'Kenapa harus membuat Henry menyalakan pengeras suara?'Miana merasa dia sudah mencari masalah untuk diri sendiri."Dokter sudah mengingatkan, jangan terlalu emosional. Kalau kamu nggak mendengarkan, aku nggak akan peduli lagi!" Henry sekali lagi mengatakan tidak akan peduli padanya, membuat Janice cemas dan takut, "Henry, aku nggak akan emosional, aku akan patuh pada dokter, kamu jangan nggak peduli padaku!"Karena kata-kata Henry, Janice tidak berani menangis. Suaranya pun terdengar parau karena berusaha menahan diri untuk tidak menangis."Sudahlah, aku sedang sibuk, kamu istirahat dulu. Kalau ada waktu, aku akan datang menemuimu!" Henry pada akhirnya tidak tega, mengalah sedikit."Ingat jaga kesehatanmu juga, aku akan istirahat! Aku akan tunggu kamu datang!" Janice berhenti menangis, suaranya mulai terdengar senang.Miana menarik napas dalam-dalam, menundukkan kepalanya dan bergegas keluar dari ruang ganti.Meskipun dia sudah memutuskan melepaskan Henry, hatinya belum sepenuhnya sia
Miana tercekat hingga tidak bisa berkata sepatah kata pun.Jika Henry benar-benar marah, dia benar-benar mungkin akan menarik tim medis.Jika hal itu terjadi, neneknya tidak akan mendapatkan pengobatan, hanya bisa menunggu kematian."Apakah kamu sangat marah? Ingin menggigitku sampai mati?" Perubahan wajah Miana tertangkap dengan jelas oleh Henry. Henry mengusap bibir Miana dan lanjut berkata, "Pada akhirnya, ini karena kamu nggak cukup kuat, jadi aku bisa mengancammu!"Miana menarik napas dalam-dalam.Apa yang dikatakan Henry benar.Memang karena dirinya tidak cukup kuat.Jika tidak, dia pasti sudah pergi setelah memutuskan untuk meninggalkan Henry.Dia pasti tidak akan berada di situasi seperti ini."Aku bilang, tetaplah di sisiku, jangan punya pikiran yang nggak seharusnya! Kalau nggak, nenekmu hanya bisa menunggu mati!" seru Henry, lalu berbalik pergi.Dulu, dia bisa tidur dengan Miana kapan saja dia mau. Miana akan patuh dan melakukan apa pun yang dia minta.Kini, Miana menolak un
Henry menyadari bahwa Miana sekarang menjadikan Nyonya Jirgan sebagai sebuah pekerjaan.Miana sedang bekerja sama dengannya.Bukan mencintainya!Padahal ini adalah hasil yang dia inginkan.Namun, mengapa dia masih tidak bahagia?Miana menunduk melihat tangannya yang diletakkan di pangkuannya, tanpa ada sedikit pun emosi di hatinya.Dia selalu serius saat melakukan pekerjaannyaTerlebih lagi, pekerjaan ini bisa membuat neneknya mendapatkan pengobatan yang lebih baik.Selama neneknya bisa sembuh, dia rela sekalipun harus menjual dirinya sendiri!Henry sedang dalam suasana hati yang buruk, jadi dia mengemudikan mobil dengan cepat. Sepanjang jalan, mereka tidak berbicara sepatah kata pun.Henry diam, Miana juga diam.Tidak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah restoran.Henry menyerahkan mobilnya ke pegawai yang berdiri di depan pintu untuk diparkir. Setelah itu, Henry mengulurkan lengannya kepada Miana dan berkata, "Gandeng aku."Miana melihat Henry sebentar, lalu dengan patuh men
Giyan mengernyit, melepaskan tangan Celine. "Duduk dengan tenang."Hubungan antara dia dan Celine ....Hanyalah sebuah transaksi.Bermesraan di depan orang hanya membuat dirinya merasa muak."Di dalam ruangan ini hanya ada keluarga, Giyan, jangan malu-malu begitu!" ujar Celine dengan suara manja, dia berpura-pura tidak menyadari wajah kesal Giyan, dan kembali mengulurkan tangannya untuk memeluk pinggang Giyan dengan mesra.Bagaimana mungkin dia rela kalah dari Miana.Aroma parfum yang kuat menusuk hidung, ekspresi lembut di wajah Giyan seketika berubah menjadi dingin. Dia mendorong Celine, berdiri dari kursinya sambil berkata, "Aku merokok dulu di luar!"Jika terus di sini, dia mungkin tidak bisa menahan amarahnya.Dia mungkin akan langsung membuka topeng kelembutannya."Giyan! Kamu nggak boleh pergi!" seru Celine yang ikut berdiri dengan marah. Dia menarik lengan Giyan, tidak membiarkannya pergi.Jika Giyan pergi, dia akan kehilangan muka.Raut wajah Yunita sudah terlihat sedikit tida
Jefry dan Yunita saling bertukar pandang, tetapi apa yang dipikirkan mereka berbeda.Jefry berpikir, mereka akan menjadi keluarga Henry setelah Giyan menikah dengan Celine. Jika bisa bekerja sama dengan Grup Eskaria, itu akan sangat bermanfaat bagi perkembangan masa depan Grup Ferno.Sementara Yunita berpikir, Giyan akan sepenuhnya melupakan Miana setelah menikah dengan Celine. Dia sangat mengetahui karakter putranya. Giyan adalah seseorang yang bertanggung jawab dan penuh kasih sayang. Satu-satunya kekurangan Giyan adalah terlalu setia mencintai seseorang.Henry bertanya dengan nada dingin, "Kapan makan malam dimulai? Miana sudah lapar."Waktu makan Miana selalu teratur, selalu makan malam setiap pukul jam setengah tujuh.Di awal pernikahan, Miana selalu menunggunya pulang untuk makan bersama, hingga makanannya dipanaskan berkali-kali. Kemudian, Miana berhenti peduli padanya, langsung membereskan meja begitu selesai makan. Bahkan, terkadang ketika dia pulang terlambat, sudah tidak ada
Miana tidak bisa menahan diri untuk menatap Henry, matanya yang indah dipenuhi keterkejutan.'Dia hari ini salah minum obat?''Biasanya, dia nggak akan membelaku sedikit pun saat di depan Janice, kenapa hari ini dia terus membantuku?'Celine sangat marah. Dia mengangkat tangannya, ingin menampar Miana, tetapi pergelangan tangannya ditahan hingga terasa seperti akan patah. Karena kesakitan, dia tidak bisa menahan diri untuk berteriak, "Sakit, lepaskan! Miana, lepaskan aku!"Miana, "...."Dia tidak melakukan apa-apa, bagaimana dia bisa melepaskan?Namun, tindakan Henry benar-benar membuatnya bingung.'Kenapa dia terus membantuku hari ini?''Sungguh sulit dimengerti!'"Semua orang tahu bahwa kalau ingin memukul anjing, harus lihat dulu siapa pemiliknya. Sekarang, Miana adalah Nyonya Jirgan, berani sekali memukulnya di depanku, siapa yang memberimu keberanian ini! Minta maaf!" Mata Henry begitu dingin, suaranya begitu tajam seperti bisa menusuk tulang.Sedikit rasa berterima kasih yang Mia
'Semua gara-gara Miana jalang ini!' umpat Celine di dalam hatinya.Jefry dan Yunita menyaksikan semua itu dalam diam, tetapi kesan mereka terhadap Celine makin buruk.Memiliki menantu seperti Celine di keluarga mereka benar-benar sebuah bencana!....Di ujung koridor, Giyan mengisap kuat rokoknya, dan asap yang keluar dari mulutnya berputar-putar dalam kegelapan malam. Perasaannya saat ini sangat bercampur aduk.Setelah memadamkan puntung rokoknya, dia kembali ke ruang VIP restoran. Begitu masuk, matanya terus menyapu orang-orang di meja makan hingga terhenti pada Miana. Detik itu juga, rasa cintanya bagaikan gelombang besar menerpa hatinya, membuat setiap sel di tubuhnya berteriak bahwa dia menginginkan Miana. Sorot matanya menyala-nyala penuh hasrat, seakan-akan ingin mengisap Miana ke dalam dirinya. Cinta yang tidak bisa dia sembunyikan bagaikan kilau bintang paling terang di langit malam.Miana merasakan tatapan membara itu, lalu mendongak, dan pandangannya bertemu dengan pandangan
"Pelan sedikit, kamu membuatku sakit!" Miana mengernyit dan mendorong Henry.'Dia sungguh nggak tahu bagaimana memperlakukan wanita dengan lembut!'Pergelangan tangannya terasa seperti akan patah karena dicengkeram begitu kuat.Wajahnya juga terasa sangat sakit setelah terbentur dada Henry tadi."Jangan melihat dia lagi!" Henry menunduk dan berbisik di telinga Miana, nada suaranya mengancam.Miana menarik napas, mengulurkan tangan untuk mengambil cangkir teh, berusaha menyembunyikan kecanggungannya.Giyan mendahuluinya, mengangkat cangkir teh, menyerahkannya padanya sambil berkata, "Aku ingat kamu nggak suka minum teh karena nggak suka rasanya, jangan paksakan diri kalau nggak suka."Kalimatnya bermakna ganda.Cangkir teh ada di depannya, Miana merasa serbasalah, tidak tahu harus menerimanya atau tidak.Sejak kecil dia memang tidak suka minum teh.Karena tidak suka rasanya.Bertahun-tahun berlalu, dia tidak menyangka Giyan masih mengingatnya.Wajah Henry seketika menjadi masam.Dia ada
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,