Libur lebaran akan segera tiba. Adalah hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh para pekerja di mana pun berada dan apapun perusahaan atau instansinya, termasuk perusahaan tempat Hendrik bekerja. Mereka menunggu hari libur dan yang lebih utama adalah tunjangan hari rayanya. Namun, hingga kini saat hari libur tinggal hitungan jam belum juga ada kabar seberapa besar jumlah THR yang akan mereka para pekerja terima. Maklum saja, setiap pemimpin beda aturan dan kebijakan, terlebih lagi seorang pemimpin seperti Hendrik yang semena-mena. “Pak, THR gimana?” Seorang staff memberanikan diri bertanya pada Hendrik siang hari itu setelah mengetuk pintu dan sapa juga basa-basi tanpa adanya balasan dari Hendrik karena sedang fokus mengerjakan file di akhir menuju detik-detik hari libur. “Maksudmu apa bertanya seperti itu? Apa itu THR?” jawabnya sinis dan ogah-ogahan seraya kembali melanjutkan ketikannya di komputernya. “THR ya THR, Pak! Masa THR aja tanya?” Staff itu mulai kesal. “Heh! Kamu pikir
Sejak kejadian Hendrik dipermalukan oleh Novi pasal pencurian takjil waktu itu hingga sekarang, komunikasi antar keduanya sama sekali tidak baik. Bahkan, semakin memburuk saja dari hari ke hari. Seperti pada Minggu hari ini, Hendrik sejak pagi hari sudah sibuk dengan dirinya sendiri. Ia memasak dan membuat sarapan untuknya tanpa menyisakan sedikitpun untuk Novi. Ya, keduanya memang tidak pernah puasa sejak awal.“Halah! Puasa-puasaan segala. Buat apaan? Yang ada laper, lemes. Udah gitu haus mana kerjaan banyak lagi,” ujarnya kala itu di dalam hati saat mengetahui bahwa sudah memasuki bulan Ramadhan dan mendapati semua karyawan menunaikan ibadah tersebut. “Puasa? Hadeh! Ngapain, sih? Membuat orang laper saja. Tapi, kok orang-orang bisa betah gitu, ya?” gumam Novi penasaran setelah melihat video di toktok yang menampilkan sederet artis ibukota sedang mengadakan acara buka bersama. Ia tak jauh berbeda dengan Hendrik. Selain pandangan-pandangan negatif tentang puasa yang keduanya kemu
Lebaran semakin dekat saja. Sebagai orang Indonesia pada umumnya, sudah lumrah jika menjelang lebaran adalah dilakukannya berburu baju baru juga menghias rumah, serta memperbanyak kudapan dan sajian. Hal itu juga dilakukan oleh Adi. Setelah hari ini adalah hari terakhir bekerja, ia berniat hari esok akan membawa anak-anak untuk berbelanja baju baru untuk mereka. Tepat pukul sembilan pagi pada keesokan harinya, Adi benar-benar melaksanakan apa telah menjadi niatnya tersebut. Setelah semalaman ia mencari tahu dan menemukan di manakah ada tempat perbelanjaan paling lengkap dengan tujuan agar sekali datang langsung dapat banyak dan komplit, Adi langsung memboyong anak-anak ke tempat toko Tingali. Meskipun toko kali ini tidaklah luas seperti mall-mall besar, sehingga menyebabkan anak-anak tidak leluasa, Adi tetap saja datang dan sama sekali tidak menyurutkan niatnya ke toko tersebut. Satu-satunya tujuan Adi mengajak ke toko tersebut adalah untuk mengajarkan kesabaran di dalam diri ana
Hari ini adalah hari terakhir bekerja di seluruh perusahaan di bawah naungan milik Oma Santi, termasuk perusahaan cabang yang dipegang oleh Hendrik. Hari ini juga adalah batas terakhir perusahaan memberikan THR kepada karyawannya. Seperti biasa pada tahun-tahun sebelumnya, para pegawai sangat senang sekali jika hari itu adalah hari terakhir mereka bekerja hingga beberapa hari ke depan. Apalagi mereka akan mendapatkan THR, rasa senang bertambah-tambah. Namun, kegelisahan segera menyerang pada setiap diri pegawai yang ada. Pasalnya, sudah jam satu siang belum ada satupun notifikasi di gawai mereka yang menandakan adanya bukti transfer pembayaran THR oleh pihak perusahaan. “Kok, jam segini belum ada notif, ya? Biasanya, lho, pagi jam sembilan udah ada.” keluh salah satu pegawai yang gelisah karena sudah sedari tadi bolak-balik melihat notifikasi di HP-nya. “Iya. Jangan-jangan bener kata rumor, kalau tidak ada THR kali ini?” timpal lainnya. “Jangan atuh! Aku butuh banget, tahu!” sang
Saat para pegawai dan Hendrik sedang ribut dan terjadi cek-cok, salah satu pegawai yang kenal dengan direktur utama yaitu Pak Adam, segera keluar dari rombongan itu dan menghubungi orang nomor satu di perusahaan pusat tersebut. Begitu mendapatkan kabar adanya kericuhan dan kekacauan di kantor cabang yang disebabkan oleh tingkah laku Hendrik sebab tidak mau bertanggung jawab tentang pembayaran THR, Pak Adam langsung meluncur tanpa menunggu apapun detik itu juga. “Kurang ajar! Benar-benar ya si bocah itu! Tidak ada kapok-kapoknya berbuat salah.” Pak Adam tangannya mengepal kuat-kuat melihat pemandangan di depan matanya. Dan benar saja, tanpa adanya kebohongan sedikitpun apa yang dikatakan oleh karyawan tersebut padanya. Begitu tiba di depan ruangan Hendrik, mata kepala Pak Adam benar-benar disuguhi oleh pemandangan yaitu adegan Hendrik digiring menuju kantor polisi. “Tunggu!” teriaknya lantang, mencegah para pegawai untuk tidak bertindak lebih. Mereka pun menurut, ketika tahu bahwa
Sore itu juga, Pak Adam sudah menemukan solusi atas belum terbayarnya THR para pegawai dan uang perusahaan yang dibelanjakan oleh Hendrik di luar operasional perusahaan. Tanpa basa-basi dan meskipun mendapatkan penolakan serta tidak disetujui oleh Hendrik, Pak Adam berhasil menjual mobil Hendrik untuk menambal kekurangan dan pengembalian uang perusahaan. Karena dijual mendadak, tentu harganya tidak bisa mahal seperti pada umumnya dan seharusnya. Hal itu lagi-lagi tidak bisa dihindari dan ditolak oleh Hendrik. Setelah mendapatkan uang dari hasil penjualan mobil tersebut, Pak Adam langsung saat itu juga mentransfer THR untuk para pegawainya. Hal, itu disambut penuh sukacita oleh mereka yang saat itu sudah berada di rumah masing-masing dan telah menunggu berjam-jam. Berbeda dengan Hendrik, begitu keluar dari rumah pembeli, wajahnya penuh kekesalan, kegeraman dan kebencian terhadap Pak Adam. Karena baginya, Pak Adam adalah orang yang harus bertanggungjawab atas hidupnya sejak berpisa
Berbeda dengan Hendrik dan Novi, mereka tidak menjalani hari idul fitri pagi itu dengan seperti biasa pada umumnya. Mereka memilih menghabiskan waktu di pagi itu hingga beberapa waktu ke depan tanpa adanya kepastian hingga kapan, dengan bepergian meninggalkan rumah menuju sebuah tempat wisata. Mereka berdua berangkat tepat saat orang-orang dirasa sudah berkumpul semua di lapangan. Hal itu dilakukan oleh Hendrik dengan alasan malu pada warga komplek karena mobil yang sekarang dimilikinya sudah jelek dan tidak mewah seperti dulu lagi. Selama mempunyai mobil yang sekarang itu, warga belum tahu karena Hendrik membawa pulang ke rumah untuk pertama kalinya pada malam hari dan setelah itu selalu ditutupi menggunakan mantel mobil. Sebenarnya, Hendrik ingin pergi sendiri pada awalnya. Namun, rasa peduli terhadap Novi yang sampai detik ini masih menjadi istri sahnya meskipun sudah tidak ada lagi rasa, mendadak muncul dan membuatnya seperti harus membawa ikut serta. Ia juga mendadak kasihan p
Sepeninggal Hendrik, Pak RT yang awalnya ingin memastikan apakah air lautnya aman untuk bermain para cucunya langsung urung dan kembali ke tempat istri dan anak cucunya berkumpul. Setibanya di tempat, Pak RT mendapatkan pertanyaan yang beruntun dari istrinya. Bukan tentang bagaimana kondisi pantai tapi melainkan lainnya yaitu seseorang yang beberapa waktu telah dilihatnya. “Pa, Mama tadi kek lihat warga kita di sini, deh! Tapi, Mama gak yakin. Soalnya dari kejauhan dan samar-samar gitu. Kira-kira siapa ya, Pa?” Meskipun saat ini pembicaraan keduanya disaksikan oleh anak-cucunya, tapi tak ada satupun yang ikut campur karena bagi masing-masing dari mereka sama sekali bukan urusannya. Pertanyaan Bu RT seketika membuat Pak RT berpikir sejenak. Pasalnya Hendrik sudah berada di ujung sana sejak dirinya belum beranjak dari tempat berkumpulnya keluarga. “Laki apa perempuan, Ma?” tanya Pak RT memecah rasa penasaran di dalam dirinya. “Perempuan, Pa. Apa Papa punya jawaban? Ibu kasihan aja