu mengecek apa ada luka pada tubuhnya meskipun dia bilang dia baik-baik saja.”
“Aku akan menyuruh seseorang untuk memeriksanya. Mari.”
Ashe berjalan masuk ke dalam diikuti oleh Anna dan juga Yuri yang masih sempat-sempatnya melirik ke arah Camille dengan tatapan penuh kebencian sebelum menghilang masuk ke dalam istana. Camille merasakan rasa sakit pada tangannya. Camille menarik lengan gaunnya dan mendapati sebuah luka dan beberapa lebam pada tangannya. Tidak ingin menarik perhatian, Camille menutup lukanya lagi dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa meskipun rasa sakit mulai menjalar di tangannya.
“Aku masih belum memahami apa penyebab kebencian Yuri dan Anna yang begitu besar pada Camille. Selain itu, apa tidak ada tubuh lain yang bisa aku tempati selain tubuh ini?”
Camille menatap bintang-bintang di langit dan berdiam diri cukup lama sampai akhirnya dia merasa sudah waktunya untuk kembali ke dalam istana. Sambil memegang tangannya yang terluka, Camille berjalan masuk kembali ke dalam ruangan tempat pesta diadakan.
Baru saja Camille berjalan beberapa langkah kembali dari balkon istana, tiba-tiba terdengar suara keributan dan pintu terbuka dengan kencangnya, mengejutkan semua orang yang berada di ruangan itu. Alunan musik berhenti dan semua orang menoleh. Di pintu yang terbuka, berdiri seorang pria dengan pakaian lusuh. Pria itu terlihat panik dan segera menghampiri raja lalu berlutut di hadapannya.
“Yang Mulia!”
“Apa apaan ini?!” sang Raja terlihat begitu terkejut dan hendak memanggil penjaga untuk mengusir pria itu tetapi pria itu menggelengkan kepalanya.
“Maafkan hamba tetapi hamba harus menyampaikan berita ini pada Yang Mulia dan ini sangat penting.”
“Katakan.”
“D-Di saluran irigasi…” pria itu berbicara dengan terbata-bata. “A-Ada… tubuh… seseorang!”
“Ada tubuh di saluran irigasi?”Para tamu undangan saling berbisik satu sama lain. Raja memberi sinyal pada para penjaga untuk maju kemudian raja turun dan menghampiri pria itu lalu berbisik padanya.“Mari kita bicarakan di tempat yang lebih tepat.”Pria itu berdiri mengikuti raja yang berjalan terlebih dahulu meninggalkan ruangan diikuti para penjaga di barisan belakang. Setelah raja pergi, para tamu undangan masih tetap berbicara satu sama lain mengenai berita tersebut. Di sisi lain, Camille mencari dimana Allen berada dan Camille melihat Allen yang tengah berdiri di sudut ruangan. Camille bergegas berlari menuju Allen namun langkahnya terhalang oleh ayahnya sendiri, sang Duke.
Camille terkejut bukan main dan nyaris melempar buku yang sedang dibacanya. Suara pecahan itu terdengar sangat keras sampai-sampai Camille bergegas keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi. Anehnya, tidak ada orang lain yang panik atau pun berlari keluar. Hanya ada Camille di lorong kamar itu. Camille menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari darimana sumber suara dan sekali lagi terdengar suara sesuatu yang pecah lagi. Kali ini Camille berlari menuju sumber suara dan menemukan sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka sedikit.“Gadis bodoh!!!”Terdengar suara Anna dari dalam kamar. Camille memutuskan untuk mengintip ke dalam dan melihat Anna dan Yuri di dalamnya. Yuri terlihat sedang menangis sejadi-jadinya sedangkan di sekitar Anna, ada banyak barang-barang yang sudah pecah berserakan.
“Aku dengar Duke Bastien ditemukan di saluran irigasi dengan keadaan yang sangat menyedihkan.” Camille dan Allen mengendap-endap ke dekat kedua orang itu untuk menguping. Di taman itu ada banyak semak belukar dan sepertinya taman itu memang jarang didatangi orang. Keduanya bersembunyi di balik sebuah semak-semak. “Benarkah? Pantas saja di malam kejadian, aku melihat beberapa orang berjalan menuju saluran irigasi.” “Apa? Kamu ada di sana?” “Benar sekali! Aku baru saja pulang dari kebunku dan kebetulan sore itu aku lewat daerah sana. Aku melihat beberapa orang tengah berjalan ke arah saluran irigasi.” “Apa kamu melihat wajah mereka?” “Tidak. Hari itu sudah mulai gelap dan di saluran irigasi juga sangat gelap. Tapi aku ingat sekali aku melihat ada empat orang yang ada di sana.” “APA?! Jadi Duke Bastien dibunuh oleh tiga orang?!” “Sstt! Pelankan suaramu! Bagaimana kalau ada yang mendengar?!” “Bukankah seharusnya kamu lapor pada kerajaan?” “Aku tidak mau.” “Hah? Kenap
“Hentikan semua ini!”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakang kerumunan orang itu. Kerumunan itu terbuka dan Ashe berjalan ke arah Duke Kranz dan kedua perempuan itu diikuti oleh seorang pria yang ternyata adalah sang raja dan di belakang mereka ada beberapa pasukan kerajaan yang ikut untuk mengawal. Semua orang seketika tunduk dan memberi hormat pada Ashe dan pria itu.“Yang Mulia Raja dan Pangeran Ashe!”Bisikan-bisikan terdengar dari antara kerumunan.“Apa ini?”“Siapa yang memberitahu keluarga kerajaan?”
“Nona Camille Kranz… Kamu bukan berasal dari sini.”Camille terkejut dan mundur selangkah setelah mendengar omongan Duchess Bastien.“A-Apa? Darimana dia tahu?”Duchess Bastien menatap Camille lekat-lekat dan terus memandangi wajahnya. Hal itu membuat Camille tidak nyaman“D-Duchess Bastien…”“Oh? Maaf. Sepertinya aku membuatmu sangat tidak nyaman.”“Tidak apa-apa… Kenapa anda bilang saya bukan berasal dari sini? S-Saya adalah seorang putri dari keluarga Kranz dan saya lahir disin
"Duchess Bastien dilukai seseorang!" teriak salah seorang yang sedang berlari-lari."Kami sedang mengejar pelakunya"Raut wajah Camille memucat. Ia ingat bahwa ayahnya ada bersama dengan Duchess Bastien."Bawa aku ke sana!" perintah Camille.Orang itu menganggukkan kepala dan bersama dengan Allen, ketiganya berlari ke tempat kejadian. Tetapi Camille menyadari bahwa mereka berjalan menuju sebuah rumah yang berbeda. Tempat itu besar dan terlihat seperti sebuah mansion."Kediaman Bastien." bisik Allen.Mansion itu sangat besar dan bisa dibilang lebih besar dari kedi
“Silvie Bastien, istri dari Thomas Bastien adalah seorang penyihir. Lebih tepatnya ia memiliki darah penyihir dalam tubuhnya yang membuatnya dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.”Sebuah jawaban yang telah dinantikan oleh Camille akhirnya terjawab. Ternyata itulah alasan mengapa Silvie Bastien atau Duchess Bastien bisa melihat Yoon Yena yang berada di dalam tubuh Camille Kranz.“Sekarang semuanya terjawab.”“Silvie Bastien telah melakukan sebuah hal yang fatal. Lyenna… Putriku tersayang… Harus kehilangan nyawanya demi ‘tumbal’ yang Silvie butuhkan demi mencegah datangnya kehancuran…”
“Aku sungguh tidak menyangka akan menemukanmu disini bersama dengan pedang mulia, Celeste… Seth.” Allen berbalik badan dan di hadapannya berdiri seseorang yang sangat familiar baik di kehidupan ini mau pun di kehidupannya yang asli. "Ashe… bagaimana bisa…" "Apa kamu sungguh tidak ingat? Ketika pedang terkutukmu itu bertemu dengan pedang surgawi?" Seketika layaknya sebuah film yang diputar ulang, bayang-bayang masa lalu terulang di dalam kepala Allen atau saat ini adalah Seth. "Kamu…" Kala itu, langit berwarna merah dan ada begitu banyak bala tentara surgawi dan dunia bawah tengah berperang dalam perang terbesar yang ada dalam sejarah para malaikat dan iblis. Seth yang saat itu memimpin pasukan melaju dengan kendaraannya yang membara menerobos pasukan yang ada dan tujuannya hanyalah satu. Pemimpin dari pasukan malaikat, Nathanael. Sang malaikat tengah berdiri di atas kendaraannya dengan pedang yang diarahkan ke arah Seth. "Seth Morningstar." bisik Nathanael. Dalam sekejap, peda
Anna melirik ke arah Camille dan dengan penuh amarah, ia menganggukkan kepala kepada kedua pengawal, memberi sinyal pada mereka untuk melepaskan Camille. Kedua orang itu melepaskan Camille dengan kasar. “Bersyukurlah karena sang tuan besar telah kembali!” Anna menghentakkan kaki keluar dari ruangan itu diikuti dengan kedua pengawalnya. Camille yang terduduk di lantai memegangi kedua tangannya yang terasa sakit sebelum akhirnya ia berdiri dan berjalan keluar dari ruangan itu. Gadis itu berlari menuju ruangan tempat sang duke berada. “Papa?” panggil Camille dari balik pintu. Pintu itu terbuka dan Duke Kranz terlihat terkejut melihat penampilan putrinya. “Astaga! Putriku! Apa yang terjadi padamu?” Belum sempat Camille menjawab, tiba-tiba dari belakangnya Anna menghampirinya dan memegang bahu Camille. “Camille! Kenapa kamu lari begitu saja? Aku sedang mengobati luka-lukamu dan kamu langsung pergi begitu saja!” “Luka-luka? Apa yang terjadi pada putriku, Anna?” tanya Duke Kranz deng
Camille berjalan kembali ke kediaman Kranz sendirian. Sepanjang perjalanan, ia tidak henti-hentinya memikirkan apa yang akan dilakukan oleh Allen dan ia hanya bisa berharap bahwa Allen tidak melakukan hal yang tidak diinginkan.Setibanya di kediaman Kranz, Anna terlihat sudah menunggunya sambil memegang sebuah kipas kecil di tangannya. Ekspresinya terlihat datar dan tidak menunjukkan emosi apapun.“Nyonya…”“Bagus sekali, Camille Kranz.”Anna membuat sebuah gestur dan dari belakangnya muncul dua orang pengawal berbadan besar yang langsung menariknya dengan kasar ke dalam sebuah ruangan.“Lep
“Aku sungguh tidak menyangka akan menemukanmu disini bersama dengan pedang mulia, Celeste… Seth.” Allen berbalik badan dan di hadapannya berdiri seseorang yang sangat familiar baik di kehidupan ini mau pun di kehidupannya yang asli. "Ashe… bagaimana bisa…" "Apa kamu sungguh tidak ingat? Ketika pedang terkutukmu itu bertemu dengan pedang surgawi?" Seketika layaknya sebuah film yang diputar ulang, bayang-bayang masa lalu terulang di dalam kepala Allen atau saat ini adalah Seth. "Kamu…" Kala itu, langit berwarna merah dan ada begitu banyak bala tentara surgawi dan dunia bawah tengah berperang dalam perang terbesar yang ada dalam sejarah para malaikat dan iblis. Seth yang saat itu memimpin pasukan melaju dengan kendaraannya yang membara menerobos pasukan yang ada dan tujuannya hanyalah satu. Pemimpin dari pasukan malaikat, Nathanael. Sang malaikat tengah berdiri di atas kendaraannya dengan pedang yang diarahkan ke arah Seth. "Seth Morningstar." bisik Nathanael. Dalam sekejap, peda
“Silvie Bastien, istri dari Thomas Bastien adalah seorang penyihir. Lebih tepatnya ia memiliki darah penyihir dalam tubuhnya yang membuatnya dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.”Sebuah jawaban yang telah dinantikan oleh Camille akhirnya terjawab. Ternyata itulah alasan mengapa Silvie Bastien atau Duchess Bastien bisa melihat Yoon Yena yang berada di dalam tubuh Camille Kranz.“Sekarang semuanya terjawab.”“Silvie Bastien telah melakukan sebuah hal yang fatal. Lyenna… Putriku tersayang… Harus kehilangan nyawanya demi ‘tumbal’ yang Silvie butuhkan demi mencegah datangnya kehancuran…”
"Duchess Bastien dilukai seseorang!" teriak salah seorang yang sedang berlari-lari."Kami sedang mengejar pelakunya"Raut wajah Camille memucat. Ia ingat bahwa ayahnya ada bersama dengan Duchess Bastien."Bawa aku ke sana!" perintah Camille.Orang itu menganggukkan kepala dan bersama dengan Allen, ketiganya berlari ke tempat kejadian. Tetapi Camille menyadari bahwa mereka berjalan menuju sebuah rumah yang berbeda. Tempat itu besar dan terlihat seperti sebuah mansion."Kediaman Bastien." bisik Allen.Mansion itu sangat besar dan bisa dibilang lebih besar dari kedi
“Nona Camille Kranz… Kamu bukan berasal dari sini.”Camille terkejut dan mundur selangkah setelah mendengar omongan Duchess Bastien.“A-Apa? Darimana dia tahu?”Duchess Bastien menatap Camille lekat-lekat dan terus memandangi wajahnya. Hal itu membuat Camille tidak nyaman“D-Duchess Bastien…”“Oh? Maaf. Sepertinya aku membuatmu sangat tidak nyaman.”“Tidak apa-apa… Kenapa anda bilang saya bukan berasal dari sini? S-Saya adalah seorang putri dari keluarga Kranz dan saya lahir disin
“Hentikan semua ini!”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakang kerumunan orang itu. Kerumunan itu terbuka dan Ashe berjalan ke arah Duke Kranz dan kedua perempuan itu diikuti oleh seorang pria yang ternyata adalah sang raja dan di belakang mereka ada beberapa pasukan kerajaan yang ikut untuk mengawal. Semua orang seketika tunduk dan memberi hormat pada Ashe dan pria itu.“Yang Mulia Raja dan Pangeran Ashe!”Bisikan-bisikan terdengar dari antara kerumunan.“Apa ini?”“Siapa yang memberitahu keluarga kerajaan?”
“Aku dengar Duke Bastien ditemukan di saluran irigasi dengan keadaan yang sangat menyedihkan.” Camille dan Allen mengendap-endap ke dekat kedua orang itu untuk menguping. Di taman itu ada banyak semak belukar dan sepertinya taman itu memang jarang didatangi orang. Keduanya bersembunyi di balik sebuah semak-semak. “Benarkah? Pantas saja di malam kejadian, aku melihat beberapa orang berjalan menuju saluran irigasi.” “Apa? Kamu ada di sana?” “Benar sekali! Aku baru saja pulang dari kebunku dan kebetulan sore itu aku lewat daerah sana. Aku melihat beberapa orang tengah berjalan ke arah saluran irigasi.” “Apa kamu melihat wajah mereka?” “Tidak. Hari itu sudah mulai gelap dan di saluran irigasi juga sangat gelap. Tapi aku ingat sekali aku melihat ada empat orang yang ada di sana.” “APA?! Jadi Duke Bastien dibunuh oleh tiga orang?!” “Sstt! Pelankan suaramu! Bagaimana kalau ada yang mendengar?!” “Bukankah seharusnya kamu lapor pada kerajaan?” “Aku tidak mau.” “Hah? Kenap
Camille terkejut bukan main dan nyaris melempar buku yang sedang dibacanya. Suara pecahan itu terdengar sangat keras sampai-sampai Camille bergegas keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi. Anehnya, tidak ada orang lain yang panik atau pun berlari keluar. Hanya ada Camille di lorong kamar itu. Camille menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari darimana sumber suara dan sekali lagi terdengar suara sesuatu yang pecah lagi. Kali ini Camille berlari menuju sumber suara dan menemukan sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka sedikit.“Gadis bodoh!!!”Terdengar suara Anna dari dalam kamar. Camille memutuskan untuk mengintip ke dalam dan melihat Anna dan Yuri di dalamnya. Yuri terlihat sedang menangis sejadi-jadinya sedangkan di sekitar Anna, ada banyak barang-barang yang sudah pecah berserakan.