Share

39. Nama Wanita Lain

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2024-12-19 07:07:05

Minggu ketiga kami berada di Jakarta. Hari ini menjadi hari yang paling mendebarkan. Bagaimana tidak, kemarin sore pada saat Mas Akbar baru pulang dari kantor, beliau mengabarkan bahwa Papa dan Mama mertuaku ingin bertemu dengan kami. Kabar itu pun diperkuat oleh telepon dari Tante Devi, katanya papanya Mas Akbar, orang yang dulu paling menentang hubungan kami, sangat gembira ketika mendengar kabar menantu dan cucunya ini sudah ada di Jakarta.

"Ini berkat kesabaranmu, Tami. Selama ini sudah mendampingi Akbar meskipun hidup kalian pas-pasan. Tante yakin kamu punya doa yang baik-baik untuk suami dan keluarganya." Itu yang diucapkan Tante Devi di akhir percakapan kami melalui telepon.

Anak-anak pun begitu bahagia ketika mendengar akan bertemu dengan omah dan opahnya. Mereka juga bersemangat bangun pagi. Meski demikian, aku tidak lupa lupa memberi nasihat pada tiga anakku. Supaya mereka bisa menjaga sikap di rumah omah dan opahnya nanti. Terutama Farah yang sudah besar.

Keluarga Mas
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    40 Saras

    Niat menanyakan tentang Saras pada Mas Akbar masih harus aku tunda sampai anak-anak tidur. Biasanya mereka tidur cepat, tapi karena tadi di mobil sempat terlelap, jadi Farah sampai di rumah sangat susah disuruh masuk kamar. Begitupun dengan Suci. Setelah aku bujuk dengan alasan besok harus sekolah, akhirnya kedua anak perempuanku mau masuk kamar. Aku pun berganti pakaian dan membersihkan wajah. Lepas itu berjalan ke ruang tengah untuk menemui Mas Akbar. Meskipun dalam hati masih bingung, kalimat apa yang harus kusampaikan pada beliau untuk menanyakan perihal Saras. "Ponselmu tadi menyala dua kali." Belum juga aku duduk di sampingnya, Mas Akbar sudah menunjuk benda pipih yang tergeletak di atas meja. Aku baru ingat, ponsel itu tadi berada di tas. Mungkin karena berbunyi, Mas Akbar mengeluarkannya untuk melihat siapa yang menghubungiku. "Siapa yang telepon?" tanyaku seraya duduk di sampingnya. Lalu meraih benda tersebut. "Bi Ica." Mataku menyipit. Ada apa Bi Ica malam-malam telep

    Last Updated : 2024-12-20
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    41. Ambisi

    Tangisku pecah setelah gundukan tanah basah dihadapanku ditaburi bunga-bunga beraneka rupa. Di dalamnya, jasad Bapak terbujur. Sore kemarin aku mendapat kabar dari Ibu kalau bapak berpulang secara mendadak. Padahal paginya kami masih berbincang di telepon. Lebih dari dua bulan aku tinggal di Jakarta, belum sempat pulang menengok beliau. Kami cukup direpotkan dengan urusan pindah sekolah anak-anak. Saat melakukan panggilan video, Bapak terlihat segar. Aku juga setengah tidak percaya kalau Bapak akan pergi secepat ini. "Sudah, Ma, ikhlaskan. Tidak baik meratapi kepergian seseorang yang kita sayang sebabkan itu akan menjadi beban baginya." Mas Akbar merangkulku kemudian tangan kekarnya terasa mengusap punggungku. Aku bukannya tidak ikhlas, tapi keinginanku untuk membawa Bapak berkunjung ke rumahku di Jakarta belum sempat terkabul. Beliau sempat memintaku untuk menunjukkan keadaan rumah kami di Jakarta saat kami melakukan panggilan video. Saat itu Bapak tak hentinya mengucap syukur

    Last Updated : 2024-12-21
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    42. Pov Lestari

    Kepergian Bapak membuatku semakin merasa bersalah. Pasalnya Bapak terkena serangan jantung setelah ada dua orang polisi mencari Mas Firman ke rumahnya. Mas firman memang akhir-akhir ini tengah dicari oleh banyak pihak. Kesalahannya semakin bertambah. Terakhir ia dilaporkan oleh salah satu temannya karena terlibat utang ratusan juta. Usut punya usut, ternyata uang itu ia gunakan untuk bermain judi online, selain bersenang-senang dengan jalang itu.Hidupku kini benar-benar kembali ke nol. Menumpang hidup di rumah Teh Tami dan mau tak mau harus bekerja untuk mencukupi hidupku bersama dua orang anak dan juga Ibu. Orang tuaku juga ikut-ikutan bangkrut karena ulah Mas firman. Untuk biaya tahlilan Bapak, Teh Tami yang menanggung. Saat ini aku mengandalkan uang kiriman Teh Tami untuk makan sehari-hari. "Tari, kita tidak mungkin terus menerus mengandalkan kakakmu. Kedepannya harus bisa mandiri. Kamu harus cari kerjaan. Anak-anak biar Ibu yang urus," ucap Ibu sore ini selepas acara tahlilan

    Last Updated : 2025-01-08
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    1. Dihina Karena Miskin

    "Sok atuh, Teh Tami tolongin kita. Ini kurang satu orang lagi supaya pinjamannya cepat cair," ucap Siska sambil menggeser duduknya. Sejak dua hari yang lalu, entah untuk yang ke berapa kalinya Siska kembali mendatangi rumahku. Maksudnya adalah mengajakku bergabung dalam kelompok mereka untuk mengajukan pinjaman bank emok."Aduh maaf, Neng Siska. Saya tetap tidak bisa, soalnya takut tidak kebayar setorannya. Apalagi sekarang suami saya sedang libur dagang." Jawaban seperti itu pun sudah berkali-kali aku ucapkan."Please atuh, Teh, tolongin. Pasti Teteh mah setorannya lancar. Nanti kalau cair, uangnya bisa Teteh belikan mesin cuci. Di lingkungan ini, 'kan cuma Teteh yang belum punya mesin cuci." Siska kembali merajuk, tapi aku tetap menggelengkan kepala. Ucapan siska ada benarnya juga, lantaran di lingkungan itu hanya aku sendiri yang belum memiliki mesin cuci. Tapi aku tidak ambil pusing, yang penting baju kami tetap bersih meski mencuci menggunakan tangan. "Maaf ya, Neng Siska. Tete

    Last Updated : 2024-08-14
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    2. Sindiran

    "Lalu kalian makan apa kalau libur terus?" tanya Ibu sinis ketika tahu Mas Akbar tidak jualan. Bahkan ia tidak ingin bertanya lebih lanjut perihal musibah yang kukatakan barusan.Aku hanya tersenyum tipis mendengar pertanyaannya, sambil memikirkan jawaban untuknya. Tempo hari Mas Akbar berpesan, untuk sementara aku harus merahasiakan dulu pekerjaan barunya."Alhamdulillah kami masih ada simpanan," jawabku sambil menunduk. "Percuma saja menabung kalau satu dua hari sudah dipakai," lanjut Ibu makin sinis. Kali ini aku diam, karena tidak akan ada habisnya jika terus meladeni ucapannya."Coba dulu kamu mau nikah sama Herlan. Hidupmu sekarang pasti banyak uang. Lihat saja istri ketiganya, emasnya banyak dan mobilnya bagus."Ibu masih mengungkit masalah itu. Sebelum menikah dengan Mas Akbar, aku memang pernah menolak lamaran kang Herlan. Bos rongsokan yang akan menjadikan aku istri kedua. Jelas saja aku tolak, selain sudah tua, Kang Herlan itu terkenal tukang kawin. Hal itu pula yang memb

    Last Updated : 2024-08-14
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    3. Gara-gara Hujan

    Suasana yang membuatku kurang nyaman ini tidak berlangsung lama karena gerbang sekolah segera terbuka. Syukurlah, akhirnya aku terbebas dari dua orang yang sedang berusaha menyindirku ini.Farah berlari kecil ketika melihatku berdiri di ujung jalan. Aku pun segera menghampirinya supaya anak itu tidak terlalu lama kehujanan. Meski hujan tidak terlalu besar, tapi lama-lama bisa basah juga bajunya. "Mama jalan kaki?" tanya Farah sambil celingukan mencari motor kami."Enggak apa-apa 'kan kalau kita jalan kaki?" Aku balik bertanya."Nggak," jawab Farah singkat. Aku tahu meski tidak protes tapi anak itu sedikit kecewa."Doakan Mama dan Ayah segera punya uang supaya bisa beli motor yang enggak mogok saat kehujanan."Farah hanya mengangguk."Sepatunya dibuka, ya, Nak. Takut basah, besok 'kan harus dipakai lagi." Aku meletakkan sandal jepit yang tadi sengaja dibawa dari rumah setelah meminta Farah melepas sepatu satu-satunya itu.Setelah anak itu berganti sendal, aku pun menyerahkan payung m

    Last Updated : 2024-08-14
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    4. Kiriman Uang

    Besoknya, setelah Farah dan Suci pergi sekolah, aku segera berangkat ke konter Kang Rohman. Selain berjualan pulsa, konter Kang Rohman ini adalah agen BRI link satu-satunya di lingkungan terdekat.Kuparkir motor bebek jadulku di depan konter. Mataku tertuju pada kendaraan yang sudah berjajar terlebih dahulu. Sepertinya salah satunya adalah milik Siska.Kenapa, kami selalu ditakdirkan bertemu. Tidak di rumah atau di tempat lainnya. Dunia ini terasa sangat sempit. Tidak mungkin juga mengurungkan niat, toh aku tidak punya salah pada wanita itu. Hanya saja, aku perlu mempersiapkan hati. Lantaran sejak aku menolak tawaran untuk bergabung dengan kelompok bank emok-nya, Siska sepertinya sangat dendam padaku.Ada tiga orang yang sedang mengantri di konter ini, aku pun memilih duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu. Ketiga orang yang sedang mengantri itu sepertinya tidak menyadari kehadiranku karena memang aku tidak bersuara."Kalau nggak ada duit, nggak usah beli paketan. Ini yang kem

    Last Updated : 2024-08-14
  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    5. Biang Gosip

    Tanpa menghiraukan Siska yang sedang komat-kamit, aku segera pergi dari konternya Kang Rohman menuju pasar. Di toko langganan, aku pun membeli keperluan yang benar-benar dibutuhkan untuk Farah dan adik-adiknya. Seragam untuk kedua anakku sebagai baju salin, juga payung dan jas hujan. Untuk Dani aku membelikan sepeda kecil. Tempo hari ia sempat menangis karena tidak diberi pinjaman oleh anaknya Bu Mirna. Anak itu kegirangan hingga berjingkrak-jingkrak. Aku tersenyum samar, antara bahagia dan terharu. Sebenarnya ingin memberikan apapun yang mereka inginkan, tapi karena perekonomian kami yang terbatas, biasanya aku hanya bisa menasehati mereka. Tak lupa mengajak mereka untuk berdoa supaya ayahnya dapat rezeki. Setelah disisihkan untuk keperluan sebulan ke depan, uang sisa kiriman dari Mas Akbar akan kusimpan di tabungan sekalian membuat rekening baru. ***Hampir dzuhur ketika aku keluar dari bank. Aku pun langsung menjemput suci di sekolah. Dani nampak kelelahan, sepertinya anak itu

    Last Updated : 2024-08-14

Latest chapter

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    42. Pov Lestari

    Kepergian Bapak membuatku semakin merasa bersalah. Pasalnya Bapak terkena serangan jantung setelah ada dua orang polisi mencari Mas Firman ke rumahnya. Mas firman memang akhir-akhir ini tengah dicari oleh banyak pihak. Kesalahannya semakin bertambah. Terakhir ia dilaporkan oleh salah satu temannya karena terlibat utang ratusan juta. Usut punya usut, ternyata uang itu ia gunakan untuk bermain judi online, selain bersenang-senang dengan jalang itu.Hidupku kini benar-benar kembali ke nol. Menumpang hidup di rumah Teh Tami dan mau tak mau harus bekerja untuk mencukupi hidupku bersama dua orang anak dan juga Ibu. Orang tuaku juga ikut-ikutan bangkrut karena ulah Mas firman. Untuk biaya tahlilan Bapak, Teh Tami yang menanggung. Saat ini aku mengandalkan uang kiriman Teh Tami untuk makan sehari-hari. "Tari, kita tidak mungkin terus menerus mengandalkan kakakmu. Kedepannya harus bisa mandiri. Kamu harus cari kerjaan. Anak-anak biar Ibu yang urus," ucap Ibu sore ini selepas acara tahlilan

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    41. Ambisi

    Tangisku pecah setelah gundukan tanah basah dihadapanku ditaburi bunga-bunga beraneka rupa. Di dalamnya, jasad Bapak terbujur. Sore kemarin aku mendapat kabar dari Ibu kalau bapak berpulang secara mendadak. Padahal paginya kami masih berbincang di telepon. Lebih dari dua bulan aku tinggal di Jakarta, belum sempat pulang menengok beliau. Kami cukup direpotkan dengan urusan pindah sekolah anak-anak. Saat melakukan panggilan video, Bapak terlihat segar. Aku juga setengah tidak percaya kalau Bapak akan pergi secepat ini. "Sudah, Ma, ikhlaskan. Tidak baik meratapi kepergian seseorang yang kita sayang sebabkan itu akan menjadi beban baginya." Mas Akbar merangkulku kemudian tangan kekarnya terasa mengusap punggungku. Aku bukannya tidak ikhlas, tapi keinginanku untuk membawa Bapak berkunjung ke rumahku di Jakarta belum sempat terkabul. Beliau sempat memintaku untuk menunjukkan keadaan rumah kami di Jakarta saat kami melakukan panggilan video. Saat itu Bapak tak hentinya mengucap syukur

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    40 Saras

    Niat menanyakan tentang Saras pada Mas Akbar masih harus aku tunda sampai anak-anak tidur. Biasanya mereka tidur cepat, tapi karena tadi di mobil sempat terlelap, jadi Farah sampai di rumah sangat susah disuruh masuk kamar. Begitupun dengan Suci. Setelah aku bujuk dengan alasan besok harus sekolah, akhirnya kedua anak perempuanku mau masuk kamar. Aku pun berganti pakaian dan membersihkan wajah. Lepas itu berjalan ke ruang tengah untuk menemui Mas Akbar. Meskipun dalam hati masih bingung, kalimat apa yang harus kusampaikan pada beliau untuk menanyakan perihal Saras. "Ponselmu tadi menyala dua kali." Belum juga aku duduk di sampingnya, Mas Akbar sudah menunjuk benda pipih yang tergeletak di atas meja. Aku baru ingat, ponsel itu tadi berada di tas. Mungkin karena berbunyi, Mas Akbar mengeluarkannya untuk melihat siapa yang menghubungiku. "Siapa yang telepon?" tanyaku seraya duduk di sampingnya. Lalu meraih benda tersebut. "Bi Ica." Mataku menyipit. Ada apa Bi Ica malam-malam telep

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    39. Nama Wanita Lain

    Minggu ketiga kami berada di Jakarta. Hari ini menjadi hari yang paling mendebarkan. Bagaimana tidak, kemarin sore pada saat Mas Akbar baru pulang dari kantor, beliau mengabarkan bahwa Papa dan Mama mertuaku ingin bertemu dengan kami. Kabar itu pun diperkuat oleh telepon dari Tante Devi, katanya papanya Mas Akbar, orang yang dulu paling menentang hubungan kami, sangat gembira ketika mendengar kabar menantu dan cucunya ini sudah ada di Jakarta. "Ini berkat kesabaranmu, Tami. Selama ini sudah mendampingi Akbar meskipun hidup kalian pas-pasan. Tante yakin kamu punya doa yang baik-baik untuk suami dan keluarganya." Itu yang diucapkan Tante Devi di akhir percakapan kami melalui telepon. Anak-anak pun begitu bahagia ketika mendengar akan bertemu dengan omah dan opahnya. Mereka juga bersemangat bangun pagi. Meski demikian, aku tidak lupa lupa memberi nasihat pada tiga anakku. Supaya mereka bisa menjaga sikap di rumah omah dan opahnya nanti. Terutama Farah yang sudah besar. Keluarga Mas

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    38. Pulang

    Seminggu kemudian, anak-anak sudah selesai ulangan. Aku pun sudah menemui kepala sekolah mereka untuk meminta izin dan mengurus surat-surat pindah. Tentu saja beliau tidak mengizinkan dengan alasan tunggu sampai kenaikan kelas. Tetapi, kalau mau izin pergi ke Jakarta diperbolehkan. Akan tetapi, surat pindah baru bisa dikeluarkan setelah anak-anak naik kelas nanti. Aku pun setuju, yang penting kami bisa berangkat ke Jakarta untuk menemui orang tuanya Mas Akbar. Mertuaku, sekaligus kakek dan neneknya anak-anakku. Sore nanti rencananya, Pak Amir akan datang menjemput kami. Tadi pagi aku sempat berpamitan pada Bapak dan Ibu, mengabarkan bahwa kami akan tinggal bersama Mas Akbar. Meskipun belum selesai mengurus surat di kantor kelurahan. Bapak sangat sedih ketika aku mengatakan akan tinggal di Jakarta. Aku juga sebenarnya tidak mau meninggalkan Bapak dalam keadaan sakit-sakitan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, sebagai seorang istri aku harus manut pada suamiku. "Sebenarnya Bapak

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    37. Identitas Palsu

    Selesai menemani Bapak ke dokter, aku langsung berpamitan. Selain karena sudah tidak begitu khawatir, aku juga penasaran pada Bi Ica. Dari nada bicaranya aku tahu kalau wanita itu serius. Rasa ingin tahuku cukup besar, apalagi yang dilakukan oleh Siska lantaran Bi Ica terdengar sangat emosi. Tiba di kampungku, di warung Ceu Entin terlihat banyak orang. Awalnya kukira karena banyak yang belanja. Aka tetapi, ketika aku melintas, Bi Ica memanggilku. Otomatis aku pun mengerem mendadak. "Sini Teh Tami, mampir dulu!" "Ada apa, sih, Bi?" Aku memperhatikan beberapa orang yang tengah asik mengobrol di emper warung. "Eh, kan saya mau curhat." "Di sini? Kan banyak orang. Di rumah say aja, yuk!" Jujur saja aku risih kalau harus ngobrol di emper warung. "Di sini aja. Mereka sudah pada tahu, kok." Bi Ica melirik beberapa tetangga yang masih asyik dengan gosip mereka. Aku menggeleng perlahan. Selain karena tidak pernah bergosip di emper warung Ceu Entin, aku juga risih karena banyak orang

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    36. Bapak

    Aku hanya bisa memutar bola mata ketika mendengar Lestari bersikukuh ingin tidur di kamar depan. Kamar yang disiapkan untuk Farah dan anak itu terpaksa harus kubujuk susah payah. Malam ini anak-anak tidur di kamar satunya, bertiga dalam satu kasur. Sementara aku tidur di lantai. Hanya itu satu-satunya cara membuat Farah bisa mengangguk meskipun anak itu masih tetap cemberut. Tak habis pikir dengan pola pikir Tari, masih untung dia ditampung di rumahku, tapi malah banyak mengatur semaunya sendiri. Padahal aku memintanya untuk mengalah pada Farah, keponakannya. Tetapi, Tari sama sekali tidak punya rasa belas kasihan. Besoknya, Lestari bangun siang. Subuh sudah kusuruh untuk menunaikan salat dan bersiap pulang. Karena hari ini anak-anak tidak libur sekolah. Tetapi dengan malas wanita menjawab kalau anak-anaknya untuk sementara tidak sekolah dulu. Aku hanya bisa menggeleng, setidaknya Lestari harus memikirkan mereka meskipun hatinya sedang kacau. Setelah aku bujuk, jam 08.00 dia pu

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    35. Itu Urusanmu

    "Jadi, Teteh itu habis mengecat ulang rumah dan membeli kulkas? Berarti benar kata ibu kalau sekarang Teteh banyak uang. Kemarin kupikir Ibu hanya memanas-manasi aku saja." Wajah Lestari berubah murung. Aku semakin bingung mendengar pembicaraan Lestari yang sama sekali tidak kupahami. "Memanas-manasi siapa maksudmu?" Aku duduk di hadapan Tari setelah meletakkan minuman di atas meja. Sesaat kami hanya saling tatap. Lestari mengubah posisi duduknya, ia mengambil satu buah gelas lalu menuangkan minuman dingin rasa cocopandan dari wadah yang sudah aku siapkan. "Mungkin sebentar lagi posisi kita akan bertukar." Lestari tidak melanjutkan ucapannya ia menyeruput air yang baru saja dituangkan ke dalam gelasnya. "Teteh nggak ngerti ke mana arah pembicaraan kamu." "Teh Tami tahu 'kan bagaimana Ibu? Bagaimana pandangannya mengenai uang. Kemarin aku menjadi anak kesayangannya karena aku banyak uang. Bisnis Mas Firman jalan, meski kami punya cicilan banyak. Aku bisa memberi Ibu lebih

  • Terkuaknya Rahasia Suamiku    34. Tetangga Perhatian

    Selama tiga hari Mang Edo mengecat rumahku. Selama itu pula Bi Ica ikut kerja juga. Wanita itu membantuku memasak untuk makan Mang Edo dan Wawan. Juga pekerjaan lainnya. Sambil bekerja, wanita itu banyak bercerita, salah satunya tentang Siska dan Bu Mirna. Katanya, dua orang itu dari dulu memang kerap menggosipkan aku. Mempengaruhi ibu-ibu di kampung ini untuk membenciku, entah apa alasannya. "Mungkin karena selama ini hidup Teh Tami tentram-tentram saja. Meskipun banyak kekurangan dalam segi materi, tapi Teh kami seperti tidak punya kesusahan tidak punya masalah juga dengan orang lain. Makanya mereka iri." Aku sendiri tidak terlalu ambil pusing dengan aduan Bi Ica. Terlanjur terbiasa digosipkan dua orang itu. Tantangan sekali punya dua tetangga yang sangat perhatian, hingga apapun yang kulakukan dan apapun yang terjadi padaku menjadi bahan perbincangan. Hari ini perabotan rumahku diantar. Tentu saja hal ini menjadi tontonan para tetanggaku, sebab aku membeli barang lebih dari s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status