"Bu Sherry, ibu itu ada di ruang rapat," ujar Olivia sambil menunjuk ke arah ruang rapat.Sherry merapatkan bibirnya sebelum berkata, "Oke, kamu lanjut kerjaanmu.""Oh ya, Bu Sherry, ada rumor," bisik Olivia. "Dengar-dengar, ada proyek baru milik Grup Eskaria yang baru selesai dibangun, dan sedang melakukan tender terbuka untuk desain lanskap, mau coba ikut?""Persyaratan untuk ikut tender perusahaan Grup Eskaria sangat tinggi, jadi nggak ada peluang untuk studio kita yang masih berskala kecil. Sudahlah, nggak perlu dipikirkan hal itu, lanjutkan kerjaanmu saja," balas Sherry sambil tersenyum, tidak menganggap tender itu serius.Mereka bisa membuat proposal desain, tetapi studio mereka terlalu kecil, tidak memenuhi syarat."Sayang sekali!" Oliva mendesah pelan.Jika bisa mendapatkan proyek desain lanskap itu, reputasi studio mereka akan meningkat.Sherry hanya tersenyum, lalu berjalan ke arah ruang rapat.Sinar lembut yang masuk melalui jendela menciptakan bayangan yang indah dan berkil
Ucapan Farel membuat perasaan Sherry menjadi campur aduk. Dia menggigit bibirnya perlahan, lalu menjawab dengan serius, "Aku tahu itu, Farel, tapi kita harus melihat ke depan. Apa pun yang terjadi di masa depan, aku akan menghadapinya dengan berani.""Aku nggak bilang putus, jadi jangan berpikir kamu bisa putus dariku!" teriak Farel lalu menutup teleponnya.Sherry tersenyum pahit.'Dia ingin mengikatku di sisinya untuk selamanya.''Benar-benar kejam!'....Jari-jari Miana masih menari-nari di atas papan ketik. Cahaya dari layar membuat sepasang matanya yang fokus terlihat seperti bintang paling terang di langit malam.Seperti biasanya, dia membuka panel kontrol situs web tempat dia mempublikasikan komiknya. Dengan cepat, notifikasi pesan masuk muncul bagaikan badai yang menerpa tanpa ada tanda-tanda.Miana menyipitkan matanya, memindai angka yang terus meningkat dengan cepat. Pengikutnya sudah melonjak hingga mencapai empat miliar. Kejutan yang mendadak ini membuatnya refleks menahan n
"Apa?" tanya Miana sambil memijat lehernya yang terasa pegal."Henry sedang mengurus dokumen keberangkatan ke luar negeri untuk Janice. Sepertinya dia akan segera mengirim Janice ke luar negeri." Suara di ujung telepon mengecil, seolah-olah takut Miana akan merasa sedih."Baiklah, aku sudah tahu." Miana tersenyum sinis sebelum melanjutkan ucapannya dengan suara pelan, "Kamu terus perhatikan masalah ini. Segera kabari aku kalau ada perkembangan lain!""Kamu nggak apa-apa?" tanya pria itu dengan hati-hati.Miana tersenyum dan berkata, "Aku baik-baik saja, nggak perlu khawatir."Dia sudah tidak mencintai Henry, jadi mendengar berita tentang Henry tidak lagi membuatnya menjadi emosional.Dia hanya merasa bahwa Henry terlalu baik terhadap Janice!Selalu diam-diam membantu dan membersihkan segala rintangan yang dihadapi Janice.Bahkan memercayai Janice tanpa syarat.Apa pun yang Janice katakan, Henry akan percaya.Karena kepercayaan itulah, perilaku Janice makin menjadi-jadi."Baguslah kalau
Setelah dijelaskan, Wiley akhirnya mengerti apa yang sedang terjadi.'Pantas saja Pak Henry tadi begitu marah, ternyata karena ini.''Gawat, kalau tim teknis nggak bisa menyelesaikannya hari ini, mereka semua akan dipecat!'Wiley menyuruh sekretaris utama kembali bekerja, lalu pergi ke departemen teknis.Namun, saat dia kembali bersama tim teknis, belum sempat mereka bergerak, tulisan di layar komputer telah berubah menjadi emoji mengejek.Seketika, Wiley merasa sakit kepala.'Siapa yang melakukan lelucon in?'Beberapa orang dari departemen teknis menatap satu sama lain.Mereka belum pernah mengalami situasi seperti ini!"Kenapa? Nggak bisa menangani masalah ini?" Suara Henry sedingin es, membuat orang merasa kedinginan, meskipun berada di ruangan bersuhu 26 derajat."Pak Henry, ini ....""Aku tahu! Yang melakukan ini adalah peretas teratas yang menghilang tiga tahun lalu, "Candu"! Apakah dia muncul lagi?" Tiba-tiba ada yang berbicara dan menarik perhatian semua orang."Hm?" Henry meng
Henry menarik napas dalam-dalam, bertanya dengan suara dalam, "Apa yang terjadi?""Polisi datang ke Kompleks Gaillardia, mereka ingin membawaku, Henry tolong aku!" seru Janice dengan suara terisak-isak."Kamu jangan panik dulu, aku akan mengurusnya," ujar Henry, lalu menutup telepon.Sambil memegang ponselnya, Henry teringat surel yang diterimanya waktu itu.Jika Janice benar-benar melakukan hal-hal itu, tidak aneh dia ditangkap oleh polisi.Ini pertama kalinya Henry meragukan kata-kata Janice.Pada saat bersamaan di tempat lain, Janice menggenggam erat ponselnya, bahkan kukunya menancap ke dalam telapak tangannya, tetapi dia tidak merasakan sakit.Orang itu sudah meninggalkannya, jika sekarang Henry juga tidak peduli padanya ....Hidupnya akan benar-benar berakhir!Tidak boleh! Dia tidak boleh menyerah begitu saja.Dia harus mencari cara untuk menyelamatkan dirinya!Setelah menenangkan diri, dia mulai menelepon Felica.Panggilannya ditolak.Saat mencoba lagi, nomornya sudah diblokir.
"Biarkan, jangan lakukan apa pun!" seru Henry sambil menggosok pelipisnya.Dia sedang memikirkan siapa yang sebenarnya membantu Miana dari belakang.Giyan tidak berani secara terang-terangan melawannya.Apakah Miana memiliki pria lain?Henry saat ini merasa sangat kesal. Dia sadar bahwa meskipun telah menikah selama tiga tahun, dia tidak tahu apa-apa tentang Miana.Dia bahkan tidak tahu siapa teman-teman Miana!"Apakah perlu bicara dengan Nona Miana?" tanya Wiley dengan suara kecil.Terlepas apakah Miana yang menyebarkan berita itu atau bukan, kejadian tersebut berkaitan dengan Miana, jadi tidak ada gunanya berbicara dengannya."Nggak perlu!" jawab Henry dengan ekspresi dingin.Dia tidak punya keberanian untuk menemui Miana.Selain itu, mengingat sikap Miana terhadapnya, Miana pasti tidak akan mau berbicara dengannya!Dia bahkan tidak tahu Miana memiliki sifat keras kepala seperti itu sebelumnya.Wiley tidak berani mengatakan apa pun lagi, jadi segera meninggalkan ruangan.'Ada Pak Hen
Henry hendak menghampiri Miana, tetapi kemudian melihat seorang pria turun dari kursi pengemudi dan meraih tangan Miana.Pria itu mengenakan pakaian kasual, berdiri bersama Miana, dan mereka tampak seperti pasangan.Sangat serasi.Henry secara naluriah mengepalkan tangannya.'Miana begitu cepat menemukan kekasih baru?'Wiley yang baru keluar dari mobil mengikuti pandangan Henry, dan langsung tertegun ketika melihat Miana bergandengan tangan dengan seorang pria.'Ah?''Nona Miana sudah punya pacar?''Pak Henry pasti akan sangat marah.'Di tengah pemikirannya itu, dia mendengar Henry berkata, "Kamu pergi jemput Janice."Setelah itu, Henry berjalan pergi dengan marah.Mata Wiley berkedip-kedip.'Jemput Nona Janice?''Apakah untuk membuat Nona Miana marah?''Apa perlu segitunya?'Ketika tersadar kembali, dia mendapati Miana berjalan mendekat ke arahnya.Miana berhenti di depannya, lalu berkata dengan tenang, "Pak Henry sekarang sudah kurang kerjaan sampai harus membuntutiku?"Jika tidak, b
Henry menunjukkan ekspresi yang sangat tidak menyenangkan.Dia bertanya-tanya mengapa dulu dia tidak tahu bahwa Miana berlidah tajam!Kevin melihat Henry, tersenyum, dan berkata, "Lebih baik kamu urus wanitamu sendiri, jangan sampai kamu sudah diselingkuhi tapi masih nggak tahu! Urusan Mia, nggak perlu kamu khawatirkan!"Mendengar itu, suasana hati Miana yang sebelumnya merasa kesal seketika membaik. Sudut bibir dan matanya melengkung tersenyum, membuatnya terlihat sangat cantik.Disindir oleh Kevin, Henry makin marah dan meraih kerah baju Miana.Karena tercekik, Miana kesulitan untuk bernapas.Namun, dia berusaha mengangkat kakinya dan menendang ke belakang.Ditendang Miana, Henry merasa kesakitan hingga melepaskan tangannya.Miana mengatur napasnya, berbalik, dan mengangkat tangan untuk menampar Henry.Pada saat bersamaan, Kevin juga menyerang Henry.Tangan kecil Miana yang mendarat di wajah Henry menghasilkan suara yang nyaring.Pipinya masih sakit, dan sebelum sempat bereaksi, sebu
Jika Henry mendengar semuanya, citra Janice yang lemah lembut dan baik hati akan runtuh!Sebelum Henry bisa berbicara, Giyan sudah lebih dulu berkata, "Pak Henry, sebelum aku mati, aku mohon padamu untuk melindungi Mia seumur hidupmu!"Hidup Miana begitu malang.Miana sudah sangat menderita sejak kecil.Tuhan sungguh tidak adil jika Miana masih harus menderita lagi sekarang."Bruk."Tubuh Giyan jatuh ke lantai.Mendengar suara itu, Miana baru teringat bahwa Giyan terluka.Dia sepertinya sudah kehilangan akal, malah memikirkan masalah Henry dan Janice di situasi seperti ini.Miana menggelengkan kepalanya, menghilangkan berbagai pikiran yang muncul di benaknya, kemudian dia berjongkok di depan Giyan.Melihat darah tidak berhenti mengalir, dia segera melepas dasi Giyan, menggunakannya untuk menghentikan pendarahan sambil berteriak, "Apakah ada orang di luar? Cepat masuk dan tolong kami!"Henry melihat Miana hampir menangis karena cemas, hatinya terasa kurang nyaman.Janice berdiri paling
Miana sangat kaget dan ingin menghindar, tetapi sudah terlambat.Tepat pada saat ini, dia merasakan tubuhnya di dorong dengan kuat oleh seseorang.Kekuatan dorongan itu begitu besar hingga membuatnya terjatuh ke lantai."Jleb!"Suara pisau menusuk daging terdengar.Sekejap, udara dipenuhi bau darah yang menyengat.Miana segera mengangkat kepalanya dan melihat Giyan berdiri di sana, dengan pisau tertancap di dadanya. Janice berdiri di depannya dengan wajah penuh kebingungan."Kak ... Kak Giyan!"Saat memanggilnya, suara Miana bergetar hebat."Mia, cepat pergi!" teriak Giyan dengan panik.Janice sudah benar-benar gila, dia pasti tidak akan melepaskan Miana!Saat tersadar kembali, Janice menatap Giyan dengan matanya yang sangat merah. "Kamu tahu dia nggak mencintaimu, tapi kenapa kamu masih menyelamatkan dia? Sepadankah mengorbankan nyawamu sendiri?"Dia mencintai Henry, tetapi jika Henry dalam bahaya, dia pasti akan menolak untuk mengorbankan nyawanya!Baginya, hidup tentu saja lebih pen
Miana tercengang.'Kebetulan macam apa yang bisa membuat Zeno terbunuh?'Janice tenggelam dalam ingatan tentang kejadian hari itu, tidak memperhatikan ekspresi Miana, dan melanjutkan ceritanya, "Kecelakaan mobil itu memang kebetulan. Pada saat itu, Zeno sadar dan mencoba merangkak keluar dari mobil. Aku mengambil ornamen yang dipajang di atas dashboard dan memukulnya hingga pingsan. Setelah aku keluar, mobil mulai terbakar. Pada akhirnya, Zeno terbakar hingga menjadi abu, sementara aku selamat! Itulah karma dari kejahatannya!" Janice terlihat sangat puas ketika mengingatnya kembali.Zeno di luar tampak lembut dan murah hati, tetapi di atas ranjang, dia adalah seorang psikopat, menggunakan berbagai alat untuk menyiksanya dan melarangnya menangis.Dia terbebas dari penderitaan itu setelah Zeno mati.Miana menatap wajah kejam Janice dengan tenang, sama sekali tidak bersimpati padanya.Zeno adalah suami yang Janice pilih sendiri. Jika Zeno adalah seorang psikopat, Janice bisa mengajukan pe
Mata Miana berkilap sekilas, lalu dia mencibir, "Janice, Henry nggak mencintaimu! Aku mati pun, dia nggak akan melupakanku, apalagi menikahimu! Janice, akui saja, Henry nggak menganggapmu penting! Dia bersikap baik padamu hanya karena kamu seorang janda!"Sebutan "janda" berhasil menyulut kemarahan Janice. Dengan cepat, dia mengarahkan pisau ke arah jantung Miana. Sambil menyeringai gila, dia berkata, "Percaya atau nggak, kalau pisau ini masuk, tahun depan hari ini akan jadi hari peringatan kematianmu! Penyesalan terbesarku adalah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk menikah dengan Zeno yang ternyata hanya seorang pengecut!"Pisau itu sangat tajam dan bilahnya terasa dingin, membuat mulai agak ketakutan.Begitu Janice menggila sepenuhnya, nasibnya hanya satu, yaitu mati!Miana menenangkan dirinya dan bertanya, "Kamu sudah berteman dengan Henry sejak kecil, kenapa akhirnya memilih Zeno? Apakah kematian Zeno ada hubungannya denganmu?"Dia mendengar dari Felica bahwa kematian Zeno p
Miana mengedip-ngedipkan matanya.Hanya ada beberapa lampu kuning redup yang menerangi ruang besar dan kosong ini. Barang-barang berserakan di sekeliling, menciptakan bayangan yang berbeda-beda.Pada saat ini, Miana sudah melihat Janice.Janice berdiri di tengah gudang dan sosoknya tampak sangat kesepian dan dingin.Dia membelakangi Miana, dan sedang memainkan pisau tajam di tangannya. Bilah pisau itu berkilau di bawah cahaya redup. Setiap pisau itu bergerak, seolah-olah menandakan bencana akan segera datang.Mendengar suara langkah kaki, Janice membalikkan badannya. Dia tersenyum sinis, dan sorot matanya seakan bisa melihat ketakutan terdalam seseorang."Miana, akhirnya kamu datang." Suaranya penuh dengan ejekan. "Aku pikir mereka menipuku."Miana menekan kepanikan dan kemarahan di hatinya. Dia menatap Janice, dan setiap kata yang diucapkan seperti keluar dari sela-sela giginya, "Apa yang kamu inginkan?"Janice tersenyum dan berkata, "Tentu saja aku ingin mengirimmu menemani nenekmu!
"Jangan menakut-nakuti dirimu sendiri! Tunggu aku datang." Suara Kevin terdengar cemas.Miana mengangguk patuk. "Oke!"Dia sebenarnya ingin mengatakan dirinya tidak takut.Namun, dia memang merasa takut!Jika orang di luar bukan gurunya, melainkan orang yang menyamar menjadi gurunya, apa tujuannya?"Jangan tutup telepon. Kalau ada apa-apa, panggil aku!" Kevin mengingatkan."Kak Kevin, kamu jangan mengebut!""Ya, aku tahu!"Miana dapat mendengar suara mesin mobil yang dinyalakan, dan rasa paniknya sudah berkurang sedikit.Kevin khawatir terjadi apa-apa dengan Miana, jadi dia mengemudi sangat cepat di sepanjang jalan.Miana melihat lagi ke layar monitor pintu, dan menemukan bahwa pria itu sudah tidak ada.Seketika itu juga dia merinding.Film-film horor yang pernah ditontonnya, meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, sekarang teringat sangat jelas.Miana agak kesal mengapa dia memiliki ingatannya yang begitu baik.Ketika Kevin tiba, dia memeriksa setiap sudut lantai, tetapi tidak menemuka
Janice merasa orang-orang ini tampak sangat profesional ....'Apakah mereka juga akan begitu profesional saat membunuhku?'Saat memikirkan itu, tangannya sudah diikat kembali, dan kemudian matanya ditutup dengan kain.Pandangannya seketika menjadi gelap.Kepanikan kembali memenuhi hatinya.'Apakah orang-orang ini akan melakukan sesuatu padaku?'Pada saat ini, dia mendengar salah satu pria berbicara.Pria itu sedang mengingatkan yang lain, "Aku pergi dulu, kalian awasi dia baik-baik, jangan biarkan dia kabur."Janice berpikir bahwa dia tentu tidak akan kabur sebelum Miana datang.Dia ingin melihat Miana mati dengan mata kepalanya sendiri!Setelah itu, dia baru akan merasa tenang!....Setelah menutup telepon dari Janice, Miana pergi ke ruang kerjanya.Saat membuka brankas, dia melihat kotak yang diberikan oleh Kakek waktu itu.Kemudian, dia meletakkan kotak di tangannya ke dalam brankas.Ketika dua kotak itu diletakkan berdampingan, mereka tampak agak mirip.Menyadari hal itu, Miana ter
Janice mulai panik karena tidak mendengar jawaban.Dia tidak ingin mati.Dia ingin hidup.Karena itulah dia akan mengorbankan Miana."Kalian, kenapa nggak bicara? Apakah kalian nggak tahu rupanya? Aku punya fotonya di ponselku. Kalau kalian berikan ponselku, aku bisa menunjukkannya pada kalian!" seru Janice dengan suara yang terdengar agak cemas.Ini adalah kesempatan terakhirnya, dia harus memanfaatkannya dengan baik!Jika dia tidak bisa melarikan diri, dia akan menyeret Miana bersamanya.Jika dia bisa melarikan diri, dia akan membuat Miana mati di sini! Satu mayat, dua nyawa menghilang! Memikirkannya saja sudah membuatnya senang!Intinya, selama orang-orang ini bisa membawa Miana ke sini, dia bisa membuat Miana mati!Jika Miana mati, semua masalah yang menghalanginya akan otomatis terselesaikan."Oke! Kami hanya percaya padamu sekali! Lepaskan tangannya!" Mendengar akhirnya ada yang menjawabnya, Janice merasa sangat senang di dalam hatinya.Setelah ikatan di tangannya dilepas, dia me
Miana merasa bersyukur dia sudah tidak mencintai Henry. Jika tidak, mendengar kata-kata seperti itu akan sangat menyakitkan hatinya.Kevin melihat Miana melamun, lalu bertanya, "Kamu baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, ayo kembali makan!" Miana tersenyum pada Kevin.Kevin mengangguk, dan mereka kembali ke ruang VIP mereka.Setelah mereka duduk kembali, Dina pun bertanya, "Melihatmu seperti ini, apakah ada kabar baik yang ingin kamu sembunyikan dari kami?"Ucapan Dina penuh dengan canda, tetapi membuat hati Miana berdebar. Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas, seolah berkata pada dirinya sendiri bahwa dia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya sekarang."Nggak ada. Bu Dina sudah salah paham," ujar Miana dengan tegas. Dia tahu bahwa dia akan terjebak dalam banyak masalah jika berita kehamilannya tersebar. Di dunia yang rumit seperti ini, lebih baik berhati-hati agar hidup lebih aman.Melihat sikap Miana, Dina tersenyum dan tidak bertanya lagi. Dia menepuk kursi di selebahnya, mengi