"Kamu pulang dan tunggu kabar. Aku akan meneleponmu besok!" ujar Janice dengan suara pelan dengan menekan amarahnya yang meluap-luap di hatinya."Nona Janice, setidaknya berikan aku setengahnya. Kalau aku nggak bisa mengembalikan uang itu, aku akan dipukuli sampai mati!" Dia tentu tahu bahwa Janice hanya ingin membuatnya segera pergi.Jika dia benar-benar menunggu hingga besok, kemungkinan besar dia tidak akan mendapatkan sepeser pun.Bahkan mungkin dia akan dibungkam untuk selamanya.Oleh karena itu, dia sekarang harus mendapatkan uang sebanyak yang dia bisa.Setelah mendapatkan uang, dia baru akan memikirkan masalah besok."Sekarang aku nggak punya uang!" Janice tidak ingin memberikan sepeser pun."Nona Janice nggak takut aku akan mengatakan semuanya? Apakah Nona nggak berpikir apa yang akan terjadi padamu setelah berita kebohonganmu tersebar di internet?" Dia terpaksa mengancam Janice dengan cara ini.Dia tidak akan menyerah sampai mendapatkan uangnya!Janice mungkin kejam, tetapi t
Janice membalas tatapan Miana, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Nenekmu sudah terbaring di rumah sakit selama bertahun-tahun, seharusnya dia sudah mati sejak lama. Aku hanya membantumu, nggak perlu berterima kasih padaku!"Di depan Miana, dia tidak pernah menyembunyikan apa yang telah dilakukannya.Lagi pula, Henry tidak pernah memercayai apa yang dikatakan Miana, jadi dia merasa tidak perlu takut!Miana berdiri di depan ranjang rumah sakit Janice, menatapnya dengan mata merah penuh kebencian. "Janice, apakah kamu masih bisa disebut manusia setelah mengatakan hal seperti itu?"Neneknya masih dalam kondisi kritis dan dia telah menandatangani surat peringatan kondisi kritis. Dokter bahkan mengatakan agar dia siap secara mental. Dia punya firasat bahwa neneknya mungkin akan segera dijemput ajal!Saat menunggu di luar ruang gawat darurat, dia terus berpikir, tetapi tidak bisa mengerti mengapa kondisi neneknya tiba-tiba kritis lagi.Kemudian, dia pergi ke toilet dan tanpa sengaja mendenga
Miana sadar bahwa sekalipun dia membunuh Janice seperti ini, dia juga tidak akan bisa hidup!Selain itu, neneknya baru saja meninggal, dia harus mengantar kepergian neneknya dengan layak.Adapun masalah dengan Janice, dia akan mengurusnya nanti.Janice menatap perut Miana.Sangat datar dan tidak terlihat ada yang aneh.Namun, dia menyewa seseorang untuk menyelidiki Miana dan menemukan bahwa Miana melakukan pemeriksaan kehamilan di rumah sakit milik Keluarga Ingra.Waktu kehamilan Miana dan kehamilannya hanya berbeda satu bulan.Pada saat dia baru hamil, mualnya sangat parah dan Henry hampir setiap hari menemaninya hingga larut malam. Hal ini menunjukkan, meskipun sudah larut, Miana dan Henry masih melakukan hubungan intim!Karena Henry pernah mengatakan tidak menyukai Miana, Janice pun berpikir pasti Miana yang menggoda Henry terlebih dahulu.Memikirkan apa yang mereka lakukan di tempat tidur, dia sangat cemburu.Selama bertahun-tahun, baik tersirat maupun tersurat, dia telah menggoda
Sherry mendengar tangisan Miana, hatinya terasa sangat sakit, dan dia segera memeluknya."Mia ...."Sherry tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun karena kata-kata penghiburan terhenti di tenggorokannya.Hatinya sendiri sudah sakit, tetapi Miana pasti merasakan sakit yang berkali-kali lipat lebih dalam!Di saat seperti ini, menghibur pun tidak akan ada artinya.Petugas di samping merasa sedikit canggung. "Nona, kami harus membawa jenazah ke kamar mayat, nggak boleh tinggal di sini terlalu lama!"Mereka telah melihat banyak keluarga yang berduka. Ada yang menangis tersedu-sedu, ada juga yang tidak menunjukkan emosi apa pun.Namun, cara Miana menangis akan membuat hati siapa pun yang melihatnya terasa tertekan.Petugas ingin memberinya lebih banyak waktu, tetapi mereka harus mematuhi aturan rumah sakit.Miana mengusap air matanya, agar bisa melihat wajah neneknya dengan lebih jelas.Dia kemudian mengulurkan tangannya, dengan lembut menutup mata neneknya yang terbuka lebar sambil berkata,
Sherry terkejut dan segera menopang Miana dan memanggilnya dengan suara pelan, "Mia ...."'Siapa yang menelepon dan apa yang dikatakan orang itu?''Kenapa Mia terlihat begitu terpukul?'"Janice yang bilang padamu kalau aku yang membuatnya keguguran?" Setelah menenangkan diri, Miana bertanya dengan tegas, "Lalu, apakah kamu tahu mengapa aku pergi mencarinya?""Itu nggak penting! Yang penting adalah Janice kehilangan anaknya! Sekarang dia bahkan masih di meja operasi! Miana, kalau terjadi sesuatu pada Janice, aku akan membuatmu ikut mati bersamanya!" seru Henry yang nada bicaranya penuh dengan niat membunuh.Henry menyalahkan Miana yang tiba-tiba datang menemui Janice di rumah sakit, bahkan mendorongnya ke lantai dan menendang perutnya hingga keguguran.Anak yang dikandung Janice adalah anak Zeno.Menurutnya, sekalipun Kakek tidak menyukai Janice, Kakek tetap berharap anak itu segera lahir.Bagaimanapun, anak itu adalah satu-satunya darah daging Zeno!Sekarang anak itu tiada, bagaimana d
Saat Miana sadar, dia menemukan dirinya sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Aroma disinfektan menyengat hidungnya.Sherry seketika merasa lega ketika melihatnya bangun."Mia, bagaimana perasaanmu?"Miana menggeleng dan menjawab, "Aku sudah nggak apa-apa."Kemudian, dia membuka selimut dan hendak turun dari tempat tidur."Istirahatlah dulu," ujar Sherry sambil mengulurkan tangan dan menahan Miana."Aku ingin menemani Nenek untuk terakhir kalinya. Begitu fajar tiba, dia akan menjadi abu dan berbaring di dalam guci kecil. Aku nggak akan pernah punya kesempatan untuk melihatnya lagi." Nada suara Miana sangat tenang, emosinya tidak menunjukkan kesedihan atau kegembiraan. Sikap Miana seperti ini malah membuat Sherry merasa khawatir.Neneknya telah meninggal, tetapi Miana terlihat terlalu tenang.Sherry lebih suka Miana menangis keras seperti sebelumnya, mengeluarkan semua kesedihan dan rasa sakit di hatinya.Dia tidak ingin Miana menyimpan semuanya di dalam hati.Karena begitu hatinya t
Keluar dari kamar mayat, Miana menahan kesedihannya dan mulai mengurus pemakaman neneknya dengan tenang.Bagaimanapun, dia sendirian, tidak punya hak untuk bersedih!Setelah dia selesai mengurus aula pemakaman, panggilan telepon dari Evina datang.Miana memberi tahu Evina alamat aula tersebut. Setelah itu, dia mulai mengabari kerabat-kerabat neneknya yang berada di kampung halaman.Miana berpikir bahwa neneknya yang terbaring sendirian di rumah sakit selama bertahun-tahun pasti sangat menantikan ada yang datang menjenguknya.Sekarang neneknya sudah tiada, dia ingin mengantar kepergian neneknya dengan penuh keramaian.Tidak lama kemudian, Evina datang bersama Pram dan Celine.Hal pertama yang mereka lakukan bukanlah menghormati almarhum, tetapi langsung menghampiri Miana.Tepat ketika Miana ingin berbicara, Evina menamparnya dan berteriak "Demi mendapatkan harta warisan Nenek, kamu mengurungnya selama bertahun-tahun! Sekarang Nenek sudah meninggal, kamu berpura-pura sedih dan menyuruh k
"Kalau datang untuk berkabung, seharusnya berlutut di depan altar dan menangis. Eka, bantu Nyonya Senora berlutut di depan altar!" Mendengar ini, Miana tercekat dan refleks mengangkat kepalanya. Dia melihat Giyan yang berdiri tidak jauh darinya penuh dengan aura yang lembut dan senyuman di wajahnya dapat menyembuhkan semua luka di hatinya.Miana seketika teringat masa kecilnya. Setiap kali dimarahi dan dipukul di rumah, Giyan selalu menghiburnya dengan lembut.Pada saat itu, suasana hatinya akan membaik dengan cepat.Bertahun-tahun berlalu, ternyata kemunculan Giyan masih bisa membuatnya merasa tenang.Evina dipaksa berlutut di depan altar Reni. Mata Reni di dalam foto tampak sangat hidup. Ketika Evina tanpa sengaja melihatnya, dia langsung ketakutan sampai lupa menangis.'Si tua ini sudah mati, tapi masih saja menakuti-nakutiku!'Melihat apa yang terjadi, Sherry yang sebelumnya ingin menarik Evina diam-diam mundur ke tempat semula.Dia tentu senang ada yang membantu Miana.Begitu meli
Sherry terkejut dan segera menarik tangannya. Dia berbalik dan menatap mata pria itu yang penuh kemarahan.Mengingat beberapa hari ini dia tidak menjawab telepon pria itu, Sherry merasa sangat gelisah.'Dia nggak akan melakukan sesuatu padaku di sini, 'kan?''Giyan masih ada di sini ....'Melihat wajah Sherry begitu pucat, amarah di hati Farel seketika melonjak.'Kenapa dia takut seperti ini? Apakah aku begitu menakutkan?'Sherry dapat merasakan amarah yang terpancar dari Farel dan khawatir amarah itu akan meledak pada detik berikutnya. Dia segera menghampiri Farel dan berkata dengan suara yang terdengar sedikit manis, "Kenapa kamu ada di sini?""Ini rumah sakit keluargaku, aku datang untuk inspeksi, nggak boleh?" Nada bicara Farel sangat ketus, terlihat jelas dia sangat marah.Setelah ragu sejenak, Sherry dengan hati-hati menarik tangan Farel sambil berkata dengan suara pelan, "Malam ini aku akan masak, datanglah untuk makan bersamaku, oke?"Farel sebelumnya sudah memberikan instruksi
Kepala pelayan itu hanya ingin menyarankan Eddy untuk tidak lagi ikut campur masalah Henry.Orang seperti Henry bagaimana mungkin mengikuti jalan yang telah direncanakan orang lain.Ekspresi Eddy seketika menjadi suram, dan dia berkata, "Semua penderitaan Mia selama tiga tahun ini disebabkan olehku! Sebenarnya, aku sudah lama menyadarinya, tapi aku hanya nggak mau menghadapi kenyataan! Sudahlah! Biarkan saja Henry! Kalau Miana ingin bercerai dengannya, dia pantas mendapatkannya!"....Tiga hari kemudian adalah hari pemakaman Reni.Langit meneteskan bulir-bulir air dengan intensitas ringan.Miana mengenakan pakaian hitam, dan berdiri di depan makam sambil memegang payung.Ekspresinya begitu tenang, tidak terlihat sedih ataupun senang.Seolah-olah neneknya tidak pergi untuk selamanya, tetapi hanya pergi berlibur dan akan kembali.Melihat kondisi Miana seperti itu, Sherry yang berdiri di sampingnya sangat khawatir.Dalam tiga hari ini, Miana tidur paling banyak dua jam.Bukan karena Miana
Sherry mengalihkan pandangannya ke pintu. Ketika melihat Kakek Eddy berjalan masuk, dia segera berkata, "Mia, kakekmu datang."Miana tertegun sejenak sebelum menolehkan kepalanya.Dengan menggunakan tongkat jalan, Eddy berjalan cepat ke arah Miana."Mia, kenapa kamu nggak mengabari Kakek hal sebesar ini!" Eddy sangat sedih ketika melihat Miana yang terlihat begitu lesu.'Gadis ini, kenapa dia malah menanggung semuanya sendirian?'Miana hendak bangkit, tetap tidak bisa karena lututnya sangat sakit. Dia terpaksa tetap berlutut dan bertanya, "Kenapa Kakek bisa datang ke sini?"Dia tidak memberi tahu keluarga Jirgan karena tidak ingin Henry tahu tentang hal ini.Lagi pula, dalam pandangan Henry, dia hanyalah seorang pengecut yang menggunakan kematian neneknya sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab. Karena itu, dia akan menjalani peran tersebut."Seharian nggak bisa menghubungimu. Karena khawatir, aku meminta orang untuk mencarimu dan mendapat kabar kalau nenekmu meninggal. Mia, Ka
Mereka telah tumbuh bersama sejak kecil, jadi Giyan pasti memahami sifat Miana.Selain itu, dia tahu bahwa Kakek Eddy sangat menyayangi Miana. Jika Miana tidak mengabarinya, itu mengartikan ada masalah antara Miana dan Henry.Melihat Miana tidak ingin mengatakanya, dia tidak mengutarakan dugaannya itu dan juga tidak bertanya lebih lanjut."Kamu nggak tidur semalaman? Matamu merah sekali, cepatlah istirahat sejenak." Henry menikahi Miana tetapi tidak menghargainya. Memikirkan ini, Giyan benar-benar ingin menghajar Henry."Nggak perlu, aku nggak ngantuk." Miana sangat keras kepala.Dia tidak ingin pergi, karena ini terakhir kalinya dia bisa menemani neneknya.Karena tidak bisa membujuk Miana, Giyan pun menemaninya. Jika Miana tiba-tiba pingsan, dia akan bisa segera membawanya ke rumah sakit.Celine melihat Giyan memperlakukan Miana dengan lembut, dan hatinya penuh dengan kebencian.Padahal Giyan hampir menjadi miliknya.Sementara itu, Pram mulai merencanakan sesuatu ketika melihat kedeka
"Kalau datang untuk berkabung, seharusnya berlutut di depan altar dan menangis. Eka, bantu Nyonya Senora berlutut di depan altar!" Mendengar ini, Miana tercekat dan refleks mengangkat kepalanya. Dia melihat Giyan yang berdiri tidak jauh darinya penuh dengan aura yang lembut dan senyuman di wajahnya dapat menyembuhkan semua luka di hatinya.Miana seketika teringat masa kecilnya. Setiap kali dimarahi dan dipukul di rumah, Giyan selalu menghiburnya dengan lembut.Pada saat itu, suasana hatinya akan membaik dengan cepat.Bertahun-tahun berlalu, ternyata kemunculan Giyan masih bisa membuatnya merasa tenang.Evina dipaksa berlutut di depan altar Reni. Mata Reni di dalam foto tampak sangat hidup. Ketika Evina tanpa sengaja melihatnya, dia langsung ketakutan sampai lupa menangis.'Si tua ini sudah mati, tapi masih saja menakuti-nakutiku!'Melihat apa yang terjadi, Sherry yang sebelumnya ingin menarik Evina diam-diam mundur ke tempat semula.Dia tentu senang ada yang membantu Miana.Begitu meli
Keluar dari kamar mayat, Miana menahan kesedihannya dan mulai mengurus pemakaman neneknya dengan tenang.Bagaimanapun, dia sendirian, tidak punya hak untuk bersedih!Setelah dia selesai mengurus aula pemakaman, panggilan telepon dari Evina datang.Miana memberi tahu Evina alamat aula tersebut. Setelah itu, dia mulai mengabari kerabat-kerabat neneknya yang berada di kampung halaman.Miana berpikir bahwa neneknya yang terbaring sendirian di rumah sakit selama bertahun-tahun pasti sangat menantikan ada yang datang menjenguknya.Sekarang neneknya sudah tiada, dia ingin mengantar kepergian neneknya dengan penuh keramaian.Tidak lama kemudian, Evina datang bersama Pram dan Celine.Hal pertama yang mereka lakukan bukanlah menghormati almarhum, tetapi langsung menghampiri Miana.Tepat ketika Miana ingin berbicara, Evina menamparnya dan berteriak "Demi mendapatkan harta warisan Nenek, kamu mengurungnya selama bertahun-tahun! Sekarang Nenek sudah meninggal, kamu berpura-pura sedih dan menyuruh k
Saat Miana sadar, dia menemukan dirinya sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Aroma disinfektan menyengat hidungnya.Sherry seketika merasa lega ketika melihatnya bangun."Mia, bagaimana perasaanmu?"Miana menggeleng dan menjawab, "Aku sudah nggak apa-apa."Kemudian, dia membuka selimut dan hendak turun dari tempat tidur."Istirahatlah dulu," ujar Sherry sambil mengulurkan tangan dan menahan Miana."Aku ingin menemani Nenek untuk terakhir kalinya. Begitu fajar tiba, dia akan menjadi abu dan berbaring di dalam guci kecil. Aku nggak akan pernah punya kesempatan untuk melihatnya lagi." Nada suara Miana sangat tenang, emosinya tidak menunjukkan kesedihan atau kegembiraan. Sikap Miana seperti ini malah membuat Sherry merasa khawatir.Neneknya telah meninggal, tetapi Miana terlihat terlalu tenang.Sherry lebih suka Miana menangis keras seperti sebelumnya, mengeluarkan semua kesedihan dan rasa sakit di hatinya.Dia tidak ingin Miana menyimpan semuanya di dalam hati.Karena begitu hatinya t
Sherry terkejut dan segera menopang Miana dan memanggilnya dengan suara pelan, "Mia ...."'Siapa yang menelepon dan apa yang dikatakan orang itu?''Kenapa Mia terlihat begitu terpukul?'"Janice yang bilang padamu kalau aku yang membuatnya keguguran?" Setelah menenangkan diri, Miana bertanya dengan tegas, "Lalu, apakah kamu tahu mengapa aku pergi mencarinya?""Itu nggak penting! Yang penting adalah Janice kehilangan anaknya! Sekarang dia bahkan masih di meja operasi! Miana, kalau terjadi sesuatu pada Janice, aku akan membuatmu ikut mati bersamanya!" seru Henry yang nada bicaranya penuh dengan niat membunuh.Henry menyalahkan Miana yang tiba-tiba datang menemui Janice di rumah sakit, bahkan mendorongnya ke lantai dan menendang perutnya hingga keguguran.Anak yang dikandung Janice adalah anak Zeno.Menurutnya, sekalipun Kakek tidak menyukai Janice, Kakek tetap berharap anak itu segera lahir.Bagaimanapun, anak itu adalah satu-satunya darah daging Zeno!Sekarang anak itu tiada, bagaimana d
Sherry mendengar tangisan Miana, hatinya terasa sangat sakit, dan dia segera memeluknya."Mia ...."Sherry tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun karena kata-kata penghiburan terhenti di tenggorokannya.Hatinya sendiri sudah sakit, tetapi Miana pasti merasakan sakit yang berkali-kali lipat lebih dalam!Di saat seperti ini, menghibur pun tidak akan ada artinya.Petugas di samping merasa sedikit canggung. "Nona, kami harus membawa jenazah ke kamar mayat, nggak boleh tinggal di sini terlalu lama!"Mereka telah melihat banyak keluarga yang berduka. Ada yang menangis tersedu-sedu, ada juga yang tidak menunjukkan emosi apa pun.Namun, cara Miana menangis akan membuat hati siapa pun yang melihatnya terasa tertekan.Petugas ingin memberinya lebih banyak waktu, tetapi mereka harus mematuhi aturan rumah sakit.Miana mengusap air matanya, agar bisa melihat wajah neneknya dengan lebih jelas.Dia kemudian mengulurkan tangannya, dengan lembut menutup mata neneknya yang terbuka lebar sambil berkata,