"Jangan panggil aku! Cepat pergi dari sini!" Felica memarahi Janice sambil memberi isyarat mata padanya.Bagaimanapun, di perut Janice masih ada anak Zeno. Dia khawatir Janice akan keguguran setelah dipukul oleh Eddy.Dia tetap harus memikirkan cucunya, walaupun dia ingin sekali membunuh Janice.Putranya telah tiada, jika cucunya yang sudah lama ditunggu-tunggu juga tiada, dia pasti akan sangat terpukul!Pak Surdin kembali dengan sebuah cambuk di tangan. Dia melihat orang-orang di ruangan itu sebentar, lalu dengan hati-hati menyerahkannya kepada Eddy.Jantung Felica berdetak kencang.Kali ini Eddy benar-benar serius akan menggunakan cambuk itu!Janice pasti akan dipukuli jika tidak segera pergi!Memikirkan semua itu, dia segera menendang Janice dan berteriak, "Cepat pergi dari sini! Kamu nggak bisa dengar yang kubilang?"Janice mengulurkan tangannya, menarik tangan Henry dan berseru, "Henry, cepat lepaskan tangan Miana. Ini semua salahku, kamu jangan menghukum Miana!"Dia tahu niat Fel
Emily buru-buru memberi isyarat dengan matanya dan berkata kepada suaminya, "Ayah menyuruh menelepon siapa, kamu telepon siapa!"Eddy pada dasarnya sudah sangat marah, ditambah Miana pingsan. Jika setiap orang terus keras kepala seperti ini, bisa-bisa Eddy ikut pingsan! Selain itu, jika terjadi sesuatu pada Miana, siapa yang akan bertanggung jawab?Emily segera menyuruh Paula, istri dari anak ketiga keluarga Jirgan, untuk mengambil tas Miana dan mengeluarkan ponselnya.Saat Paula mengeluarkan ponsel Miana, dia tanpa sengaja menjatuhkan tisu yang membungkus sesuatu. Ketika tisu itu jatuh ke lantai, ada pil putih bergulir keluar dari dalamnya.Paula takut dimarahi, buru-buru meminta maaf, "Ayah, aku nggak sengaja! Setelah menelepon, aku akan mengambil pilnya!" Lalu dia segera menghubungi nomor Sherry.Eddy menatap pil yang tergeletak di lantai, lalu bertanya kepada Henry, "Mia sedang sakit?"Henry tertegun sebelum menjawab, "Nggak tahu."Dia benar-benar tidak tahu tentang Miana.Ekspresi
'Si tua bangka itu sungguh kejam! Sakit sekali!''Pasti akan kubalas dendam ini!'Melihat Janice bangkit duduk, Felica tetap terlihat tenang. Dia menyalakan mesin mobil, lalu mengemudikan mobil keluar dari pintu gerbang. "Janice, jawab aku dengan jujur, siapa sebenarnya ayah dari bayi di perutmu?"Janice terkejut, suaranya sedikit menajam ketika menjawabnya, "Bu, bukankah sudah kuberi tahu kalau ini adalah anak Zeno? Apa maksud Ibu bertanya seperti ini? Apakah Ibu meragukanku?"Dengan tatapan dingin, Felica melirik kaca spion dan berseru, "Semoga itu memang anak Zeno!"Jika bukan, dia tidak akan membiarkan Janice hidup tenang!Janice seketika merinding. Kedua tangannya memeluk diri sendiri erat-erat. Di dalam hatinya, dia telah memutuskan bahwa dia harus segera membuat Henry menikahinya!Dengan begitu, dia bisa mendapatkan perlindungan dari Henry.Tidak hanya Felica tidak bisa menyerangnya, tetapi Eddy juga tidak akan berani menyerangnya!"Karena Kakek marah padamu, kamu tinggal di rum
Henry buru-buru mengulurkan tangan untuk menarik Miana.Karena kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh, Miana tidak berani berpura-pura pingsan lagi, segera membuka matanya, dan meraih sandaran kursi. Namun, yang terpegang adalah tangan Henry.Setelah ragu sejenak, Miana menggunakan kekuatan Henry untuk duduk tegak.Emily terkejut dan ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat. Setelah melihat Miana baik-baik saja, dia baru merasa lega, segera maju dan berkata, "Maaf, tadi aku nggak sengaja."Dia takut Miana akan menyalahkannya. Karena sangat gugup, urat-urat di punggung kedua tangannya yang sedang membuat gerakan minta maaf terlihat jelas.Miana melepaskan tangannya dari tangan Henry, berbalik perlahan, menatap dan berkata dengan suara lembut, "Nyonya Emily sudah menyelamatkanku, seharusnya aku yang berterima kasih. Terima kasih, Nyonya Emily!"Miana selalu bersikap sopan kepada anggota keluarga Jirgan.Emily tahu bahwa Eddy sangat menyayangi Miana, jadi dia tidak berani menerima puj
Henry mengira dia akan hidup sendiri untuk selamanya dan tidak menyangka dia akan menikahi Miana.Eddy menatap Henry, mendesah berat, lalu berkata, "Aku mengenal Mia selama belasan tahun, dan dia pernah menyelamatkan nyawaku, jadi aku tahu sifatnya seperti apa. Selama tiga tahun ini, sekalipun dia menjalani kehidupan pernikahan yang sulit, dia nggak pernah mengeluh di depanku, bahkan nggak pernah mengucapkan sepatah kata buruk tentangmu!"Henry mengerutkan kening.Jika Miana tidak mengadukan hal-hal yang terjadi antara mereka ke Kakek, bagaimana Kakek bisa tahu?Tidak mungkin Kakek punya kemampuan meramal, bukan?"Jangan berpikir bahwa Mia mengadu padaku! Ada orang yang kupekerjakan di rumahmu di Kompleks Gaillardia. Apa yang terjadi di antara kalian, aku tahu semuanya! Aku pernah bertanya secara nggak langsung kepada Mia, apakah dia akan bercerai denganmu. Dia nggak mengiakan, juga nggak menyangkal, tapi aku tahu kalau dia sudah memiliki niat untuk bercerai denganmu!" Eddy merasa sang
Henry mengernyit, tampak tidak senang dan bertanya, "Apa maksud Kakek bertanya seperti itu?"Bercerai dengan Miana?Bagaimana mungkin dia ingin bercerai dengan Miana!Mengenai menikahi Janice, itu lebih tidak mungkin lagi!Dia dan Janice sama sekali tidak memiliki hubungan seperti itu!Eddy menatap Henry dan berseru, "Jawab aku dulu!"Terakhir kali dia berbicara dengan Miana, Miana mengatakan akan memberi Henry kesempatan.Namun, tindakan Henry hari ini sudah sangat keterlaluan.Dia tidak yakin apakah Miana sudah memutuskan untuk bercerai dengan Henry atau belum."Aku nggak pernah berpikir untuk bercerai dengan Miana!" Dia tidak akan melakukan hal yang bodoh seperti itu.Terlebih lagi, dia hanya tertarik melakukan hubungan intim dengan Miana.Jika bercerai dengan Miana, dia harus mengandalkan dirinya sendiri.Melakukan hal itu sendiri dalam jangka waktu lama, kemungkinan akan membuat dirinya sendiri mengalami masalah mental.Singkat kata, dia tidak akan bercerai dengan Miana!"Tapi, ti
Miana terpaksa tidak memedulikan kesehatan Kakek ketika dia berpura-pura pingsan."Mia, jangan khawatir, kondisi Kakek baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Sudah pergi periksa di rumah sakit? Kamu nggak apa-apa, 'kan?" tanya Eddy dengan nada lembut.Seakan-akan, dia takut akan mengejutkan Miana yang berada di ujung telepon."Kondisiku juga baik-baik saja, jadi nggak perlu pergi memeriksa, dan nggak perlu membuang-buang uang." Miana tertawa kecil sebelum melanjutkan ucapannya, "Aku menyimpan uang itu untuk membeli makanan enak untuk Kakek!"Eddy tertawa gembira dan membalas, "Kamu memang anak yang berbakti!"Miana selalu begitu pengertian dan baik hati.Dia tahu bahwa Miana selalu hanya memberitahunya kabar baik dan menutupi kabar buruk."Kakek, terima kasih atas persiapan pesta ulang tahun hari ini, meskipun hasil akhirnya nggak bagus, aku tetap ingin berterima kasih! Terima kasih Kakek sudah begitu baik padaku!" Jika bukan karena Henry dan Janice, pesta ulang tahun yang hangat ini past
Miana berharap dia bisa segera bercerai dengan Henry!Dia juga berharap bayi dalam perutnya bisa lahir dengan selamat dan bertemu dengannya.Setelah membuat permohonan, dia meniup lilin dengan satu tarikan napas.Sherry mengambil lilin tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Dia kemudian memberikan sendok kepada Miana sambil berkata, "Karena sudah larut, hanya terbeli kue mangkuk ini, makanlah seadanya."Miana menerima sendok itu, menyendok kue itu dan menyuapkannya ke mulut Sherry. "Suapan pertama untukmu."Sherry ingin menolak, tetapi ketika dia melihat Miana menatapnya dengan penuh berharap, dia menjadi tidak tega dan membuka mulutnya untuk memakan kue itu."Air sudah mendidih, aku pergi masak mi dulu. Kamu habiskanlah kue ini, mi akan segera siap!"Setelah mengatakan itu, Sherry pun berbalik pergi.Miana mengalihkan pandangannya, dia menoleh ke kue mangkuk di depannya, air matanya berlinang.Di dunia ini, selain neneknya, hanya Sherry yang selalu tulus padanya.Selesai masak mi
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,