“Ada tubuh di saluran irigasi?”
Para tamu undangan saling berbisik satu sama lain. Raja memberi sinyal pada para penjaga untuk maju kemudian raja turun dan menghampiri pria itu lalu berbisik padanya.
“Mari kita bicarakan di tempat yang lebih tepat.”
Pria itu berdiri mengikuti raja yang berjalan terlebih dahulu meninggalkan ruangan diikuti para penjaga di barisan belakang. Setelah raja pergi, para tamu undangan masih tetap berbicara satu sama lain mengenai berita tersebut. Di sisi lain, Camille mencari dimana Allen berada dan Camille melihat Allen yang tengah berdiri di sudut ruangan. Camille bergegas berlari menuju Allen namun langkahnya terhalang oleh ayahnya sendiri, sang Duke.
“Papa?!”
“Camille, mana Anna dan adikmu?”
“Aku tidak tahu.” Camille berbohong.
“Ayo pulang, keadaannya sudah tidak baik. Papa akan mencari Anna dan adikmu. Kamu tetap disini.”
“Papa, dimana Cordelia? Aku harus berbicara sebentar dengannya.”
“Camille, jangan kemana-mana. Tetaplah disini dan tunggu papa.”
Duke Kranz berjalan meninggalkan Camille untuk mencari istri dan anak keduanya. Camille tidak membuang-buang waktu dan segera menghampiri Allen yang masih berdiri di sudut ruangan.
“Allen!”
“Camille!”
“Apa kamu tahu tentang tubuh yang berada di saluran irigasi?”
“Tidak. Aku tidak tahu.”
“Tapi kamu kan—”
“Jangan disini.”
Allen menutup mulut Camille dengan tangannya lalu Allen meraih tangan Camille dan mengajaknya ke sebuah ruangan.
“Allen, kamu kan iblis. Kenapa kamu tidak bisa tahu siapa orang yang meninggal itu?”
“Aku tidak mengerti…”
“Apa yang tidak kamu mengerti?”
“Aku… Kekuatanku… Sepertinya mulai menghilang. Seharusnya aku bisa merasakan jika ada seseorang yang sekarat atau mereka yang sudah meninggal tetapi aku sama sekali tidak bisa merasakannya. Camille, boleh tutup matamu?”
Camille mengerti jika dia harus menutup matanya, itu artinya Allen akan berubah menjadi wujud iblisnya. Allen mencoba untuk bertransformasi ke wujud iblisnya tetapi tidak ada yang terjadi. Allen menarik nafas dalam-dalam dan mencoba untuk fokus tapi tetap saja tidak ada yang terjadi.
“Camille… Kamu boleh buka matamu.”
Camille membuka matanya dan tidak melihat ada sesuatu yang berubah dari Allen. Camille menaikkan sebelah alisnya.
“Tidak terjadi apa-apa?”
Allen menggelengkan kepalanya lalu ia menengadah dan berteriak ke arah langit, “Seharusnya tidak seperti ini! Terkutuklah dirimu, Ayah!”
Camille terkejut dan tanpa sengaja dia mundur lalu tangannya terkena gagang pintu. Camille mengernyit kesakitan. Tampaknya gagang pintu itu mengenai tepat di bagian lukanya.
“S-Sakit!”
Allen terkejut lalu meraih tangan Camille dengan perlahan. Allen menyingkapkan lengan panjang dari gaun Camille dan tampaklah luka yang didapat Camille sebelumnya.
“Camille… Apa yang terjadi?”
Camille terdiam, tidak menjawab pertanyaan Allen. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya apa dia harus memberitahu Allen apa yang sebenarnya terjadi atau mengarang sebuah cerita untuk menutupi kejadian malam itu.
“Camille?”
Camille menatap Allen dan memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Allen.
“Yuri mendorongku dari balkon dan tubuhku menghantam tembok istana. Tetapi Ashe datang tepat waktu sebelum aku terjun terjatuh bebas dari ketinggian.”
Wajah Allen memucat mendengar itu dan seketika raut wajahnya berubah. Ia tidak bisa menggunakan kekuatannya untuk menolong Camille.
“Ternyata… Kekuatanku sudah hilang sejak tadi. Aku tidak bisa merasakan bahaya yang akan terjadi padamu, Camille. Itulah alasan kenapa aku tidak datang untuk menolongmu.”
“Benar juga. Allen tidak datang sama sekali ketika aku terjatuh dari balkon. Aku kira dia memang tidak ingin menunjukkan pada siapapun tentang sisi lainnya.”
“Tunggu disini, aku akan mengambilkan obat-obatan untukmu.”
Allen berjalan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Camille sendirian di dalamnya. Camille menutup pintunya dan duduk di samping pintu sembari menunggu kedatangan Allen. Camille tidak dapat membayangkan kalau Ashe tidak datang untuk menyelamatkannya. Mungkin kali ini dia sudah berakhir di kegelapan yang tiada batas. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan Allen datang membawa sebuah kotak obat-obatan.
“Waahh… Aku tidak menyangka ada kotak obat di tempat ini.”
Allen duduk di sebelah Camille dan membuka kotak itu untuk mencari obat yang bisa mengobati luka pada tangan Camille. Tetapi Allen hanya terdiam dengan wajah bingung.
“Allen? Ada apa?”
“Aku tidak bisa mengatakannya.”
“Katakan saja, Allen.”
“Aku… Tidak tahu obat mana yang harus aku gunakan untuk mengobati luka itu.”
Camille terkejut tetapi dia segera menyadari bahwa Allen adalah seorang iblis yang memiliki kekuatan, wajar jika dia tidak mengetahui hal-hal seperti ini. Camille tersenyum lembut lalu mengambil sebuah obat dan mengoleskan obat itu pada luka yang ada di tangannya. Kemudian Camille mengambil sebuah perban dan menutup luka itu dengan perban. Di sisi lain, Allen hanya memperhatikan Camille mengobati lukanya sendiri dengan sungguh-sungguh.
“Sudah selesai.”
Camille membereskan kotak obat itu lalu menutupnya kemudian di saat dia hendak berdiri, Allen sudah berdiri terlebih dulu dan mengulurkan tangannya pada Camille.
“Mari aku bantu.”
Camille menerima uluran tangan Allen dan dengan bantuannya, dia berdiri dari duduknya. Keduanya tidak mengatakan apa pun dan Aleln memutuskan untuk memecah keheningan.
“Camille.”
“Iya?”
“Kenapa kamu menanyakan tentang tubuh yang ada di saluran irigasi?”
“Bukan apa-apa. Aku hanya sekedar penasaran.”
“Camille, jangan lakukan apa pun. Jangan datangi saluran irigasi. Kita tidak tahu ada apa di sana dan apa yang terjadi. Jangan tempatkan dirimu dalam bahaya karena aku… tidak bisa melindungimu seperti sebelumnya.”
“Tenang saja. Aku tidak akan melakukan apapun. Sebaiknya aku keluar sekarang sebelum Duke Kranz khawatir.”
Allen membukakan pintu dan ketika pintu itu terbuka, di depan pintu berdiri Ashe yang sedang menatap mereka beserta Yuri Kranz di belakangnya.
“Ashe!”
“Apa yang kalian lakukan di dalam ruangan itu berdua saja?”
“Yang Mulia Pangeran Allen tadi mengobati luka-lukaku. Hanya itu.”
Yuri yang berada di belakang Ashe melihat ke arah Camille dengan tatapan tajam. Beruntung ada Ashe di sana jika tidak Yuri pasti sudah seperti kesetanan, mengamuk tidak karuan pada Camille. Camille mencari-cari dimana keberadaan Anna karena seingat Camille, Ashe dan Yuri pergi bersama Anna.
“Mungkin Anna sudah kembali pada Duke Kranz.”
“Bagaimana denganmu, Ashe? Kamu berdua dengan nona Yuri Kranz.” tanya Allen.
“Yuri Kranz mengalami trauma karena melihat kakaknya sendiri nyaris terjatuh dari balkon istana dan dia menenangkan dirinya tadi. Sekarang aku akan mengantar nona Yuri kembali ke keluarganya. Kamu, Camille Kranz, kembalilah bersama nona Yuri.”
Yuri tersenyum licik dari belakang Ashe. Sepertinya dia berhasil membuat Ashe sepenuhnya percaya pada aktingnya. Akan tetapi Allen maju ke depan Camille dan menggelengkan kepalanya.
“Biar aku yang membawanya kembali. Ada yang harus aku bicarakan dulu dengannya… Terkait dengan kejadian tadi.”
Ashe menatap dengan penuh kecurigaan sebelum akhirnya mengangguk dan bersama Yuri, mereka meninggalkan Allen dan Camille.
“Trauma apanya?” ucap Camille sambil memutar matanya.
“Camille…”
“Apa? Lihat saja wajahnya, apalagi di saat dia membuat senyuman licik di wajahnya.”
“Ayo kita kembali.”
Camille sedikit terkejut melihat Allen yang tidak memberikan reaksi apapun pada Camille. Dalam benaknya, Camille berpikir apakah sebaiknya dia tidak membahas tentang itu lagi. Allen berjalan kembali ke ruang dansa bersama dengan Camille. Di sudut ruangan, berdiri Duke Kranz, Anna, Yuri dan juga Ashe yang tengah berbincang. Ketika melihat putri tertuanya kembali, Duke Kranz segera menghampiri Camille dan memeluknya.
“Camille! Papa mencarimu kemana-mana tapi kamu menghilang begitu saja—”
Duke Kranz tidak melanjutkan kalimatnya ketika dia menyadari bahwa ada Allen juga di belakang Camille.
“Yang Mulia!” Duke Kranz memberi hormat pada Allen. “Terima kasih sudah membawa putri saya kembali.”
“Bukan masalah, Duke.”
Duke Kranz berpaling menghadap Camille. “Kamu darimana saja?”
“Aku…”
“Tadi saya bersama Camille untuk mengobati luka—”
Camille menyenggol tangan Allen, menyuruhnya untuk tidak melanjutkan ucapannya tetapi wajah Duke Kranz seketika memucat.
“Luka? Luka apa?”
“Bukan apa-apa.”
“Camille! Tidak boleh ada sebuah luka pun di tubuh putriku yang sangat cantik. Beritahu aku, luka apa?”
Camille mengangkat tangannya lalu menggulung lengan gaunnya dan menunjukkan luka yang sudah dia perban.
“Astaga, putriku… Apa luka itu kamu dapat ketika kamu terjatuh dari balkon?”
Camille terkejut mendengar ucapan Duke. Sepertinya Anna dan Yuri atau mungkin Ashe sudah memberitahu kepada Duke Kranz mengenai kejadian yang terjadi pada Camille.
“Iya, Papa.” jawab Camille.
“Yang Mulia Pangeran Allen. Terima kasih, maafkan juga putri saya jika merepotkan sampai harus Yang Mulia turun tangan untuk mengobati lukanya saja.”
“Duke Kranz, Camille adalah teman saya dan saya hanya membantu teman. Kalau begitu, saya akan pergi terlebih dulu. Selamat malam.”
Allen menarik tangan Ashe dan keduanya pergi meninggalkan keluarga Kranz.
“Oh Camille, aku akan mengobati lukamu lagi nanti setelah kita pulang.” ucap Anna yang pastinya ucapan itu hanyalah kebohongan. Tidak mungkin Anna akan mengobati luka-luka Camille.
“Terima kasih.” balas Camille. Tatapannya beradu dengan tatapan Yuri dan hanya melalui tatapan itu, terdapat tatapan penuh kebencian dari adik tirinya.
“Yuri, bagaimana tadi saat Pangeran Ashe menemanimu untuk menenangkan diri?” tanya Anna pada putri kesayangannya.
“Mama, dia sangat baik! Ashe sungguh luar biasa!”
Sebuah senyuman aneh terpampang di wajah Anna ketika ia berbicara dengan putrinya, “Sungguh? Mama senang mendengarnya.”
“Seharusnya kendaraan kita sudah datang. Ayo kita segera pulang.”
Keluarga Kranz bergegas menuju kendaraan mereka dan pulang.
Di kediaman Kranz.
Setibanya di kediaman Kranz, Camille segera dibawa kembali ke kamarnya oleh seorang pelayan atas perintah Duke Kranz dan Camille diminta untuk tidak meninggalkan rumah sampai masalah mengenai tubuh yang ditemukan di saluran irigasi diselesaikan. Bukannya sedih, Camille merasa senang karena ia bisa mencari tahu lebih banyak tentang dunia ini. Camille mengambil buku diary milik Camille yang asli lalu memutuskan untuk membaca lebih banyak lagi.
‘Rabu, 31 Oktober XXXX
Hari ini adalah hari ulang tahun Yuri. Nyonya mengadakan sebuah pesta yang sangat besar dan Yuri mengundang semua teman-temannya. Papa sedang pergi keluar kota dan aku dipaksa oleh Nyonya untuk membantu para pelayan melayani tamu undangan dengan memakai kostum pelayan. Nyonya bilang pesta itu adalah pesta kostum tetapi ketika aku datang ke tempat acara, aku melihat semua orang memakai pakaian yang mewah. Aku mencoba mengatakan pada para tamu undangan bahwa aku bukanlah pelayan tetapi aku juga seorang Kranz. Mereka menertawakanku. Seorang dari mereka bahkan menyiramku dengan jus. Aku merasa sangat bodoh karena mempercayai Nyonya. Aku hanya bisa menangis dan menangis. Tetapi sebuah surat dapat menghiburku. Surat itu adalah surat dari kerajaan. Allen! Ternyata dia masih mengingatku!’
Camille merasa marah pada Anna dan Yuri setelah membaca tulisan pada diary Camille. Keuda orang itu sangat jahat dan bagi mereka, Camille hanyalah lintah yang sulit untuk dilepaskan dari rumah keluarga ini. Camille membuka halaman-halaman awal dari diary dan menemukan sebuah tulisan oleh Camille kecil.
‘Selasa, 19 Januari XXXX
Papa membawa seorang wanita pulang ke rumah. Wanita itu sangat cantik dan elegan. Papa mengenalkannya padaku. Namanya adalah Anna Louise. Papa—’
Camille belum menyelesaikan halaman itu ketika tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang pecah dari luar kamarnya.
Camille terkejut bukan main dan nyaris melempar buku yang sedang dibacanya. Suara pecahan itu terdengar sangat keras sampai-sampai Camille bergegas keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi. Anehnya, tidak ada orang lain yang panik atau pun berlari keluar. Hanya ada Camille di lorong kamar itu. Camille menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari darimana sumber suara dan sekali lagi terdengar suara sesuatu yang pecah lagi. Kali ini Camille berlari menuju sumber suara dan menemukan sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka sedikit.“Gadis bodoh!!!”Terdengar suara Anna dari dalam kamar. Camille memutuskan untuk mengintip ke dalam dan melihat Anna dan Yuri di dalamnya. Yuri terlihat sedang menangis sejadi-jadinya sedangkan di sekitar Anna, ada banyak barang-barang yang sudah pecah berserakan.
“Aku dengar Duke Bastien ditemukan di saluran irigasi dengan keadaan yang sangat menyedihkan.” Camille dan Allen mengendap-endap ke dekat kedua orang itu untuk menguping. Di taman itu ada banyak semak belukar dan sepertinya taman itu memang jarang didatangi orang. Keduanya bersembunyi di balik sebuah semak-semak. “Benarkah? Pantas saja di malam kejadian, aku melihat beberapa orang berjalan menuju saluran irigasi.” “Apa? Kamu ada di sana?” “Benar sekali! Aku baru saja pulang dari kebunku dan kebetulan sore itu aku lewat daerah sana. Aku melihat beberapa orang tengah berjalan ke arah saluran irigasi.” “Apa kamu melihat wajah mereka?” “Tidak. Hari itu sudah mulai gelap dan di saluran irigasi juga sangat gelap. Tapi aku ingat sekali aku melihat ada empat orang yang ada di sana.” “APA?! Jadi Duke Bastien dibunuh oleh tiga orang?!” “Sstt! Pelankan suaramu! Bagaimana kalau ada yang mendengar?!” “Bukankah seharusnya kamu lapor pada kerajaan?” “Aku tidak mau.” “Hah? Kenap
“Hentikan semua ini!”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakang kerumunan orang itu. Kerumunan itu terbuka dan Ashe berjalan ke arah Duke Kranz dan kedua perempuan itu diikuti oleh seorang pria yang ternyata adalah sang raja dan di belakang mereka ada beberapa pasukan kerajaan yang ikut untuk mengawal. Semua orang seketika tunduk dan memberi hormat pada Ashe dan pria itu.“Yang Mulia Raja dan Pangeran Ashe!”Bisikan-bisikan terdengar dari antara kerumunan.“Apa ini?”“Siapa yang memberitahu keluarga kerajaan?”
“Nona Camille Kranz… Kamu bukan berasal dari sini.”Camille terkejut dan mundur selangkah setelah mendengar omongan Duchess Bastien.“A-Apa? Darimana dia tahu?”Duchess Bastien menatap Camille lekat-lekat dan terus memandangi wajahnya. Hal itu membuat Camille tidak nyaman“D-Duchess Bastien…”“Oh? Maaf. Sepertinya aku membuatmu sangat tidak nyaman.”“Tidak apa-apa… Kenapa anda bilang saya bukan berasal dari sini? S-Saya adalah seorang putri dari keluarga Kranz dan saya lahir disin
"Duchess Bastien dilukai seseorang!" teriak salah seorang yang sedang berlari-lari."Kami sedang mengejar pelakunya"Raut wajah Camille memucat. Ia ingat bahwa ayahnya ada bersama dengan Duchess Bastien."Bawa aku ke sana!" perintah Camille.Orang itu menganggukkan kepala dan bersama dengan Allen, ketiganya berlari ke tempat kejadian. Tetapi Camille menyadari bahwa mereka berjalan menuju sebuah rumah yang berbeda. Tempat itu besar dan terlihat seperti sebuah mansion."Kediaman Bastien." bisik Allen.Mansion itu sangat besar dan bisa dibilang lebih besar dari kedi
“Silvie Bastien, istri dari Thomas Bastien adalah seorang penyihir. Lebih tepatnya ia memiliki darah penyihir dalam tubuhnya yang membuatnya dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.”Sebuah jawaban yang telah dinantikan oleh Camille akhirnya terjawab. Ternyata itulah alasan mengapa Silvie Bastien atau Duchess Bastien bisa melihat Yoon Yena yang berada di dalam tubuh Camille Kranz.“Sekarang semuanya terjawab.”“Silvie Bastien telah melakukan sebuah hal yang fatal. Lyenna… Putriku tersayang… Harus kehilangan nyawanya demi ‘tumbal’ yang Silvie butuhkan demi mencegah datangnya kehancuran…”
“Aku sungguh tidak menyangka akan menemukanmu disini bersama dengan pedang mulia, Celeste… Seth.” Allen berbalik badan dan di hadapannya berdiri seseorang yang sangat familiar baik di kehidupan ini mau pun di kehidupannya yang asli. "Ashe… bagaimana bisa…" "Apa kamu sungguh tidak ingat? Ketika pedang terkutukmu itu bertemu dengan pedang surgawi?" Seketika layaknya sebuah film yang diputar ulang, bayang-bayang masa lalu terulang di dalam kepala Allen atau saat ini adalah Seth. "Kamu…" Kala itu, langit berwarna merah dan ada begitu banyak bala tentara surgawi dan dunia bawah tengah berperang dalam perang terbesar yang ada dalam sejarah para malaikat dan iblis. Seth yang saat itu memimpin pasukan melaju dengan kendaraannya yang membara menerobos pasukan yang ada dan tujuannya hanyalah satu. Pemimpin dari pasukan malaikat, Nathanael. Sang malaikat tengah berdiri di atas kendaraannya dengan pedang yang diarahkan ke arah Seth. "Seth Morningstar." bisik Nathanael. Dalam sekejap, peda
Camille berjalan kembali ke kediaman Kranz sendirian. Sepanjang perjalanan, ia tidak henti-hentinya memikirkan apa yang akan dilakukan oleh Allen dan ia hanya bisa berharap bahwa Allen tidak melakukan hal yang tidak diinginkan.Setibanya di kediaman Kranz, Anna terlihat sudah menunggunya sambil memegang sebuah kipas kecil di tangannya. Ekspresinya terlihat datar dan tidak menunjukkan emosi apapun.“Nyonya…”“Bagus sekali, Camille Kranz.”Anna membuat sebuah gestur dan dari belakangnya muncul dua orang pengawal berbadan besar yang langsung menariknya dengan kasar ke dalam sebuah ruangan.“Lep
Anna melirik ke arah Camille dan dengan penuh amarah, ia menganggukkan kepala kepada kedua pengawal, memberi sinyal pada mereka untuk melepaskan Camille. Kedua orang itu melepaskan Camille dengan kasar. “Bersyukurlah karena sang tuan besar telah kembali!” Anna menghentakkan kaki keluar dari ruangan itu diikuti dengan kedua pengawalnya. Camille yang terduduk di lantai memegangi kedua tangannya yang terasa sakit sebelum akhirnya ia berdiri dan berjalan keluar dari ruangan itu. Gadis itu berlari menuju ruangan tempat sang duke berada. “Papa?” panggil Camille dari balik pintu. Pintu itu terbuka dan Duke Kranz terlihat terkejut melihat penampilan putrinya. “Astaga! Putriku! Apa yang terjadi padamu?” Belum sempat Camille menjawab, tiba-tiba dari belakangnya Anna menghampirinya dan memegang bahu Camille. “Camille! Kenapa kamu lari begitu saja? Aku sedang mengobati luka-lukamu dan kamu langsung pergi begitu saja!” “Luka-luka? Apa yang terjadi pada putriku, Anna?” tanya Duke Kranz deng
Camille berjalan kembali ke kediaman Kranz sendirian. Sepanjang perjalanan, ia tidak henti-hentinya memikirkan apa yang akan dilakukan oleh Allen dan ia hanya bisa berharap bahwa Allen tidak melakukan hal yang tidak diinginkan.Setibanya di kediaman Kranz, Anna terlihat sudah menunggunya sambil memegang sebuah kipas kecil di tangannya. Ekspresinya terlihat datar dan tidak menunjukkan emosi apapun.“Nyonya…”“Bagus sekali, Camille Kranz.”Anna membuat sebuah gestur dan dari belakangnya muncul dua orang pengawal berbadan besar yang langsung menariknya dengan kasar ke dalam sebuah ruangan.“Lep
“Aku sungguh tidak menyangka akan menemukanmu disini bersama dengan pedang mulia, Celeste… Seth.” Allen berbalik badan dan di hadapannya berdiri seseorang yang sangat familiar baik di kehidupan ini mau pun di kehidupannya yang asli. "Ashe… bagaimana bisa…" "Apa kamu sungguh tidak ingat? Ketika pedang terkutukmu itu bertemu dengan pedang surgawi?" Seketika layaknya sebuah film yang diputar ulang, bayang-bayang masa lalu terulang di dalam kepala Allen atau saat ini adalah Seth. "Kamu…" Kala itu, langit berwarna merah dan ada begitu banyak bala tentara surgawi dan dunia bawah tengah berperang dalam perang terbesar yang ada dalam sejarah para malaikat dan iblis. Seth yang saat itu memimpin pasukan melaju dengan kendaraannya yang membara menerobos pasukan yang ada dan tujuannya hanyalah satu. Pemimpin dari pasukan malaikat, Nathanael. Sang malaikat tengah berdiri di atas kendaraannya dengan pedang yang diarahkan ke arah Seth. "Seth Morningstar." bisik Nathanael. Dalam sekejap, peda
“Silvie Bastien, istri dari Thomas Bastien adalah seorang penyihir. Lebih tepatnya ia memiliki darah penyihir dalam tubuhnya yang membuatnya dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.”Sebuah jawaban yang telah dinantikan oleh Camille akhirnya terjawab. Ternyata itulah alasan mengapa Silvie Bastien atau Duchess Bastien bisa melihat Yoon Yena yang berada di dalam tubuh Camille Kranz.“Sekarang semuanya terjawab.”“Silvie Bastien telah melakukan sebuah hal yang fatal. Lyenna… Putriku tersayang… Harus kehilangan nyawanya demi ‘tumbal’ yang Silvie butuhkan demi mencegah datangnya kehancuran…”
"Duchess Bastien dilukai seseorang!" teriak salah seorang yang sedang berlari-lari."Kami sedang mengejar pelakunya"Raut wajah Camille memucat. Ia ingat bahwa ayahnya ada bersama dengan Duchess Bastien."Bawa aku ke sana!" perintah Camille.Orang itu menganggukkan kepala dan bersama dengan Allen, ketiganya berlari ke tempat kejadian. Tetapi Camille menyadari bahwa mereka berjalan menuju sebuah rumah yang berbeda. Tempat itu besar dan terlihat seperti sebuah mansion."Kediaman Bastien." bisik Allen.Mansion itu sangat besar dan bisa dibilang lebih besar dari kedi
“Nona Camille Kranz… Kamu bukan berasal dari sini.”Camille terkejut dan mundur selangkah setelah mendengar omongan Duchess Bastien.“A-Apa? Darimana dia tahu?”Duchess Bastien menatap Camille lekat-lekat dan terus memandangi wajahnya. Hal itu membuat Camille tidak nyaman“D-Duchess Bastien…”“Oh? Maaf. Sepertinya aku membuatmu sangat tidak nyaman.”“Tidak apa-apa… Kenapa anda bilang saya bukan berasal dari sini? S-Saya adalah seorang putri dari keluarga Kranz dan saya lahir disin
“Hentikan semua ini!”Sebuah suara yang familiar terdengar dari belakang kerumunan orang itu. Kerumunan itu terbuka dan Ashe berjalan ke arah Duke Kranz dan kedua perempuan itu diikuti oleh seorang pria yang ternyata adalah sang raja dan di belakang mereka ada beberapa pasukan kerajaan yang ikut untuk mengawal. Semua orang seketika tunduk dan memberi hormat pada Ashe dan pria itu.“Yang Mulia Raja dan Pangeran Ashe!”Bisikan-bisikan terdengar dari antara kerumunan.“Apa ini?”“Siapa yang memberitahu keluarga kerajaan?”
“Aku dengar Duke Bastien ditemukan di saluran irigasi dengan keadaan yang sangat menyedihkan.” Camille dan Allen mengendap-endap ke dekat kedua orang itu untuk menguping. Di taman itu ada banyak semak belukar dan sepertinya taman itu memang jarang didatangi orang. Keduanya bersembunyi di balik sebuah semak-semak. “Benarkah? Pantas saja di malam kejadian, aku melihat beberapa orang berjalan menuju saluran irigasi.” “Apa? Kamu ada di sana?” “Benar sekali! Aku baru saja pulang dari kebunku dan kebetulan sore itu aku lewat daerah sana. Aku melihat beberapa orang tengah berjalan ke arah saluran irigasi.” “Apa kamu melihat wajah mereka?” “Tidak. Hari itu sudah mulai gelap dan di saluran irigasi juga sangat gelap. Tapi aku ingat sekali aku melihat ada empat orang yang ada di sana.” “APA?! Jadi Duke Bastien dibunuh oleh tiga orang?!” “Sstt! Pelankan suaramu! Bagaimana kalau ada yang mendengar?!” “Bukankah seharusnya kamu lapor pada kerajaan?” “Aku tidak mau.” “Hah? Kenap
Camille terkejut bukan main dan nyaris melempar buku yang sedang dibacanya. Suara pecahan itu terdengar sangat keras sampai-sampai Camille bergegas keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi. Anehnya, tidak ada orang lain yang panik atau pun berlari keluar. Hanya ada Camille di lorong kamar itu. Camille menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari darimana sumber suara dan sekali lagi terdengar suara sesuatu yang pecah lagi. Kali ini Camille berlari menuju sumber suara dan menemukan sebuah ruangan dengan pintu yang terbuka sedikit.“Gadis bodoh!!!”Terdengar suara Anna dari dalam kamar. Camille memutuskan untuk mengintip ke dalam dan melihat Anna dan Yuri di dalamnya. Yuri terlihat sedang menangis sejadi-jadinya sedangkan di sekitar Anna, ada banyak barang-barang yang sudah pecah berserakan.