Hari ini adalah hari terakhir bekerja di seluruh perusahaan di bawah naungan milik Oma Santi, termasuk perusahaan cabang yang dipegang oleh Hendrik. Hari ini juga adalah batas terakhir perusahaan memberikan THR kepada karyawannya. Seperti biasa pada tahun-tahun sebelumnya, para pegawai sangat senang sekali jika hari itu adalah hari terakhir mereka bekerja hingga beberapa hari ke depan. Apalagi mereka akan mendapatkan THR, rasa senang bertambah-tambah. Namun, kegelisahan segera menyerang pada setiap diri pegawai yang ada. Pasalnya, sudah jam satu siang belum ada satupun notifikasi di gawai mereka yang menandakan adanya bukti transfer pembayaran THR oleh pihak perusahaan. “Kok, jam segini belum ada notif, ya? Biasanya, lho, pagi jam sembilan udah ada.” keluh salah satu pegawai yang gelisah karena sudah sedari tadi bolak-balik melihat notifikasi di HP-nya. “Iya. Jangan-jangan bener kata rumor, kalau tidak ada THR kali ini?” timpal lainnya. “Jangan atuh! Aku butuh banget, tahu!” sang
Saat para pegawai dan Hendrik sedang ribut dan terjadi cek-cok, salah satu pegawai yang kenal dengan direktur utama yaitu Pak Adam, segera keluar dari rombongan itu dan menghubungi orang nomor satu di perusahaan pusat tersebut. Begitu mendapatkan kabar adanya kericuhan dan kekacauan di kantor cabang yang disebabkan oleh tingkah laku Hendrik sebab tidak mau bertanggung jawab tentang pembayaran THR, Pak Adam langsung meluncur tanpa menunggu apapun detik itu juga. “Kurang ajar! Benar-benar ya si bocah itu! Tidak ada kapok-kapoknya berbuat salah.” Pak Adam tangannya mengepal kuat-kuat melihat pemandangan di depan matanya. Dan benar saja, tanpa adanya kebohongan sedikitpun apa yang dikatakan oleh karyawan tersebut padanya. Begitu tiba di depan ruangan Hendrik, mata kepala Pak Adam benar-benar disuguhi oleh pemandangan yaitu adegan Hendrik digiring menuju kantor polisi. “Tunggu!” teriaknya lantang, mencegah para pegawai untuk tidak bertindak lebih. Mereka pun menurut, ketika tahu bahwa
Sore itu juga, Pak Adam sudah menemukan solusi atas belum terbayarnya THR para pegawai dan uang perusahaan yang dibelanjakan oleh Hendrik di luar operasional perusahaan. Tanpa basa-basi dan meskipun mendapatkan penolakan serta tidak disetujui oleh Hendrik, Pak Adam berhasil menjual mobil Hendrik untuk menambal kekurangan dan pengembalian uang perusahaan. Karena dijual mendadak, tentu harganya tidak bisa mahal seperti pada umumnya dan seharusnya. Hal itu lagi-lagi tidak bisa dihindari dan ditolak oleh Hendrik. Setelah mendapatkan uang dari hasil penjualan mobil tersebut, Pak Adam langsung saat itu juga mentransfer THR untuk para pegawainya. Hal, itu disambut penuh sukacita oleh mereka yang saat itu sudah berada di rumah masing-masing dan telah menunggu berjam-jam. Berbeda dengan Hendrik, begitu keluar dari rumah pembeli, wajahnya penuh kekesalan, kegeraman dan kebencian terhadap Pak Adam. Karena baginya, Pak Adam adalah orang yang harus bertanggungjawab atas hidupnya sejak berpisa
Berbeda dengan Hendrik dan Novi, mereka tidak menjalani hari idul fitri pagi itu dengan seperti biasa pada umumnya. Mereka memilih menghabiskan waktu di pagi itu hingga beberapa waktu ke depan tanpa adanya kepastian hingga kapan, dengan bepergian meninggalkan rumah menuju sebuah tempat wisata. Mereka berdua berangkat tepat saat orang-orang dirasa sudah berkumpul semua di lapangan. Hal itu dilakukan oleh Hendrik dengan alasan malu pada warga komplek karena mobil yang sekarang dimilikinya sudah jelek dan tidak mewah seperti dulu lagi. Selama mempunyai mobil yang sekarang itu, warga belum tahu karena Hendrik membawa pulang ke rumah untuk pertama kalinya pada malam hari dan setelah itu selalu ditutupi menggunakan mantel mobil. Sebenarnya, Hendrik ingin pergi sendiri pada awalnya. Namun, rasa peduli terhadap Novi yang sampai detik ini masih menjadi istri sahnya meskipun sudah tidak ada lagi rasa, mendadak muncul dan membuatnya seperti harus membawa ikut serta. Ia juga mendadak kasihan p
Sepeninggal Hendrik, Pak RT yang awalnya ingin memastikan apakah air lautnya aman untuk bermain para cucunya langsung urung dan kembali ke tempat istri dan anak cucunya berkumpul. Setibanya di tempat, Pak RT mendapatkan pertanyaan yang beruntun dari istrinya. Bukan tentang bagaimana kondisi pantai tapi melainkan lainnya yaitu seseorang yang beberapa waktu telah dilihatnya. “Pa, Mama tadi kek lihat warga kita di sini, deh! Tapi, Mama gak yakin. Soalnya dari kejauhan dan samar-samar gitu. Kira-kira siapa ya, Pa?” Meskipun saat ini pembicaraan keduanya disaksikan oleh anak-cucunya, tapi tak ada satupun yang ikut campur karena bagi masing-masing dari mereka sama sekali bukan urusannya. Pertanyaan Bu RT seketika membuat Pak RT berpikir sejenak. Pasalnya Hendrik sudah berada di ujung sana sejak dirinya belum beranjak dari tempat berkumpulnya keluarga. “Laki apa perempuan, Ma?” tanya Pak RT memecah rasa penasaran di dalam dirinya. “Perempuan, Pa. Apa Papa punya jawaban? Ibu kasihan aja
“Kamu pikir aku gak punya keluarga yang harus aku kunjungi?” Usai mengirim balasan seperti itu, dengan gregetan Syasya memasukkan HP ke dalam tas jinjingnya yang sebelumnya selalu dipegangnya. Hal itu lagi-lagi tidak luput dari perhatian sang saudari. Namun, dengan sigap Syasya menyatakan baik-baik saja. Sementara Hendrik di tempatnya, membaca dengan ekspresi linglung juga seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. ****Setelah Sarah dan rombongan silaturahmi ke rumah orang tua Farah, mereka melanjutkan agenda silaturahmi hari itu ke panti Bunda Sumirah. Sebelum sampai di panti, Sabrina dan Sarah menyiapkan amplop berisi THR untuk anak-anak panti terlebih dahulu. Meskipun sebenarnya sudah disiapkan, mereka berdua tetap kembali memastikan dan mengecek apakah ada yang belum terisi atau jumlahnya sudah pas?. Sebenar dan seharusnya sodakoh yang lebih utama adalah saat Ramadhan, karena di saat tersebut pahalanya berkali-kali lipat besarnya. Sarah dan Sabrina tahu akan hal itu. Merek
Satu bulan telah berlalu. Kini, pernikahan Hendrik-Novi, umur Emir, dan status janda yang disandang oleh Sarah telah berumur satu tahun. Semakin hari, Emir semakin menunjukkan keaktifan, kecerdasan, kelincahan, dan sesuatu yang selalu mengejutkan dengan kata-kata baru keluar dari bibir mungilnya itu. Mengingat umur satu tahunnya Emir, tentu Sarah tidak lupa akan peristiwa yang telah dialaminya satu tahun itu. Namun, demi kebahagiaan dan keberlangsungan hidupnya ke depan, ia berusaha tidak mengingatnya. Sebagai momen yang sangat membahagiakan itu, Sarah dan Sabrina berencana akan mengadakan acara syukuran atas satu tahun umur Emir. Lagi-lagi rencananya akan diadakan bersama anak-anak panti asuhan Bunda Sumirah.Awalnya Sarah akan merayakannya di restoran miliknya. Namun, ia berubah pikiran. Ia berencana dalam perayaan tersebut ingin mengingatkan kepada seluruh undangan yang ada bahwa di dalam rejeki kita ada rejeki anak yatim dan setidak enaknya hidup, masih ada yang lebih tidak ena
Hari ini adalah keduanya kalinya Adhyaksa bertemu dengan Sarah bertepatan dengan perayaan ulang tahun pertama Emir di panti asuhan Bunda. Saat pertama kali Sarah memasuki panti di siang hari itu, pandangan Adhyaksa tak berhenti menatapnya. Setiap gerak-gerik Sarah saat menggendong Emir, mengenalkan kepada setiap anak panti, juga menyapa setiap tamu yang datang sama sekali tak luput dari perhatiannya. Entah mengapa, Adhyaksa seketika menjadi begitu candu menatap Sarah dari kejauhan. Ya, tentu ia tidak berani jika menatap dan memperhatikan dari dekat. Jika Bundanya dan lainnya mengetahui hal itu, bisa-bisa heboh dan terjadi perledekan. Tentu Adhyaksa tidak mau itu terjadi. Menit demi menit terus berlalu, acara demi acara juga harus terus berjalan. Hal itu membuat Adhyaksa mau tidak mau harus membaur dengan para tamu dan menyambut mereka. Meskipun tidak lagi bisa memandang Sarah dengan leluasa, ia tetap berusaha untuk mencuri pandang terhadap Sarah. Saat ada kesempatan, Adhyaksa yang