"Bos, bagaimana rencana anda selanjutnya?" tanya Riko selaku tangan kanan organisasi.Pertanyaan itu memecahkan lamunan Orlando. Ia memutar kursinya. "Kita akan memanfaatkan kepopuleran Monica di publik dengan cara membagikan beberapa sembako dan juga uang kepada masyarakat. Bagilah kepada mereka selagi ada waktu." Bibirnya tersenyum smirk.Kebajikan yang dilakukan ayahnya semata-mata agar putrinya terpilih dalam pemilihan presiden. Ia memang menyerah mengatasi Luxury yang tak ada perkembangan. Bills juga sudah ditendang sekaligus dimusnahkan karena gagal menjalani tugasnya dengan baik. Orlando memang arogan, berdarah dingin tanpa ada kata maaf bila sudah membuat kesalahan.Pengeluaran uang agar mendapatkan suara untuk Monica tidak ada nilainya bagi Orlando. Yang lebih penting adalah anaknya berhasil menduduki suara teratas pemilihan presiden. Lalu ia kembali memantau pergerakan putrinya. Normal, gadis lugu itu patuh dalam kendalinya.Orlando yang sudah siap dengan segala persiapannya
"Apa-apaan ini?" Tangannya merobek slogan yang sempat menempel di dinding. Bola matanya seakan keluar. "Tidak mungkin mereka bisa mencampakkan diriku."Napasnya ngos-ngosan meski tak lari beberapa mil. Sesaat ia memandangi area sekitarnya, orang-orang yang mencibirnya. Lalu ia melirik ke jendela kaca halte. Kakinya berjalan mendekat setelah itu berhenti. Ia diam sejenak, mencermati dirinya yang sudah terlihat amburadul."Tidak! Tidak mungkin—" Teriaknya terhenti saat orang-orang mulai memperhatikannya. Ia pun berlari. Megan, panggil ibu tiri Angela, keluyuran tidak jelas. Ia bak orang gila dengan penampilan compang-camping tanpa balutan make up ataupun dress yang cantik. Wajahnya terlihat lusuh. Ia membasuh wajahnya di kran dekat alun-alun kota."Lihatlah wanita itu," ucapnya menuding ke arah Megan. "Kasihan sekali dia. Miris. Kalau dilihat-lihat ..., dari wajahnya mungkin dia seumur dengan ibuku."Temannya itu menoleh tapi langsung menarik gadis itu. "Hei apa yang kau bicarakan? Dia
Aron membuka jendela ruangannya. Ia mendapatkan informasi terbaru dari Angela bahwasannya Megan sudah tiada. kota Luxury benar-benar aman tetapi ini sudah mencapai batas dari ramalan dewa langit. Aron menghela napas berat siapa pahlawan yang dimaksud itu."Sekarang tidak ada yang bisa menghalangi rencana anda—""Tetap ini bukan hal yang baik, Max," selanya sembari menoleh ke arah pria yang berdiri di samping meja kerjanya. "Sejauh ini mereka tidak pernah menampilkan keributan di manapun. Itu aneh sekali," lanjutnya.Berita utama yang pernah dibahas di media adalah pemilihan presiden. Mulanya arang tidak mengerti apa yang dimaksud dewa langit mengenai para pahlawan. Di dunia yang modern sangat sulit untuk membedakan mana yang namanya pahlawan dan musuh. Aron nampak memperhatikan layar televisi.Jajaran pejabat baru, sistem, serta visi misi dipaparkan pada publik. Belum selesai urusannya mengusut kematian seluruh anggota keluarganya di kehidupannya dulu, kini Aron dihadapkan permasalahan
Bukannya bahagia setelah mendapatkan uang bayaran, Max terlihat khawatir akan keputusan Aron. Ia segera melajukan mobilnya. Entahlah kenapa perasaannya tidak ada yang baik-baik saja.Setibanya di rumah, ia mencari keberadaan Angela. Wanita itu sudah menunggunya sedari tadi. Melihat suaminya pulang ia langsung memeluknya. Tak seperti biasa Angela memeluk dengan erat. Ia menginjak punggung kaki Max. Tinggi badan Angela yang tak terlalu tinggi bisa mengikuti gerakan kaki Max."Kenapa tidak mengenakan alas kaki?" tanya Max lalu menggendong istrinya.Wanita itu tak menjawab. Ia masih membisu. Kejadian tadi bukanlah hal yang mudah. Angela butuh banyak keberanian untuk melawan rasa takutnya terhadap wanita yang selama ini menyiksanya. Ia menangis pada jas yang dikenakan Max.Ia mengelus rambut Angela. "Apa ini soal Megan?" tanyanya mengangkat wajah istrinya. "Sekarang dia sudah tiada, kenapa kau masih menangis? Apa aku pulang terlambat?"Kepalanya menggeleng. "Justru aku bahagia. Beruntung se
Tanaman itu menghijau. Aromanya berbeda setelah dipanen. Bermacam tanaman khas ilegal sudah memasuki negara Atlantik tanpa diketahui pemerintah. Topik berita mengenai kebajikan sang anak sukses besar. "Akhirnya setelah sekian lama Atlantik akan menjadi milik anda juga," tutur seorang wanita dengan pakaian lengkap bersenjata.Kalimat itu disukai Orlando. Ia tertawa kegirangan atas semua pengorbanannya untuk mendapatkan apapun yang ia inginkan. "Pujian yang bagus, Sora. Aku akan memberimu sebuah tip."Wanita itu menundukkan kepalanya. Keberuntungan berkali lipat semenjak usaha Orlando semakin jaya. Memang tidak butuh waktu yang sedikit untuk menaklukkan Atlantik. Namun, kedepannya mereka akan segera mendapatkannya.Bibirnya tersenyum. Tetapi, dibalik hubungan kerja keduanya terselip sesuatu khusus. Sora, wanita cantik dengan skill tinggi merupakan wanita simpanan Orlando. Pria itu sengaja tidak langsung menikahinya setelah putri semata wayang Orlando bisa menjadi presiden di negara Atl
Hujan berpetir membasahi bumi. Aron seakan berada di tempat yang tak pernah dikunjungi sebelum. Lalu sosok yang tak dikenal muncul. Dagu tegas dengan tubuh gagah serta berwibawa menghampirinya Aron. Bola matanya tak terlepas dari sosok tersebut.Pertemuan dewa kebangkitan dengan pria yang telah bangkit dari kematiannya membuatnya semakin yakin dewa langit tidak main-main atas rencana itu. Ia menguji Aron. Angin kencang yang mengelilingi dirinya berhembus cepat menyerang Aron. Tentu saja pertahanan itu diperlihatkan. Tameng baja muncul. 'Tidak mungkin.'Aron berjalan mendekatinya. Dewa kebangkitan mengernyitkan alis tak percaya. Bibirnya tersenyum kecut lalu mengguyurkan hujan. Tak sampai disitu, dewa kebangkitan memberikan efek kilat untuk menggertak. Aron berlari dalam badai, tameng baja di dorong sekuat tenaga sampai tepat mengenai dewa kebangkitan. Untung saja pukulan Aron bisa dihindari.'Apa-apaan ini? Kenapa hasil ciptaan dewa langit memiliki tenaga yang luar biasa?' Ia sedikit
Aron mengecek rekaman CCTV di dalam kamarnya. Orang lain dibuat ternganga melihat adegan mustahil tersebut di mana tubuh Aron menghilang begitu saja. Ia tak terkejut dengan hal itu. Jari telunjuknya menekan tombol jeda, ia memperhatikan baik-baik ekspresi Monica saat berinteraksi dengan warga. Wajahnya terlihat polos dan begitu natural. Awalnya Aron sempat menduga kalau Monica juga berhubungan dengan kematian keluarganya, terlebih Monica darah daging Orlando. Ia juga mengirim beberapa cuplikan video viral Monica ke ahli mikro ekspresi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.Tak lama, notifikasi data dari analisis diterima. Aron segera membuka berkas yang dipesannya itu. Ia sengaja membeli jasa orang lain supaya tahu kepastian apakah Monica melakukan kebajikan itu untuk mendapatkan sebuah pujian atau sebaliknya. Aron pun segera membuka berkas tersebut."Mari kita lihat faktanya." Aron membalik setiap halaman kertas. Dan seperti dugaannya jika Monica tidak memiliki tanda-tanda berbu
Setibanya di kamar....Monica merasa dikhianati ayahnya. Padahal pria itu sudah berjanji di depan semua orang tapi tidak berlaku hari ini. Pertahanan cintanya sudah dibobol oleh wanita lain. Bila dilihat dari penampilan seorang tadi, sudah jelas keduanya usai berhubungan yang tak seharusnya dilakukan oleh mereka. Nafsu makannya menurun. Ia bahkan tidak meneguk setetes air minum pun. Monica memainkan jemarinya ia berpikir bagaimana menyelesaikan semua problem pribadi yang tak kunjung selesai. Ditambah ayahnya dominan mengatur kehidupannya. Semua orang yang telah mendukungnya memiliki banyak harapan kepada Monica. Kehidupan sekaligus keinginan orang-orang yang disayanginya tidaklah sama. Ia lebih takut jika akan mengecewakan masyarakat di negara Atlantik."Nona Monica harus makan, yah," ucap pelayan wanita bertubuh gempal.Ia menoleh sembari menggelengkan kepala. Bibirnya mulai kering tak mengeluarkan suara. Kemudian pandangannya kembali menatap ke arah luar jendela."Jika anda tidak in
Ledakan besar menghancurkan dataran negara Neon, tak satupun anggota bagian Orlando yang selamat dari ledakan bom itu. Tubuh Sora juga ikut terkubur reruntuhan bangunan. Usahanya untuk menyelamatkan diri tak bisa dilakukannya. Kelopak mata setengah terbuka. Pemandangan yang begitu berantakan. Di sela-sela momen itu Sora mencoba mengangkat tumpukan bangunan yang menimbun bagian tubuhnya. Sesekali ia mencari-cari oksigen. "Bila bukan si tua bangka itu, aku tidak akan susah seperti ini," decaknya mencoba keluar.Nahas, kepalanya yang baru saja nampak di permukaan menjadi sasaran tembakan Betabot. Kali ini ia benar-benar kehilangan kesadaran. Arwah Sora menolak untuk mati, sementara tubuhnya tak bisa bertahan lama. "Sialan harusnya aku hidup lebih lama," ucapnya dalam hati. Kepalanya terus mengalirkan darah segar. Hanya dalam tiga detik Sora menghembuskan napas terakhirnya.Mendengar kabar peperangan besar sengit antara Orlando dan musuhnya, menimbulkan perseteruan dari devisi yang ber
Awalnya Orlando mengira ia akan mendapatkan kemenangan besar. Melihat musuhnya tanpa senjata dan juga sendirian membuat kepercayaan dirinya semakin tinggi. Sayangnya tembakan tadi meleset tak mengenai musuhnya. "Apa?!" Kepalanya memanas menyaksikan Aron yang masih berdiri tegak. Orlando pun segera mengganti isian peluru yang ada di dalam pistolnya. "Arahkan senjata kalian padanya!" teriaknya memerintahkan seluruh pengikutnya.Serangan itu memang diterima oleh Aron. Ia mengubah elemen senjata yang diarahkannya menjadi tameng pelindung untuk mengatasi serangan bertubi-tubi. Menghilangkan rasa belas kasihan, Aron mengandalkan kebenciannya terhadap Orlando. Dendamnya begitu membara. Langkahnya maju mendekati musuhnya, belum menyerang balik mereka berjalan perlahan mundur. Dari balik gedung asap tembakan mulai menyebar. Aron memasang tatapan sinis. Emosinya dilihatkan secara terbuka. Menit-menit inilah yang sudah ia tunggu bertahun-tahun."Sekarang giliranku, Betabot mode musuh!" Dalam be
Max dan Jaz melaksanakan tugasnya sebagai mana yang diperintahkan Aron. Gadis itu hanya membatu menyaksikan pemandangan di depannya. Suara letusan senjata mulai mendengung. "Apa semua ini sudah kalian persiapkan sejak lama?" Pandangan matanya terlihat kosong. Namun dari pertanyaannya itu tidak mendapatkan respon dari keduanya. Lalu, Monica bertanya sekali lagi. "Kenapa kalian merahasiakan ini semua dariku?"Kepala mereka hanya menunduk sebagai jawaban. Tangisnya membasahi pipinya. Tatapannya ke arah jendela. Monica bisa merasakan akan terjadi peperangan besar bila mengaitkan teknologi senjata. Sangking khawatirnya, Monica tak sadarkan diri. Tubuhnya ambruk beberapa detik selanjutnya setelah berdiri tak lama menatap keluar jendela. Kedua bodyguard itu terpaksa menenangkan Monica dengan akses yang diberikan Aron. Untung saja mereka bisa mengatasi hal itu, tetapi nasib Aron masih menjadi tanda tanya. Mereka pun berdiri di samping kapsul tidur Monica. Bola mata mereka saling memandang.
"Kau sudah kelewatan batas, tuan Orlando," decak kawannya.Wajah datar Orlando tak peduli akan perkataan pria itu. Ia memilih tak peduli dan melanjutkan pesta pernikahan seperti tak ada terjadi sesuatu. Sementara dari kejauhan wajah Sora menundukkan dengan tangan mengepal. Pernikahan mereka memang digelar mewah, sayangnya kekacauan di depan mata membuat mood Sora buruk belum lagi kondisinya yang tengah hamil muda."Apa kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Orlando sembari memeluk istrinya. Namun, setelah beberapa detik ia tidak mendapatkan balasan dari mulut Sora.Suasana canggung pun terjadi. Memang Orlando pernah berada di posisi teratas sebelum bisnisnya perlahan menurun. Siapa sangka hari itu juga semua orang yang ada di dalam pesta pernikahannya bersikap acuh tak acuh."Sudah cukup! Hentikan!" bentak Sora yang tak tahan kericuhan terjadi. Tangannya mendorong jauh suaminya itu. Lalu berlari menuju kembali ke kamar.Rasa kesal Orlando meledak seketika. Disaat kehilangan akal untuk men
Tak lama perbincangan mereka terhenti. Alarm keberangkatan berbunyi di setiap sudut ruangan. Sontak hal itu membuat Monica berdiri. Ia sedikit canggung usai mengungkapkan sedikit bagian dari isi hatinya. Aron menggandeng tangannya. Mulanya Monica tak menyadari kalau keduanya mengenakan warna baju yang sama. Hasratnya untuk bertanya semakin memuncak, mengapa pilihan warna yang dipilih tidaklah seperti persiapan sebelumnya.Gadis itu menurutinya. Semua berjalan lancar. Gaya penampilan Aron kini bak seorang bos dari segala bos kriminal. Walaupun tanpa ada tato palsu, wibawanya sudah terlihat. Mereka dikawal beberapa bodyguard. Dimana diantara mereka sebagian adalah anggota kepolisian dua negara sekaligus. Aron berjalan penuh waspada. Sewaktu-waktu, bisa saja para kepolisian tidak memihak padanya."Aku lihat aksimu, nona." Tatapan Aron lurus ke depan.Monica masih berpikir dengan apa yang akan dilakukannya. Meski ia gugup karena penampilannya yang terlihat berbeda dari pekerjaannya. Teta
Monica membuka kelopak matanya. Ia meraba-raba tubuhnya. Sepasang baju tidur melekat di tubuh Monica. "A–apa? Tidakkk!"Teriakan itu terdengar sampai di telinga Jaz. Dengan cepat Jaz menerobos masuk ke kamar. "Apa yang terjadi nona?""Siapa yang menggantikan bajuku?" tanya Monica balik. "Apa kita sudah sampai di negara Neon? Kenapa kau tidak membangunkan aku ketika pesawat sudah mendarat? Butuh beberapa jam lagi untuk bersiap?""Nona tenangkan diri anda. Undangan yang akan anda hadiri masih besok. Tuan sengaja membuat kejutan penampilan anda untuk persiapan besok," jelasnya singkat.Monica menghela napas. Ia meraih botol berisi air mineral, segera Monica meneguk hingga habis. Kakinya merangkak ke kasur. "Baiklah, dimengerti.""Bila ada keperluan lain, silahkan panggil saya," pamit Jaz meninggalkan ruangan tersebut.Monica tak percaya kalau Aron yang menggantikan baju tidur untuknya. Belum lagi ia tertidur di bahu Aron sepanjang perjalanan menuju Neon. Rona pipinya timbul begitu saja.
Monica meloncat kecil dengan girang menuju pesawat. Senyumannya diperlihatkan yang membuat semua orang salah paham. Gadis itu membalikkan badan seraya melambai ke arah Aron dan berteriak, "Cepatlah!"Aron memberikan isyarat tangan. Ia menyuruh Monica menikmatinya makanan lebih dahulu. Kakinya sengaja berjalan lebih lambat dari biasanya. Dari kejauhan pandangannya kearah gadis itu."Setibanya disana, biarkan aku yang melancarkan urusan ini. Kau tak perlu mengikutiku, Jaz—""Apa itu tidak terlalu berbahaya?" Langkah kakinya terhenti. Aron meliriknya. "Apapun itu aku akan ikut dengan anda," lanjutnya.Aron tak menggubris kalimat terakhir yang diucapkan Jaz. "Kau masih saja tidak mengerti. Aku tidak ingin melibatkan banyak orang untuk melancarkan misiku. Kau temani Monica setelah sampai di sana."Jaz mengangguk seolah mengerti apa yang dikatakan Aron. Tentu saja Jaz tidak langsung mengiyakan pernyataan itu. Ia memiliki rencana bila tuannya dikeroyok. Melihat keceriaan di wajah Monica, ki
"Lupakan hal ini." Orlando menghela napas berat. Ia belum percaya apa yang dikatakan pihak keuangan klan. Bahkan disaat pernikahan akan digelar banyak sekali cobaan ekonomi. Orlando tak ingin mengecewakan pujaan hatinya. "Bagaimana dengan gaun—"Orlando mencubit pipi Sora penuh gemas. "Sudah kubilang aku menyiapkan kejutan untukmu. Ayo kita bergegas ke negara Neon," selanya yang tak sabar mengetahui siapa pelaku di balik turunnya saham. Tangannya mengepal erat. Emosinya benar-benar meluap. Beberapa hari sebelum meninggalkan negara Atlantik tidak ada tanda-tanda musuh yang terlihat. Orlando curiga kalau pelaku yang membuatnya akan bangkrut ialah musuhnya sendiri.Pemikiran itu tak pasti, sebab Orlando tidak menemukan bukti yang konkret mengenai musuhnya. Hanya saja penyelidikan kemarin bisa membongkar identitas yang tidak asli. Ia menatap tajam ke arah Sora. Wanita itu menundukkan pandangannya dengan ekspresi sedih. Sesaat keluar keduanya sudah dijemput menggunakan pesawat pribadi.
"Nona, simpan dulu pertanyaan anda itu. Mari kita bicarakan setelah sampai di dalam mobil," pinta Jaz dengan suara pelan. Aron mengabaikan pertanyaan itu. Kakinya tetap melangkah. Ia benar-benar bersikap acuh tak acuh. Melihat reaksi Aron yang tidak peduli padanya, Monica memilih diam. Keduanya saling meredam amarah.Beberapa orang yang melintas menyorot ke arah mereka. Monica sekarang sadar apa yang telah dibuatnya. Gadis itu nampak bergegas lari dan segera meraih tangan Aron. Tentu saja hal itu membuat pria keras kepal tersenyum sendiri.Jaz sedikit kepikiran dengan situasi yang tengah terjadi. Mereka cepat-cepat kembali ke dalam mobil. Hatinya merasa tak tenang bila raut wajah bosnya begitu serius. 'Apa jangan-jangan ada pertikaian diantara mereka?'Sesampainya mereka di mobil, Jaz masih mencuri pandang ke arah keduanya. Kepalanya menggeleng-geleng mencoba menghilangkan pikiran buruknya. Ia menoleh ke belakang seraya berkata, "Selanjutnya kita akan kemana, Tuan?""Supaya tidak ada